Daftar Isi Profil Imam Zakaria al-Anshari
1. Kelahiran
Zainuddin Abu Yahya Zakariyya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakariyya Al-Anshari Al-Khazraji As-Sunaiki Al-Qahiri Al-Azhari Asy-Syafi’i atau yang kerap disapa dengan panggilan Imam Zakaria al-Anshari lahir pada tahun 824 H, di Sunaikah, desa kecil yang terletak antara kota Bilbis dan Al-Abbasiyah, timur Mesir.
Sejak kecil, ia telah ditinggal wafat ayahnya. Zakariyya kecil bersama sang Ibu menjalani kehidupan yang cukup berat. Al-Ghuzzi menceritakan dari Syaikh Shalih Rabi’ bin Abdullah As-Sulami bahwa suatu ketika Syaikh Shalih berkunjung ke Desa Sunaikah, kampung halaman Zakariyya, dan mendapati seorang perempuan yang meminta pekerjaan kepadanya, demi keluarganya. Wanita itu tak lain adalah ibu Zakariyya.
2. Wafat
Syaikh Zakariyya berpulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Dzulhijjah 926 H/27 November 1520 M dalam usia 100 tahun lebih. Selama itu hidupnya diisi penuh dengan ilmu, pendidikan, dakwah, dan mengajar, hingga ia diuji dengan kebutaan mata.
3. Pendidikan
Ibu Zakariyya lalu meminta kepada Syaikh Shalih untuk membawa Zakariyya ke kota besar Kairo.
Syaikh Shalih berkata, “Jika Ibu setuju, akan saya bawa Zakariyya ke Al-Azhar untuk membantu pekerjaan dan sekaligus belajar di sana. Saya akan menanggung kehidupannya.”
Sang ibu pun menyetujuinya, demi masa depan putranya.
Semasa tinggal di Desa Sunaikah, Zakariyya kecil sudah mahir membaca Al-Qur’an dan mempelajari kitab ‘Umdah al-Ahkam dan Mukhtashar at-Tabrizi.
Kesukaannya terhadap bidang hafalan berlanjut saat ia belajar di Al-Azhar. Dalam rentang waktu yang terbilang pendek, Zakariyya muda telah hafal Al-Qur’an dan beberapa kitab, seperti Al-Minhaj, Alfiyah Ibn Malik, Asy-Syathibiyyah, Alfiyyah al-Hadits, dan beberapa kitab lainnya.
Inilah rihlah pertamanya belajar ke Al-Azhar. Tak lama setelah itu, ia kembali ke kampung halamannya, untuk bekerja.
Beberapa waktu kemudian Zakariyya muda kembali ke Kairo untuk kembali belajar di Al-Azhar. Pada rihlah keduanya ini, ia belajar kitab Syarh al-Bahjah, Al-‘Adhud, Syarh al-‘Ibari, Syarh Tashrif al-‘Izzi, dan banyak lagi.
Ia mempelajari hampir semua kitab dalam berbagai macam cabang keilmuan, termasuk matematika, seni menulis indah, dan ilmu retorika. Ghirahnya yang begitu besar untuk belajar telah menempatkannya pada hasil yang memuaskan. Jangan heran bilamana para gurunya pun memberi pujian dan ijazah yang sempurna.
Tak kurang dari 150 ijazah diberikan kepadanya, termasuk ijazah dari Al-Hafizh Al-Asqalani, yang menuliskan kata-kata dalam ijazahnya, “Aku izinkan bagi Zakariyya untuk membaca Al-Qur’an dengan jalur periwayatan yang ditempuhnya, dan mengajarkan fiqih yang telah dituliskan dan diserahkan Al-Imam Asy-Syafi’i. Kepada Allah, kami, aku dan Zakariyya, memohon pertolongan untuk kelak dapat bersua dengan-Nya.”
Para ulama selain Al-Asqalani juga memberikan pujian dan izin yang sama, sehingga, sebagaimana dikatakan Al-‘Aydarusi, sudah menjadi hal yang lumrah bilamana Zakariyya muda telah dibolehkan mengajar di samping para gurunya. Inilah yang menjadi cikal bakal keulamaannya pada waktu berikutnya.
Tentang akhlaknya, Al-‘Ala-i berkata, “Al-Qadhi Zakariyya telah menyatukan ilmu pengetahuan, wawasan, dan karya tulisnya, dengan akhlaknya yang mulia dan kebaikan langkahnya di hadapan para ulama besar yang diambil ilmunya, yang belum pernah ada pada ulama sebayanya.”
Ia juga mengutarakan rasa terima kasihnya yang mendalam kepada Syaikh Rabi’ bin Abdullah As-Sulami beserta keluarga, yang telah merawat dan mendidiknya dengan penuh perhatian. “Bagiku, Syaikh Rabi’ adalah orang yang utama. Maka mudah-mudahan Allah mencukupi segala kebutuhannya, mengangkat kemuliaan untuknya dan keluarganya, khususnya istrinya, yang telah membesarkan dan merawatku,” ujar Zakariyya.
Namun tidak sepenuhnya Zakariyya muda mengandalkan penghidupan yang diberikan dengan penuh kasih sayang dari keluarga Syaikh Rabi’ itu. Pernah suatu waktu ia memilih untuk meninggalkan kediaman keluarga yang amat baik kepadanya itu, dengan menetap di emperan masjid Al-Azhar. Bila malam terasa dingin dan membuat perutnya lapar, ia menahannya, atau terpaksa memakan sisa makanan, seperti kulit semangka, yang sudah dibuang orang.
4. Guru-Guru
Guru Syaikh Zakariyya sangat banyak. Menurut para penulis biografi ulama, guru Zakariyya mencapai lebih dari 150 orang. Di antara guru-gurunya yang terkemuka adalah
- Ibnu Hajar Al Asqolani
- Muhammad Bin ar-Rabi dan al-Burhan al-Faqusi al-Bulaisi. Mereka adalah guru yang mengajarkan al-Qur’an kepada Syaikh Zakaria alAnshari sampai menghafalnya
- Imam Zainuddin Abu an-Na’im Ridhwan Bin Muhammad al-Uqbi asy-Syafi’i, beliau mengajarkan Qira’at Sab’ah, kitab musnad Imam Syafi’i, Shahih Muslim, Sunan Nasa’i dan lainnya
- Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, beliau mengajarkan ilmu fiqih, hadist dan ushul
- Syihabuddin Abu al-Abbas, adalah guru di bidang ilmu faraidh, hisab dan falak serta al-Jabar dan al-Miqat
- Syamsyuddin Muhammad Bin Ali, guru beliau di bidang ilmu balaghah serta kitab Shahih Bukhari
- As-Subki Musa Bin Ahmad dan Syamsyuddin Muhammad Bin Ismail
- Syaikh Zakaria membaca seluruh ilmu fiqh kepada beliau
- Abu al-Abbas Ahmad Bin Ali al-Intikawi
- Abu al-fatah Muhammad Bin Ahmad al-Ghazi
- Abu Hafsah Umar Bin Ali
- Ahmad Bin Ali adDimyathi
- Abu al-Farah Abdurrahman Bin Ali at-Tamimi
- Syaikh Muhammad Bin Umar al-Wasithi al-Ghamri. Mereka semua adalah guru beliau di bidang tashawwuf.
5. Murid-Murid
Sedangkan di antara murid-muridnya yang terkenal adalah
- Abdul Wahhab Bin Ahmad (wafat tahun 973 H)
- Nuruddin al-Mahalli
- Shihabuddin Umairah al-Burusli
- Badruddin al-Ala‟i
- Syamsyuddin ar-Ramli
- Syihabuddin ar-Ramli
- Ibnu Hajar al-Haitami (wafat tahun 974 H)
- Al-Khatib asy-Syarbini (wafat tahun 977 H)
- Badruddin al-Ghazzi
- Muhammad Bin Ahmad al-Hashkafi (wafat tahun 971 H)
- Badruddin Hasan Bin Muhammad ash-Shafadi, dan lain-lain.
6. Karomah
Syaikh Asy-Sya’rani berkisah tentang kenangan sebelum wafatnya, wujud karomah yang Allah berikan kepada Syaikh Zakariyya. “Suatu hari aku mengaji Syarh Al-Bukhari kepada Syaikh Zakariyya. Saat aku tengah membaca, ia berkata, ‘Cukup, ceritakan kepadaku mimpimu semalam.’
Memang aku bermimpi. Aku bersama Syaikh Zakariyya berada dalam suatu kapal yang layarnya dari sutra, permadaninya dari sutra hijau tipis, dan ada banyak balai-balai dan bantal dari sutra. Di situ aku melihat Imam Asy-Syafi’i tengah duduk dan Syaikh Zakariyya berada di sampingnya. Kapal ini terus berjalan menyusuri taman-taman dan pemandangan lainnya yang sangat indah dan mengesankan
Selesai aku bercerita tentang mimpi itu, Syaikh Zakariyya berkata, ‘Kalau mimpimu ini benar, kelak aku akan dimakamkan di samping Imam Syafi’i RA’.”
Ketika Syaikh Zakariyya meninggal, para muridnya telah menyiapkan makam untuknya di Bab An-Nashr, jauh dari pemakaman Imam Asy-Syafi’i. Ketika Asy-Sya’rani mengisahkan ihwal mimpi dan dialognya dengan sang guru, seorang kawannya menuduhnya dusta.
Pada saat ta’ziyah itu, utusan dari Pangeran Khair Beik, wakil Sultan Qaitbay, berkata, “Raja sedang sakit saat ini sehingga tidak mampu datang berta’ziyah. Raja memerintahkan kalian untuk membawa jenazah Syaikh Zakariyya ke Lapangan Qal’ah untuk dishalati di sana.”
Usai shalat Jenazah, yang dihadiri ribuan manusia, Pangeran Khair Beik berkata, “Makamkan Syaikh Zakariyya di pekuburan Syaikh Najmuddin Al-Khayusyani di depan makam Imam Asy-Syafi’i.” Ucapannya saat masih hidup pun terbukti di saat wafatnya itu. Subhanallah!
Syaikh Zakariyya meninggalkan beberapa orang putra yang meneruskan jalan kealimannya, di antaranya Jamaluddin Yusuf bin Zakariyya, yang disebut sebagai ‘alim al-‘allamah (seorang yang pintar dan berpengetahuan amat luas). Menurut Haji Khalifah, seorang ulama lainnya, putra Syaikh Zakariyya ini menulis syarah beberapa kitab mukhtashar (ringkasan) Madzhab Syafi’iyyah, seperti kitab At-Tahrir fi Ushul al-Fiqh li Ibn Hammam.
Putranya yang lain yang memiliki nama yang sama dengannya, Zakariyya, juga dikenal kealimannya. Cucunya pun demikian, yang juga bernama Zakariyya, dikenal sebagai ulama terpandang. Dalam hal ini, Al-Ghuzzi, seorang penulis biografi ulama, menyebutkan, “Zakariyya putra Zakariyya, seorang guru besar yang alim, cucu guru besar umat Islam Al-Qadhi Zakariyya Al-Anshari, adalah seorang cucu yang disayangi oleh kakeknya dengan penuh kasih sayang.”
7. Karya-Karya
Di samping berbagai kesibukannya itu, Syaikh Zakariyya juga menyempatkan waktunya untuk menulis buku. Ia dikenal sebagai penulis syarah dan hasyiyah yang ulung. Ini menunjukkan keluasan dan kedalaman pengetahuannya, sebagaimana tampak dalam karya-karyanya.
Karya-karya Syaikh Zakariyya berkisar pada bidang aqidah, fiqih, ushul fiqh, faraidh, manthiq, tasawuf, hadits, nahwu, dan sebagainya. Tak kurang dari 50 karya dalam berbagai bidang tersebut yang ditulisnya semasa hidupnya yang panjang.
- Fathur Rahman dalam bidang tafsir.
- Ad-Daqa`iq al-Muhkamah dalam bidang qira’at.
- Tuhfatu al-Bari ‘ala Shahih al-Bukhari dalam bidang hadis.
- Tanqih Tahrir al-Lubab dalam bidang fikih.
- Fathul Baqi Syarh Alfiyah al-‘Iraqi dalam bidang mushthalah hadis.
- Asna al-Mathalib fi Syarh Raudhatu ath-Thalib dalam bidang fikih.
- Al-Ghurar al-Bahiyyah fi Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah dalam bidang fikih.
- Labb al-Ushul dalam bidang ushul fiqh.
- Syarh Syudzur adz-Dzahab dalam bidang nahwu.
- Syarh Risalah al-Qusyairi dalam bidang tasawuf.
- Syarh Isaghuji dalam bidang manthiq (ilmu logika).
- Al-Lu`lu` an-Nazhim fi Rumi at-Ta’allumi wa at-Ta’lim dalam bidang tarbiyah (ilmu pendidikan).
- Berikut ini karya tulis Zakaria al-Anshari yang masih berbentuk manuskrip:
- Fathul Jalil ta’liq (komentar) terhadap Tafsir al-Baidhawi
- Tuhfatu Nujaba` al-‘Ashr dalam bidang tajwid.
- Fathu al-‘Allam bi Syarhi al-I’lam bi Ahadits al-Ahkam dalam bidang fikih.
- Az-Zubdah ar-Ra`iqah syarh Qashidah Burdah fi madhi Rasulillah.
8. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad murid Imam Zakaria al-Anshari dapat dilihat DI SINI.
9. Referensi
Dikumpulkan dari berbagai sumber
Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 12 Januari 2021, dan terakhir diedit tanggal 29 Agustus 2022.
https://www.laduni.id/post/read/47957/biografi-imam-zakaria-al-anshari.html