Daftar Isi Biografi Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
1. Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
1.3 Nasab Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
1.4 Wafat
2. Sanad Keilmuan Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
2.1 Guru-guru Guru-guru Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
3. Penerus Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
3.1 Anak-anak Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
3.2 Murid Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
4.1 Perjalanan Dakwah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
4.2 Mendirikan Pondok Pesantren
4.3 Sosok Dermawan Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
4.4 Cara Mendidik Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
4.5 Kekompakan dalam Berdakwah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya dengan Habib Ahmad Bin Abdullah bin Thalib Al-Attas
4.6 Tokoh di Balik Berdirinya NU
4.7 Karomah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
5. Teladan Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
6. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
1.1 Lahir
Habib Hasyim bin Umar bin Yahya merupakan kakek dari Maulana Habib M. Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya Pekalongan, Beliau lahir hari Senin bulan Jumadil Akhir tahun 1280 H/1862 M, di Karangampel, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.
1.2 Riwayat Keluarga Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Beliau menikah dengan Syarifah Salmah binti Muhammad bin Ibrahim bin Yahya. Syarifah Salmah ini adalah Raden Ayu Kun Maryati (keturunan dari para bangsawan Adipati). Pernikahan Habib Hasyim dengan Syarifah Salmah dikaruniai 12 anak yaitu:
- Syarifah Thalhah
- Habib Umar
- Habib Abu Bakar
- Syarifah Fadhlun
- Syarifah Syifa
- Syarifah Khodijaah
- Habib Muhammad.
- Syarifah Su’ud
- Habib Ali Al-Gholib (Ayah Habib Lutfi)
- Habib Yahya
- Syarifah Ni’mah
- Habib Sholeh.
Selain dengan Syarifah Salmah, Habib Hasyim juga menikah dengan seorang Syarifah bermarga Al-Habsyi, dan dikaruniai 2 orang anak, yaitu: .
- Habib Husain.
- Syarifah Fatimah.
1.3 Nasab Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Beliau adalah keturunan dari Baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW, dengan silsilah sebagai berikut :
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
- Sayyidah Fathimah Az-Zahra Istri Ali bin Abi Thalib RA
- Al-Imam Al-Husain
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far Shadiq
- Al-Imam Ali Al-Uraidhi
- Al-Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
- As-Sayyid Ubaidillah
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
- As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
- As-Sayyid Ali
- As-Sayyid Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad
- As-Sayyid Al-Imam Alwi Al-Ghuyur
- As-Sayyid Ali Shohibud Dark
- As-Sayyid Muhammad Maula Ad-Dawilah
- As-Sayyid Imam Alwy
- As-Sayyid Ali An-Naas
- As-Sayyid Hasan Al-Akmar
- As-Sayyid Sulthanul Awliya Al-Imam Yahya (leluhur Al bin Yahya)
- As-Sayyid Ahmad
- As-Sayyid Kabiir Syekh
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Thoha
- As-Sayyid ‘Ulum Muhammad al-Qadhi
- As-Sayyid Thoha
- As-Sayyid Al-Quthb Al-Habib Hasan
- As-Sayyid Thoha
- As-Sayyid Umar
- As-Sayyid Hasyim
1.4 Wafat
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Athos wafat pada tahun 1347 Hijriyah di bulan Rajab. Tidak berselang lama, dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1350 H/1931 M, sahabat beliau Habib Hasyim bin Umar bin Yahya wafat. Jenazah beliau dimakamkan di Sapuro pada hari Senin, 15 Rabi’ul Akhir.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Ayah Habib Hasyim bernama Habib Umar bin Thoha bin Hasan Sumodiningrat bin Thoha bin Yahya, yang ketika wafat dimakamkan di Karangmalang, Indramayu. Sedangkan Ibu beliau bernama Hababah Marinah binti Hasan Al-Qudsi Al-Bantani.
Pendidikan beliau dimulai bersama ayah beliau sendiri yaitu al-Habib Umar bin Thoha bin Yahya di Karangampel, Indramayu. Kemudian beliau melanjutkan belajar agama dengan Habib Yusuf bin Yahya di Indramayu. Ketika usia beliau sekitar 25 tahun beliau, kemudian berguru kepada Mbah KH. Sholeh Darat di Semarang.
Selain berguru dengan para ulama di Nusantara, sewaktu melakukan perjalanan Haji juga beliau manfaatkan untuk menimba ilmu kepada para ulama di Timur Tengah. Perjalanan haji waktu itu tentunya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, karena perjalanannya harus menaiki kapal mengarungi samudra, sehingga waktu yang ditempuh juga lama. Dalam perjalanan ini beliau menyempatkan menimba ilmu di Makkah, Madinah dan Hadramaut.
3.1 Guru-guru Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
- Al-Habib Umar bin Thoha bin Yahya (Ayah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya)
- Habib Yusuf bin Yahya di Indramayu
- KH. Sholeh Darat di Semarang
3. Penerus Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
3.1 Anak-anak Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
- Syarifah Thalhah
- Habib Umar
- Habib Abu Bakar
- Syarifah Fadhlun
- Syarifah Syifa
- Syarifah Khodijaah
- Habib Muhammad.
- Syarifah Su’ud
- Habib Ali Al-Gholib (Ayah Habib Lutfi)
- Habib Yahya
- Syarifah Ni’mah
- Habib Sholeh.
- Habib Husain.
- Syarifah Fatimah.
3.2 Murid-murid Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
- Kiai Adam(Pekalongan)
- Kiai Irfan (Kertijayan Pekalongan)
- Habib Zain Al-Jufri (Semarang)
- Kiai Usman (Cilimus, Jawa Barat)
- Kiai Maliki (Landungsari)
- Kiai Mansur (Kalimati)
- Kiai Dimyati (Kedawung, Pemalang)
- Kiai Muh Amit (Ki Amir) Simbang
- Kiai Hasyim ‘Asy‘ari
- Hamengkubuwono ke IX
- Abdullah bin Nuh
- Habib Ahmad bin Zainal Jufri
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Sejak kecil beliau bertempat tinggal di Karangampel, setelah beliau beranjak dewasa, sekitar usia 27 tahun, beliau berpindah dan memutuskan untuk bermukim di Kota Pekalongan, tepatnya di Jalan Surabaya sebelah utara Masjid Nur, Pekalongan Utara.
4.1 Perjalanan Dakwah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Sekembalinya ke tanah air beliau kemudian menyebarkan ilmu yang beliau dapat. Banyak santri yang belajar kepada beliau. Di Pekalongan, Habib Hasyim mendirikan masjid yang diberi nama Masjid Al-Nur yang berdiri pada tahun 1301 H/ 1883 M. Ketika itu masjid tersebut masih berbentuk panggung kemudian direhab menjadi bangunan tembok pada tahun 1342 H/1923 M. Masjid tersebut berada di Kota Pekalongan (sekarang daerah kampung Arab di Jalan Cempaka). Di masjid ini beliau selalu menyelenggarakan acara -acara maulid Nabi Muhammad SAW, untuk menumbuhkan rasa kecintaan {mahabbah) kepada Allah dan Rasul-Nya.
Acara maulid yang diselenggarakan Habib Hasyim ini adalah upaya untuk meneruskan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan oleh leluhur beliau. Dari mulai Habib Thoha bin Muhammad Al-Qadhi bin Yahya yang wafat di Semarang, kemudian dilanjutkan oleh putranya Habib Hasan yang juga wafat di Semarang. Setelah itu diteruskan oleh putranya yaitu Habib Thoha. Shohib Rotib Kubro Ciledug. ‘*
Sepeninggal Habib Thoha putra-putra beliau juga meneruskan tradisi maulid ‘ini, yaitu Habib Hasyim yang meninggal di Madinah, Habib Muhsin yang tinggal di Kutai Kalimantan, dan juga Habib Umar bin Thoha yang mendirikan Pesantren di Sindang Laut Cirebon kemudian bermukim di Indramayu. Dari ayahnya Habib Umar inilah, kemudian Habib Hasyim meneruskan tradisi maulid ini di Pekalongan.
Dalam mengadakan acara maulid Nabi, beliau tidak menunggu bantuan dari manapun, karena semua biasa beliau tanggung sendiri dan memang harta yang beliau miliki dicurahkan sepenuhnya untuk dunia pendidikan dan dakwah. Di Indramayu tempat kelahirannya, Habib Hasyim mempunyai lahan pertanian yang cukup luas sehingga dapat menopang kegiatan-kegiatan pendidikan dan dakwah yang beliau selenggarakan, di samping itu beliau juga mempunyai usaha-usaha yang lain.
Perkembangan acara maulid Nabi yang. beliau selenggarakan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini menimbulkan kecurigaan dari pihak penjajah, namun mereka sangat hati-hati dalam mengawasi kegiatan tersebut. Sebab Habib Hasyim mempunyai pengaruh yang sangat besar di kalangan masyarakat Pekalongan khususnya. Beliau juga’ menjadi rujukan para ulama pada zamannya, di antaranya adalah Mbah Hasyim Asy’ari dan Kiai Muh Amit (Ki Amir) Simbang dan tokoh-tokoh lainnya. Beliau terkenal ke-‘allamah-annya (sangat alim), Bahkan Kiai Amir mengatakan bahwa Habib Hasyim itu ‘Allamatuddunya fi zamaanih (sealim-alimnya orang di dunia pada zamannya).
4.2 Mendirikan Pondok Pesantren
Selain masjid, untuk menyebarkan ilmu agama Habib Hasyim juga membangun Pondok Pesantren di Kota Pekalongan. Pondok tersebut bernama Al-Inshof yang berada di sebelah Masjid Al-Nur. Keberadaan Pesantren ini | menambah bersinarnya cahaya keagamaan di Kota Pekalongan, bersama pesantren-pesantren lain yang sudah_ berdiri sebelumnya, seperti :
- Pesantren Kiai Khomsa di Landungsari
- Pesantren Kiai Agus di Kenayagan
- Pesantren Kiai Murtadho di Sampangan
- Pesantren Kiai Abdul Aziz di Banyurip dan yang lainnya.
Bersama-sama dengan para Kiai di Pekalongan, Habib Hasyim menghidupkan acara Maulid sebagai sarana untuk mendakwahkan Islam ke tengah-tengah masyarakat.Pondok pesantren yang didirikan oleh Habib Hasyim . tersebut kemudian dikembangkan menjadi madrasah yang diberi nama Madrasah Syama‘ilul Huda wa Ta’amulul Huda . yang didirikan di Pekalongan sekitar tahun 1914-1915 yang diketuai oleh Habib Idrus Muhammad Al-Jufri.
Di antara murid-murid Habib Hasyim saat itu adalah: Abdullah bin Nuh, Habib Ahmad bin Zainal Al-Jufri (Semarang) dan masih banyak habib-habib lainnya yang berguru kepada beliau. Dari pondok tersebut beliau mencetak generasi para santri yang nantinya akan meneruskan perjuangan beliau dalam mengembangkan ajaran agama Islam. Jauh sebelum membangun dan mengasuh pesantren, Habib Hasyim sudah aktif dalam melakukan dakwah dari satu desa ke desa lainnya. Beberapa mushola dibangun oleh Habib Hasyim di Pekalongan. Semenjak mudanya, harta, ‘ benda dan tenaga Habib Hasyim memang dicurahkan untuk kepentingan agama.
Melalui usaha dakwahnya inilah kemudian beliau banyak menelurkan santri yang kemudian menjadi para ulama yang ‘alim dan gigih dalam berdakwah. Ini merupakan karya agung yang begitu menakjubkan.
Selain menyebarkan ajaran Islam, Habib Hasyim juga mengobarkan semangat kemerdekaan di tengah-tengah Masyarakat. Waktu itu di Indonesia masih di bawah cengkeraman penjajahan Belanda, Habib Hasyim bersama masyarakat dan tokoh-tokoh Agama berusaha untuk mengusir penjajah, tetapi. dengan cara mengembangkan ekonomi, memperkuat persatuan, bukan dengan mengangkat senjata. Beliau lebih mengutamakan taktik berupa mengangkat perekonomian, mempersatukan masyarakat agar selalu mengobarkan kemerdekaan.
4.3 Sosok Dermawan Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Habib Hasyim terkenal sebagai sosok yang dermawan. Setiap hari setelah ber-kholwat, berdzikir, membaca Al-Qur’an dan membaca kitab yang rutin beliau lakukan ba‘da sholat subuh, beliau kemudian keluar dari tempat kholwat, dan pergi ke desa-desa dan daerah-daerah untuk melakukan kegiatan Amaliah Shodaqoh dengan membagikan harta kepada orang-orang yang tidak mampu.
Kegiatan tersebut beliau lakukan setiap hari. Hingga saat setelah beliau wafat, banyak para orang tua dan anak-anak yang berbondong-bondong datang ke Masjid Al-Nur dan mereka mengatakan. Bahwa setelah Habib Hasyim meninggal tidak ada lagi yang menanggung kehidupan mereka, karena setiap hari Habib Hasyim lah yang memberi makan dan harta benda kepada mereka. Kedermawanan beliau memang sangat luar biasa. Diceritakan di daerah Warungasem ada seorang yang meminta bantuan kepada Habib Hasyim, lalu Habib Hasyim memberinya uang hingga orang tersebut bisa membangun rumah, bisa untuk modal usaha dan lain-lain. Habib Hasyim memang sosok yang dermawan kepada siapapun.
4.4 Cara Mendidik Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Habib Hasyim mempunyai cara dalam mendidik para putra-putrinya dan juga santrinya dengan cara yang khas. Beliau tidak memberi umpan atau ikan, tapi selalu memberi kailnya sehingga para murid dan putra-putrinya menjadi kreatif, militan dan mandiri, Di antara nasihat-nasihat yang pernah beliau sampaikan kepada anak cucunya yaitu kalau yang bisa mengajar ya mengajar, kalau yang tidak bisa mengajar ya belajar. Beliau juga sering menekankan untuk menghormati kepada sesama manusia, karena kita mempunyai misi sebagaimana dakwahnya Rasulullah SAW, yaitu bagaimana caranya agar kita bisa membuat daya tarik kepada siapapun untuk bisa mengikuti dakwah yang kita sampaikan. Beliau juga sering menasihati untuk saling tolong-menolong kepada sesama manusia tanpa memandang hal lainnya.
4.5 Kekompakan dalam Berdakwah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya dengan Habib Ahmad Bin Abdullah bin Thalib Al-Attas
Habib Hasyim bin Yahya (w. 1930) dan Habib Ahmad Al-Attas (w. 1929 M) merupakan dua ulama Al-Arif billah yang hidup dalam satu masa di Pekalongan dan bertempat di lokasi yang tidak berjauhan. Dikisahkan bahwa ketika Habib Hasyim hendak melakukan satu kegiatan atau rencana, beliau selalu meminta izin dan saran dari Habib Ahmad bin Thalib al-Attas. Begitu juga sebaliknya jika belum meminta restu dari Habib Hasyim, Habib Ahmad Al- Attas tidak akan berani melangkah.
Jika Habib Hasyim sudah datang ke tempat Maulid Nabi, sementara Habib Ahmad bin Thalib Al-Attas belum datang maka Habib Hasyim menangguhkan acara sampai datangnya Habib Ahmad. Begitu juga dengan Habib Ahmad, jika beliau datang pertama sementara Habib Hasyim belum datang, maka beliau tidak akan memulai acara, hingga Habib Hasyim datang.
Kekompakan kedua Ulama tersebut nampak sekali ketika ada seorang Habib asal Hadramaut yang datang ke Pekalongan kemudian hendak pamitan pada keduanya. Pada awal abad .20-an Habib Muhammad Ali Muhsin datang dari Hadramaut ke Indonesia, beliau juga singgah di Kota Pekalongan. Setelah tinggal di Indonesia beberapa lama, Habib Muhammad Ali berkeinginan untuk kembali ke Yaman. Namun ketika hendak pamitan beliau merasa bingung kepada siapa dulu berpamitan, Habib Ahmad bin Thalib Al- Attas ataukah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya.
Ketika beliau datang ke rumah Habib Ahmad, dan Habib Muhsin belum sempat bicara, Habib Ahmad sudah memerintahnya,. “Ya. Muhsin ila Habib Hasyim bin Umar awwalan” (Hai Muhsin pamitan ke. Habib Hasyim dulu). Langsung saja beliau datang ke Habib Hasyim. Ketika berpamitan ke Habib Hasyim, Habib Hasyim mengatakan “Kuburanmu di sini, dan di sini kotamu. Nanti kamu yang menggantikan kami semua.” Lalu Habib Muhsin datang ke Habib Ahmad, dan Habib Ahmad pun berkata, “Apa yang dikatakan Habib Hasyim adalah perkataanku.
Kemudian, apa yang telah. dikatakan oleh Habib Hasyim terbukti, ketika Habib Ahmad wafat, Habib Muhsin lah yang menggantikan Habib Ahmad mengajar di Madrasah Salafiyah di Kampung Arab. (belakang Masjid Wakaf), bersama Habib Muhammad Abdurrahman. Ketika Habib Hasyim wafat yang menggantikan menjadi Imam Masjid Al-Nur adalah Habib Muhsin. Ketika itu beliau tinggal di Klego dan setelah wafat kemudian dimakamkan di Sapuro.
Kisah tentang Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Athos dan Habib Hasyim bin Yahya memang tidak dapat dipisahkan. Kalau ada tamu ke Habib Hasyim, pasti disuruh sowan (menghadap) dulu kepada yang lebih sepuh yakni Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Attas. Dan jika tamu tersebut sampai ke Habib Ahmad maka akan ditanya, “Kamu suka atau tidak kepada adikku Habib Hasyim bin Umar?” dengan maksud agar sowannya ke Habib Hasyim saja. Demikianlah akhlak Ulama memberikan contoh kepada kita untuk selalu kompak dan saling menghormati.
4.6 Tokoh di Balik Berdirinya NU
Riwayat berikut ini diceritakan langsung oleh Habib : Luthfi bin Yahya dalam beberapa kesempatan. “Dulu saya sering duduk di rumahnya Kiai Abdul Fattah (Jenggot, Pekalongan), untuk mengaji. Waktu itu di situ ada seorang wali, namanya Kiai Irfan Kertijayan. Kiai Irfan adalah sosok yang hafal keseluruhan kitab Ihya Ulumiddin karena kecintaannya yang mendalam kepada kitab tersebut. Setiap kali Kiai Irfan ketemu saya, beliau pasti memandangiku lalu menangis. Di situ juga ada Kiai Abdul Fattah dan Kiai Abdul Adzim (Jenggot, Pekalongan). .
Lama-kelamaan akhirnya Kiai Irfan bertanya, “Bib, saya mau bertanya. Cara dan gaya berpakaian Anda kok sukanya sarung putih, baju dan kopyah putih, persis guru saya.”
“Siapa Kiai?” Jawab Habib Luthfie.
“Habib Hasyim bin Umar,” jawab Kiai Irfan,
Saya mau mengaku cucunya tapi kok masih seperti ini, belum menjadi orang yang baik. Batin Habib Luthfie dalam hati. Mau mengingkari atau berbohong tapi kenyataannya memang benar beliau adalah cucunya Habib Hasyim.
Akhirnya Kiai Abdul Adzim dan Kiai Abdul Fattah, kedua-duanya yang menjawab, “Lha beliau itu cucunya.”
Lalu Kiai Irfan merangkul dan menciumi Habib Luthfie sembari menangis hebat saking gembiranya, Kemudian beliau berkata, “Mumpung saya masih hidup, saya mau cerita Bib. Tolong ditulis.
“Cerita apa Kiai” Jawab Habib Luthfie.
“Begini,” kata Kiai lrfan mengawali ceritanya.
”Mbah Kiai Hasyim Asy’ari setelah beristikharah beliau bertanya . kepada Kiai Cholil Bangkalan. Bermula dengan mendirikan Nahdlatut Tujjar dan Nahdlah-nahdlah yang lainnya, beliau merasa kebingungan, hingga akhirnya beliau ke Makkah untuk beristikharah kembali di Masjidil Haram. Di sana kemudian beliau mendapat penjelasan dari Kiai Mahfudz At-Turmusi dan Syaikh Ahmad Nahrawi, ulama Jawa yang sangat alim. Kitab-kitab di Makkah kalau belum di-tahqiq atau ditandatangani oleh Kiai Ahmad Nahrawi maka kitab tersebut tidak akan berani dicetak, Itu pada masa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, menjadi Mufti Makkah pada waktu itu.
Syaikh Mahfudz At-Turmusi dan Syaikh Ahmad Nahrawi” berkata kepada Kiai Hasyim Asy’ari, “Kamu pulang saja. Ini alamat atau pertanda NU bisa berdiri hanya dengan dua orang. Pertama Habib Hasyim bin Umar bin Yahya Pekalongan, dan kedua Kiai Ahmad Cholil Bangkalan (Madura).”
Maka Kiai Hasyim Asy’ari pun segera bergegas untuk pamit pulang kembali ke Indonesia. Beliau bersama Kiai Asnawi Kudus, Kiai Yasin Kendal (teman mondok Habib Hasyim) dan para kiai lainnya langsung menuju ke Simbangkulon Pekalongan untuk bertemu Kiai Muhammad Amir dengan diantar oleh Kiai Irfan dan kemudian langsung diajak bersama menuju kediaman Habib Hasyim bin Umar.
Baru saja sampai di kediaman Habib Hasyim langsung berkata, “Saya ridha. Segeralah buatkan wadah Ahlussunnah wal Jama‘ah. Ya Kiai Hasyim, dirikan namanya sesuai dengan apa yang diangan-angankan olehmu, Nahdlatul Ulama, Tapi tolong, namaku jangan ditulis.” Jawaban terakhir ini karena wujud ketawadhuan Habib Hasyim.
Kemudian Kiai Hasyim Asy’ari meminta balagh ‘ (penyampaian ilmu) kepada Habib Hasyim, “Bib, saya ikut ngaji bab hadits di sini. Sebab Panjenengan punya sanad sanad yang. luar biasa.”
Makanya Kiai Hasyim Asy’ari tiap Kamis Wage pasti di Pekalongan bersama. Sultan Hamengkubuwono IX yang waktu itu bernama Darojatun, mengaji bersama.
Setelah dari Pekalongan Kiai Hasyim Asy’ati menuju ke Bangkalan ‘Madura’ untuk bertemu Kiai Ahmad Cholil Bangkalan. Namun baru saja Kiai Hasyim Asy’ari tiba di halaman depan rumah Kiai Cholil sudah mencegatnya seraya berkata, Keputusunku sama seperti Habib Hasyim!”
Pelaksanaan muktamar NU ke-5 pada tahun 1930 M, ditempatkan di Pekalongan adalah tidak mengherankan, dan itu merupakan bentuk penghormatan kepada Habib Hasyim bin Umar bin Yahya, Dan ternyata cerita ini juga disaksikan bukan hanya oleh Kiai Irfan, tapi juga oleh Habib Abdullah Fagih Al-Attass, ulama yang sangat ahi dalam bidang ilmu fiqih. Kisah PenuhMakna.
4.7 Karomah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Habib Hasyim juga terkenal terbuka dan ringan tangan membantu permasalahan. yang dialami oleh orang. Diceritakan pernah ada orang Belanda sakit, dan sudah berobat kemana-mana tetapi tidak kunjung sembuh. Kebetulan orang Belanda tersebut mempunyai saudara di daerah Pekalongan. Oleh saudaranya itu, ia disuruh berobat kepada Habib Hasyim. Akhimya atas kehendak Allah lewat perantara Habib Hasyim ia pun sembuh, dan kembali ke Belanda dalam kondisi yang sehat. Ada yang mengatakan bahwa saudara yang berada di Pekalongan akhirnya memeluk agama Islam setelah kejadian tersebut.”
5. Keteladanan Habib Hasyim bin Umar bin Yahya
Habib Hasyim bin Umar bin Yahya menjadi rujukan para ulama pada zamannya, di antaranya adalah Mbah Hasyim Asy’ari dan Kiai Muh Amit (Ki Amir) Simbang dan tokoh-tokoh lainnya. Beliau terkenal ke-‘allamah-annya (sangat alim), Bahkan Kiai Amir mengatakan bahwa Habib Hasyim itu ‘Allamatuddunya fi zamaanih (sealim-alimnya orang di dunia pada zamannya).
Dalam berdakwah beliau tidak menunggu bantuan dari manapun, karena semua biasa beliau tanggung sendiri dan memang harta yang beliau miliki dicurahkan sepenuhnya untuk dunia pendidikan dan dakwah. Di Indramayu tempat kelahirannya, Habib Hasyim mempunyai lahan pertanian yang cukup luas sehingga dapat menopang kegiatan-kegiatan pendidikan dan dakwah yang beliau selenggarakan, di samping itu beliau juga mempunyai usaha-usaha yang lain.
Habib Hasyim terkenal sebagai sosok yang dermawan. Setiap hari setelah ber-kholwat, berdzikir, membaca Al-Qur’an dan membaca kitab yang rutin beliau lakukan ba‘da sholat subuh, beliau kemudian keluar dari tempat kholwat, dan pergi ke desa-desa dan daerah-daerah untuk melakukan kegiatan Amaliah Shodaqoh dengan membagikan harta kepada orang-orang yang tidak mampu.
Beliau juga sering menekankan untuk menghormati kepada sesama manusia, karena kita mempunyai misi sebagaimana dakwahnya Rasulullah SAW, yaitu bagaimana caranya agar kita bisa membuat daya tarik kepada siapapun untuk bisa mengikuti dakwah yang kita sampaikan. Beliau juga sering menasihati untuk saling tolong-menolong kepada sesama manusia tanpa memandang hal lainnya.
Jauh sebelum membangun dan mengasuh pesantren, Habib Hasyim sudah aktif dalam melakukan dakwah dari satu desa ke desa lainnya. Beberapa mushola dibangun oleh Habib Hasyim di Pekalongan. Semenjak mudanya, harta, ‘ benda dan tenaga Habib Hasyim memang dicurahkan untuk kepentingan agama.
6. Referensi
- Jejak Dakwah Ulama Nusantara, Lakpesdam PCNU Pekalongan,PT. Nasya Expanding Manajemen, Agustus 2020
- Sumber pendukung lainnya
https://www.laduni.id/post/read/517214/biografi-habib-hasyim-bin-umar-binyahya-pekalongan.html