Biografi Hadratussyekh KH. Mahalli, Pengasuh ke Tiga Pesantren Sidogiri

Daftar Isi Biografi Hadratussyekh KH. Mahalli

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru Beliau
3.    Penerus Kyai Mahalli
3.1  Murid-Murid Beliau Menjadi Pengasuh Pesantren
4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Menjadi Pengasuh Pesantren
4.2  Ahli Ilmu Falak dan Sakti
5.    Teladan Beliau
6.    Menjadikan Santri Anak Angkat Beliau
7.    Karomah Beliau
8.    Referensi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
Kyai Mahalli diyakini lahir pada tahun 1700-an dari sebuah keluarga di Timur Rujing (atau Rujing Timur), di pulau Bawean, kecamatan Sangkapura, kabupaten Gresik, provinsi Jawa Timur.

Namun, tidak tertutup kemungkinan keluarga Kyai Mahalli berasal dari luar Bawean, sebab banyak ulama dan juru dakwah yang bukan asli penduduk Bawean, yang kemudian diketahui berasal dari Timur Tengah atau Jawa. Dan posisi tanah kelahiran Kyai Mahalli tidaklah terlalu jauh dari dermaga penyeberangan pulau yang sering dikunjungi oleh ulama-ulama dari negeri Arab.

1.2 Riwayat Keluarga
Setelah mondok sekian lama, akhirnya Kyai Mahalli diambil menantu oleh Kyai Aminullah, kyai beliau. Beliau dinikahkan dengan Nyai Hafshah binti Aminullah, yang tak lain adalah cucu Sayyid Sulaiman.

Kyai Mahalli membina rumah tangga sakinah dengan Nyai Hafshah di tempat tinggal beliau di Sidogiri. Pasangan ini kemudian dikaruniai tiga putra-putri, yakni:

  1. Nyai Hanifah,
  2. Kyai Urip (Abdul Hayyi),
  3. Nyai Sari’ah.

Putri pertama beliau, Nyai Hanifah, kemudian dinikahkan dengan santri beliau yang terkenal alim dan memiliki tingkat akhlak yang tinggi, Kyai Noerhasan bin Noerkhotim dari Madura. Sebagaimana Nyai Hanifah, Kyai Noerhasan juga keturunan Sayyid Sulaiman pendiri PP. Sidogiri. Nasab beliau adalah Kyai Noerhasan bin Noerkhotim bin Asror bin Abdullah bin Sulaiman. Dari pernikahan ini, Kyai Noerhasan dan Nyai Hanifah dikaruniai tiga orang putra dan tiga putri, yakni:

  1. Kyai Bahar (Kyai Alit) Sidogiri,
  2. Kyai Dahlan, Sukunsari Kebonagung Pasuruan,
  3. Kyai Nawawie, Sidogiri,
  4. Nyai Munawwaroh, Serambi Pasuruan,
  5. Nyai Fathonah, Sidogiri,
  6. Nyai Anisatun, Sidogiri.

Putra kedua Kyai Mahalli yang bernama Kyai Urip (Abdul Hayyi) juga tinggal di Sidogiri. Kyai Urip dikaruniai dua putri dan seorang putra. Yakni:

  1. Nyai Ru’yanah, Sidogiri,
  2. Nyai Amnah, Sidogiri,
  3. Kyai A. Syafi’i, Sidogiri.

Sedangkan putri ketiga Kyai Mahalli yang bernama Nyai Sari’ah dikaruniai tiga orang putra, yakni:

  1. Kyai Abdullah, Dungaron,
  2. Kyai Abdul Ghani, Gondang/Pekoren,
  3. Kyai Barro, Dungaron.

Menurut sebagian riwayat, pada awalnya Nyai Hafshah ditunangkan dengan Kyai Abu Dzarrin juga santri Kyai Aminullah yang diyakini masih keturunan Sayyid Sulaiman. Kyai Abu Dzarrin santri Sidogiri yang ahli ilmu Sharaf dan Nahwu pada zaman itu.

Namun pertunangan itu tidak sampai pada jenjang pernikahan, karena Kyai Abu Dzarrin merasa tidak pantas (Madura: cangkolang) untuk bersanding dengan putri sang guru. Beliau merasa akan lebih menghormati Kyai Aminullah jika tidak menikah dengan putri guru beliau itu. Akhirnya, Nyai Hafshah dinikahkan dengan Kiai Mahalli.

Namun menurut riwayat lain, tidak demikian. Menurut keterangan dari beberapa narasumber dan keturunan Kyai Abu Dzarrin, pertunangan Nyai Hafshah dengan Kyai Abu Dzarrin tidaklah benar. Karena Kyai Abu Dzarrin hanya menututi masa kepengasuhan Kyai Mahalli, bukan Kyai Aminullah. Kyai Abu Dzarin hendak ditunangkan dengan Nyai Hanifah binti Mahalli, bukan dengan Nyai Hafshah binti Aminullah.

Mondoknya Kyai Abu Dzarrin di Sidogiri diperkirakan seperiode dengan Kyai Noerhasan, bukan dengan Kyai Mahalli. Karena menurut riwayat, Syaikhona Cholil Bangkalan hendak berguru mengaji Nahwu dan Sharraf kepada Kyai Abu Dzarrin, namun Kyai Abu Dzarrin sudah wafat. Lalu Syaikhona Cholil mengaji ke Sidogiri, ketika itu yang menjadi Pengasuh adalah Kyai Noerhasan bin Noerkhotim.

Keterangan yang lain dalam catatan nasab Keluarga Sidogiri menyebutkan, bahwa Nyai Hafshah dinikahkan dengan Kyai Musliman, bukan Kyai Mahalli, lalu memiliki putri bernama Nyai Hanifah. Nyai Hanifah ini kemudian dinikahkan dengan Kyai Noerhasan bin Noerkhotim dari Madura. Menilik catatan tersebut, timbul pertanyaan, apakah Kyai Musliman itu adalah Kyai Mahalli ataukah orang lain?

Hal ini menimbulkan dua kemungkinan.

Pertama, Nyai Hafshah menikah dengan dua orang yang berbeda, Kyai Mahalli dan Kyai Musliman. Pernikahan Nyai Hafshah dengan Kyai Mahalli tidak dikaruniai keturunan, berdasarkan pendapat yang mengatakan Kyai Mahalli tidak mempunyai keturunan.

Setelah itu, Nyai Hafshah menikah lagi dengan Kyai Musliman dan dikaruniai putra-putri, salah satunya bernama Nyai Hanifah. Atau sebaliknya, Nyai Hafshah menikah dengan Kyai Musliman terlebih dahulu, kemudian menikah dengan Kyai Mahalli.

Kedua, Nyai Hafshah menikah dengan satu orang yang memiliki dua nama, yaitu Kyai Mahalli alias Kyai Musliman. Kemungkinan Mahalli adalah nama yang mulai dipakai setelah melakukan ibadah haji ke Tanah Haram, sedangkan Musliman adalah nama sejak masih kanak-kanak. Atau barangkali karena hal lain beliau mempunyai lebih dari satu nama, sebagaimana lazimnya ulama di zaman dahulu.

Tampaknya pendapat yang mengatakan bahwa Kyai Mahalli itu adalah Kyai Musliman lebih kuat. Sebab Hadratussyekh kyai Abdul Alim Abdul Djalil mengatakan bahwa Kyai Mahalli dan Kyai Musliman adalah satu orang. Dan inilah pendapat yang masyhur.

1.3 Wafat
Diperkirakan Kyai Mahalli berpulang ke Rahmatullah pada usia sepuh pada awal 1800-an Masehi. Tepatnya, sebelum tahun 1831. Sebab Kyai Abu Dzarrin santri beliau yang menjadi Pengasuh PP. Sidogiri setelah beliau–wafat pada 1831/1832.

Mengenai tempat wafatnya Kyai Mahalli, terdapat banyak versi dan tidak diketahui dengan pasti di mana. Ada yang mengatakan, beliau wafat di Sidogiri di mana beliau tinggal. Ada yang mengatakan, beliau wafat di Gambirkuning, Kraton, Pasuruan.

Dan ada juga yang mengatakan beliau wafat di Makkah. Karena ada jin yang tidak mampu ditaklukkan, maka beliau mondok lagi ke Makkah dan wafat di sana. Sehingga pantas kalau kemudian pesarean beliau tidak ditemukan.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Sebelum mondok ke Sidogiri, Kyai Mahalli belajar agama (nyantri) di pesantren di Bawean. Setelah mendapatkan ilmu-ilmu dasar agama, beliau kemudian memilih memperdalam ilmu agama ke tempat lain selain Bawean. Pilihan beliau jatuh pada Pondok Pesantren Sidogiri yang baru dibabat oleh Sayyid Sulaiman, keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon.

Pesantren salaf yang masih sederhana itu memang menjadi salah satu tujuan belajar orang-orang Bawean, termasuk Kyai Aminullah– Pengasuh PPS yang asalnya santri dari Bawean–yang ikut menaklukkan jin penghuni hutan Sidogiri bersama Sayyid Sulaiman.

Dari dahulu sampai sekarang memang banyak santri dari Bawean yang memperdalam ilmu agama di PP. Sidogiri. Dahulu santri dari Bawean terkenal taat-taat, termasuk Kyai Aminullah dan Kyai Mahalli.

Di Sidogiri, Kyai Mahalli belajar kepada Kyai Aminullah, menantu Sayyid Sulaiman. Ada yang memperkirakan bahwa Kyai Mahalli masih mengikuti masanya Sayyid Sulaiman dan mengaji langsung kepada beliau, dan ada yang mengatakan Kyai Mahalli hanya mengaji kepada Kyai Aminullah. Tampaknya, pendapat yang mengatakan Kyai Mahalli hanya mengaji kepada Kyai Aminullah lebih mendekati kebenaran, karena Kyai Mahalli kemudian diambil menantu oleh Kyai Aminullah, dinikahkan dengan Nyai Hafshah binti Aminullah.

Selain mengaji, Kyai Mahalli juga seperti Kyai Aminullah, tidak tinggal diam melihat guru beliau berjuang sendirian melawan jin-jin penghuni Sidogiri. Kyai Mahalli membantu guru beliau menaklukkan jin-jin yang sering mengganggu proses pembangunan dan pengembangan pesantren itu.

Perjuangan Kyai Aminullah dengan dibantu Kyai Mahalli itu mengingatkan pada masa sebelum beliau, di mana Sayyid Sulaiman dengan dibantu Kyai Aminullah berjuang menaklukkan jin-jin penghuni Sidogiri saat membabat dan mendirikan PP. Sidogiri.

Selama mondok di Sidogiri, Kyai Mahalli belajar dengan tekun, sehingga menjadi alim mengungguli santri-santri yang lain. Selain itu, beliau juga terkenal memiliki sifat khumûl (low profile) dan akhlakul karimah kepada guru dan teman-teman beliau. Beliau juga dikenal sakti, sebagaimana lazimnya ulama dan santri di masa itu.

2.1 Guru Beliau
Kyai Aminullah (ayah mertua).

3. Penerus Kyai Mahalli

3.1 Murid-Murid Beliau Menjadi Pengasuh Pesantren
Sebagai Pengasuh PP. Sidogiri, Kyai Mahalli mengajar dan mendidik santri-santri beliau dengan istikamah dan penuh perhatian. Beliau mengkader ulama-ulama dan dai masa depan dengan baik. Di antara murid beliau adalah seorang ulama terkemuka di Pasuruan bernama Kyai Abu Dzarrin yang dikenal sebagai Mbah Tugu, Tugu Winongan Pasuruan. Dari alimnya, Kyai Abu Dzarrin sampai menulis kitab Sharaf yang diberi nama “Sorrof Sono”. Kitab itu tidak mencantumkan mashdar mîm.

Di antara murid Kyai Mahalli yakni:

  1. Kyai Abu Dzarrin,
  2. Kyai Utsman,
  3. Kyai Husain,
  4. Kyai Noerhasan bin Noerkhotim dari Madura.

Selain itu, masih banyak santri Kyai Mahalli lainnya. Murid-murid Kyai Mahalli banyak menjadi orang alim dan disegani. Bahkan Kyai Abu Dzarrin, Kyai Utsman, Kyai Husain, dan Kyai Noerhasan bin Noerkhotim kemudian juga menjadi Pengasuh PPS, menurut riwayat dari Kyai Abdul Alim Abdul Djalil yang menyebutkan bahwa beliau semua termasuk Pengasuh PP. Sidogiri.

Urutannya adalah (1) Sayyid Sulaiman, (2) Kyai Aminullah, (3) Kyai Mahalli, (4) Kyai Abu Dzarrin, (5) Kyai Utsman, (6) Kyai Husain, dan (7) Kyai Noerhasan bin Noerkhotim. Dengan demikian, Kyai Mahalli bukan hanya sebagai Pengasuh PPS, tapi juga guru dari empat Pengasuh PPS.

Seorang ulama terkemuka yang disebut Syaikhul-Masyâyikh Al-Indunîsi (Guru para ulama Indonesia), Syaikhona Cholil Bangkalan, adalah murid dari Kyai Abu Dzarrin (dengan tirakat di makam beliau), dan murid secara langsung dari Kyai Husain dan Kyai Noerhasan. Sudah masyhur bahwa Syaikhona Cholil berguru kepada Kyai Abu Dzarrin dan Kyai Noerhasan.

Tetapi yang belum banyak diketahui orang adalah Syaikhona Cholil juga berguru kepada Kyai Husain. Ini berdasarkan keterangan dari salah satu kyai Bangkalan keturunan Syaikhona Cholil, bahwa di Sidogiri Syaikhona Cholil bukan hanya mengaji kepada Kyai Noerhasan, tapi juga kepada Kyai Husain.

Dari sini tak dapat dipungkiri bahwa Kyai Mahalli memberikan manfaat yang besar pada agama dan masyarakat. Beliau sebagai Pengasuh PP. Sidogiri mendidik dan mengkader banyak ulama dan dai. Kemudian empat murid beliau menjadi Pengasuh PPS dan tiga murid beliau menjadi guru dari Syaikhona Cholil Bangkalan. Subhânallâh.

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

4.1 Menjadi Pengasuh Pesantren
Setelah wafat Kyai Aminullah, santri sekaligus menantu beliau yakni Kyai Mahalli menggantikan beliau sebagai Pengasuh PP. Sidogiri. Kyai Mahalli adalah Pengasuh ketiga dengan urutan:

  1. Sayyid Sulaiman,
  2. Kyai Aminullah,
  3. Kyai Mahalli.

Namun menurut versi lain Kyai Mahalli adalah Pengasuh keempat, dengan urutan:

  1. Sayyid Sulaiman,
  2. Kyai Aminullah,
  3. Kyai Abu Dzarrin,
  4. Kyai Mahalli.

Urutan Kyai Mahalli setelah Kyai Abu Dzarrin ini disangsikan oleh beberapa narasumber. Karena Kyai Abu Dzarrin adalah santri Kyai Mahalli. Hal ini berdasarkan fakta bahwa Kyai Abu Dzarrin pernah akan diambil menantu kyai Sidogiri, namun gagal dan ganti Kyai Noerhasan bin Noerkhotim yang diambil mantu. Sedangkan yang mengambil menantu Kyai Noerhasan adalah Kyai Mahalli. Berarti Kyai Abu Dzarrin dan Kyai Noerhasan adalah sama-sama santri dari Kyai Mahalli dan seperiode.

Maka dari penjelasan di atas, urutan Pengasuh Sidogiri adalah sebagai berikut:

  1. Sayyid Sulaiman,
  2. Kyai Aminullah,
  3. Kyai Mahalli,
  4. Kyai Abu Dzarrin,

Dan seterusnya. Yakni kepengasuhan Kyai Mahalli sebelum Kyai Abu Dzarrin.

4.2 Ahli Ilmu Falak dan Sakti
Kyai Mahalli adalah salah satu santri Kyai Aminullah yang menonjol kealiman beliau dan memiliki akhlak yang terpuji. Di samping itu Kyai Mahalli tidak pernah bangga akan pujian teman-temann beliau. Namun sifat beliau yang khumûl (low profile) itu tidak menghalangi beliau membantu Kyai Aminullah melawan dan menaklukkan jin yang suka mengganggu. Sejak masih menjadi santri, Kyai Mahalli memang dikenal jaduk (sakti).

Di samping itu, Kyai Mahalli juga dikenal sebagai seorang yang ahli ilmu Falak. Dalam bidang ini, karya Kyai Mahalli berupa jadwal salat pernah digantung di dinding Masjid Sidogiri, sebelum masjid tersebut direnovasi tahun 2001. Jadwal salat tersebut ada di dalam pigura, terlihat telah kusam dan lapuk termakan usia, dan tertulis di bagian bawahnya “bikhaththi Muhammad Mahalli Al-Bâweani” (tulisan Muhammad Mahalli Al-Baweani). Kini peninggalan bersejarah itu tidak diketahui keberadaannya.

5. Teladan Beliau
Sebagaimana Masyayikh Sidogiri lainnya, Kyai Mahalli adalah sosok yang istikamah. Beliau juga banyak muthâla‘ah (mempelajari) kitab, terbukti di kamar khusus beliau terdapat banyak tumpukan kitab. Kyai Mahalli juga penuh perhatian kepada santri, sehingga ketika ada di antara mereka yang menangis, beliau menanyakan kepada santri beliau, bahkan hendak mengangkatnya sebagai anak angkat.

Kelebihan-kelebihan dalam diri Kyai Mahalli itu membuat beliau tampak menonjol di antara teman-teman beliau sewaktu menjadi santri, sehingga Kyai Aminullah menikahkan beliau dengan putri semata wayang beliau, Nyai Hafshah. Dan akhirnya, Kyai Mahalli menjadi Pengasuh PP. Sidogiri yang disegani.

6. Menjadikan Santri Anak Angkat Beliau
Suatu hari pada masa kepengasuhan Kyai Mahalli datanglah seorang anak laki-laki ke Sidogiri, Kraton, Pasuruan. Dengan berbekal sekeranjang kitab dan sekeranjang nasi karak beliau datang dari Magelang Jawa Tengah bermaksud menimba ilmu di Sidogiri. Setelah diterima sebagai santri baru, beliau pun menempati bilik yang ditentukan untuk beliau bersama teman-teman yang lain beliau bernama Abu Dzarrin (Kyai Abu Dzarrin).

Santri yang satu ini semangat belajarnya luar biasa. Beliau cerdas dan sering belajar bersama dengan teman-teman beliau. Tak pelak santri itu menjadi santri yang luas ilmu pengetahuannya. Bukan hanya dari sisi belajarnya yang bersungguh-sungguh, dalam urusan makan pun Kyai Abu Dzarrin selalu berhati-hati. Beliau makan nasi karak bekal yang dibawa beliau dari Magelang hanya jika perut beliau terasa lapar, selain itu tidak. Tak jarang Kyai Abu Dzarrin mengganjal perutnya dengan batu menahan rasa lapar.

Namun, nasib malang menimpa beliau. Tak selang berapa lama tinggal di pesantren, beliau terkena penyakit gatal-gatal yang tak kunjung sembuh. Bau tak sedap tercium pada bagian yang terkena penyakit itu, sehingga beliau dijauhi oleh teman-teman beliau. Mereka merasa jijik melihat keadaan Kyai Abu Dzarrin.

Sejak saat itu, anak yang cerdas dan rajin itu merasa seperti kehilangan sesuatu yang paling berharga. Sebab tidak dapat lagi bertanya masalah pelajaran dan bermusyawarah (berdiskusi) dengan teman-teman beliau. Karena itu, akhirnya beliau sering menangis di tengah malam.

Suatu malam tangisan Kyai Abu Dzarrin itu dengan tanpa sengaja didengar sang kyai, Kyai Mahalli. Beliau kemudian menanyakan perihal yang membuat beliau menangis. Ditanya oleh sang Kyai, Kyai Abu Dzarrin menjelaskan bahwa dirinya kini tidak bisa lagi belajar bersama, bertanya, dan memusyawarahkan kitab pelajaran, karena teman-teman beliau merasa jijik dan menjauhi beliau.

Kyai Mahalli kemudian memberikan kesempatan pada Kyai Abu Dzarrin untuk bertanya kepada beliau kapan saja, bahkan waktu beliau tidur sekalipun agar dibangunkan jika mau bertanya. Tentu saja Kyai Abu Dzarrin merasa sangat gembira dan bersyukur atas perhatian guru beliau itu.

Semenjak saat itu, Kyai Abu Dzarrin diminta tinggal di dalem Kyai Mahalli dan hendak dijadikan anak angkat, sebab kecerdasan dan kerajinan beliau melebihi teman-teman beliau. Awalnya dengan halus Kyai Abu Dzarrin menolak, sebab beliau merasa dirinya tidak pantas. Namun karena sang Kyai memaksa, akhirnya Kyai Abu Dzarrin bersedia tinggal di dalem, asal ditempatkan di dapur sebagai khadam, bukan sebagai anak angkat.

Seiring dengan berjalannya waktu, karena rajin belajar dan sering bertanya pada Kyai, Kyai Abu Dzarrin kemudian menjadi seorang santri yang sangat alim. Bahkan sering kali Kyai Abu Dzarrin mewakili Kyai Mahalli mengisi pengajian kitab untuk santri ketika beliau berhalangan. Kemungkinan besar karena itulah Kyai Abu Dzarin yang disebut Kyai Abu Dzarrin kemudian diyakini pernah menjadi Pengasuh PP. Sidogiri.

Kyai Abu Dzarrin oleh guru beliau hendak ditunangkan dengan putri beliau, Nyai Hanifah binti Mahalli. Lagi-lagi Kyai Abu Dzarrin menolak halus tawaran sang Kyai. Alasan beliau, ikrâman wa ta‘zhîman (memuliakan dan menghormati) kepada guru. Dari tawaduknya, beliau merasa tidak pantas untuk menjadi menantu guru beliau yang sangat dihormatinya itu.

Akhirnya Nyai Hanifah dinikahkan dengan salah satu santri Kyai Mahalli asal Bangkalan Madura, yakni Kyai Noerhasan bin Noerkhotim yang masih punya hubungan darah dengan Keluarga Sidogiri. Nasab Kyai Noerhasan bin Noerkhotim sampai ke Sayyid Sulaiman melalui jalur abah beliau, Kyai Noerkhotim bin Asror bin Abdullah bin Sulaiman.

7. Karomah Beliau
Ada yang mengatakan, Hadratussyekh KH. Mahalli yang istikamah dan khumul itu termasuk waliyyun min auliyâ’illah (salah satu wali Allah SWT.). Karena itulah beliau memiliki beberapa karamah atau kekeramatan. Di antara karamah beliau, beliau bisa berperang dengan jin dan menaklukkannya. Dan di antara karamah beliau lagi, adalah keistimewaan dalam kamar beliau yang hanya tampak pada orang tertentu.

Alkisah, sejak tinggal di dapur dalem Kyai Mahalli, Kyai Abu Dzarrin muda diberi tugas menjaga kamar khusus milik Kyai Mahalli. Tidak seorang pun oleh Kyai Mahalli diperbolehkan masuk ke kamar itu, bahkan juga Nyai Hafshah, istri beliau sendiri.

Kamar itu selalu beliau kunci sebelum beliau meninggalkan dalem. Dalem Kyai Mahalli saat ini telah tak ada karena ditelan zaman, terletak di lokasi gedung Kopontren Sidogiri Unit I dan Unit II (saat ini). Dalem tersebut sebelumnya ditempati Hadratussyekh Kyai. Aminullah, mertua beliau. Kemudian Kyai Aminullah menyuruh Kyai Mahalli menempati rumah tersebut.

Entah lupa atau bagaimana, suatu hari Kyai Mahalli keluar menghadiri undangan di suatu tempat tanpa mengunci gembok kamar khusus itu. Kyai Abu Dzarrin yang mengetahuinya segera menyusul Kyai Mahalli untuk memberi tahu, namun tidak berhasil.

Kyai Abu Dzarrin kemudian kembali dan bermaksud mengunci pintu kamar tersebut. Sebelum kamar itu dikunci beliau, timbul rasa penasaran di hati Kyai Abu Dzarrin, karena Nyai Hafshah pun tidak diizinkan masuk ke kamar itu. Ada apa sebenarnya di dalam kamar itu?

Karena penasaran, Kyai Abu Dzarrin membuka dan melihat-lihat ke dalam kamar. Tampak beberapa tumpukan kitab. Kyai Abu Dzarrin heran. Terlintas di benak beliau, sepertinya tidak ada hal yang aneh dengan kamar ini, tapi kenapa selalu dikunci? Setelah Kyai Abu Dzarrin menengadahkan kepala beliau ke atas, beliau sangat kaget! Beliau melihat surga di atas kamar Kyai Mahalli.

Taman yang sangat indah yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata. Beliau sangat terkejut melihat pemandangan menakjubkan itu, lalu segera keluar dan mengunci kamar kyai beliau itu dengan berdebar-debar.

Tiba-tiba ada rasa bersalah menyelimuti Kyai Abu Dzarrin setelah masuk dan melihat pemandangan yang luar biasa itu. Dari sangat besarnya rasa sesal dan rasa bersalah, beliau menangis sampai Kyai datang. Beliau ingin segera memohon maaf kepada Kyai Mahalli atas perbuatan beliau. Bukan dipukul atau dimarahi yang beliau takutkan, tapi beliau takut tidak dimaafkan oleh sang Kyai.

Setibanya Kyai Mahalli dari menghadiri undangan, Kyai Abu Dzarrin segera memohon maaf dan menceritakan perbuatan beliau yang mungkin menyakiti hati guru beliau itu. Setelah mendengarkan cerita Kyai Abu Dzarrin, Kyai Mahalli memaafkan dan meminta pada beliau agar tidak menceritakan peristiwa itu kepada orang lain.

Peristiwa luar biasa saat dibukanya kamar itu mengungkap siapa sebenarnya Kyai Mahalli. Hal itu menggambarkan bahwa Kyai Mahalli memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT. Meski demikian, Kyai Mahalli meminta agar peristiwa itu tidak diceritakan kepada siapapun, termasuk pada Nyai Hafshah, istri beliau. Hanya Kyai Abu Dzarrinlah satu-satunya orang yang mengetahui siapa sebenarnya Kyai Mahalli.

Rahasia kamar khusus Kyai Mahalli tersebut terus terpendam, hingga menjelang wafat beliau Kyai Abu Dzarrin. Menurut salah satu keturunan Kyai Abu Dzarrin. Beliau baru menceritakan kisah beliau, di kamar kyai beliau itu menjelang wafat.

8. Referensi
Sidogiri.net https://sidogiri.net/category/masyayikhsidogiri/page/6/

https://www.laduni.id/post/read/517779/biografi-hadratussyekh-kh-mahalli-pengasuh-ke-tiga-pesantren-sidogiri.html