Daftar isi:
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Keluarga
1.3 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
2.2 Guru Beliau
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Pesantren
3.2 Kiprah di Nahdlarul Ulama
4. Teladan
5. Karir-Karir
6. Karya-Karya
7. Referensi
1. Riwayat Hidup dan keluarga
1.1 Lahir
KH. Hasyim Muzadi lahir pada tanggal 8 Agustus 1944 di Desa Bangilan, Tuban, Jawa Timur, setahun sebelum Indonesia merdeka, beliau merupakan putra dari pasangan H. Muzadi dan Hj. Rumyati yang merupakan pedagang tembakau kecil-kecilan.
KH. Hasyim Muzadi memiliki delapan saudara kandung yaitu:
– Nyai Istiqomah,
– Kyai Salim,
– Nyai Maftukhah,
– Nyai Siti Muzayanah,
– Kyai Ahmad Muchith Muzadi,
– Nyai Mahmudah,
– Nyai Muyassaroh,
– Nyai Hanifah Muzadi.
1.2 Riwayat Keluarga
KH. Hasyi Muzadi menikah dengan Nyai Muthomimah asal Tuban. Dari pernikahannya KH. Hasyim Muzadi dan Nyai Muthomimah dikaruniai enam orang anak yaitu:
1. Abdullah Hakim Hidayat,
2. Yuni Arofah,
3. Hilman Hidayat,
4. Alfi Rahmawati,
5. Laili Abidah,
6. Yusron Sidqi
1.3 Wafat
KH. Hasyim Muzadi wafat pada 16 Maret 2017, di usia 73 tahun.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
KH. Hasyim Muzadi sejak kecil mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya sendiri dan kemudian menempuh pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah (setingkat sekolah dasar) Bangilan mulai kelas satu sampai kelas tiga. Selebihnya diselesaikan di Sekolah Rakyat. Beliau kemudian melanjutkan pendidikan di Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) Gontor Ponorogo Jawa Timur yang dikenal dengan pesantren modern.
Setelah selesai nyantri di Gontor, beliau melanjutkan nyantrinya di Pesantren Al-Fadholi, Senori, Tuban dan Pesantren Al-Anwar di Lasem, Rembang.
Jenjang pendidikan Beliau sebagai berikut:
1. Madrasah lbtidaiyah Tuban-Jawa Timur 1950-1953
2. SD Tuban-Jawa Timur 1954-1955
3. SMPN I Tuban-Jawa Timur 1955-1956
4. KMI Gontor, Ponorogo-Jawa Timur 1956-1962
5. PP Senori, Tuban-Jawa Timur 1963
6. PP Lasem-Jawa Tengah 1963
7. IAIN Malang-Jawa Timur 1964-1969
2.2 Guru Beliau
1. H. Muzadi (Ayah),
2. KH. Anwar Nur (Pendiri dan Pengasuh Pesanten Annur Bululawang Malang)
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Pesantren
Pesantren Mahasiswa Al-Hikam resmi berdiri pada 17 Ramadan 1413 bertepatan dengan 21 Maret 1992. Sebagai pelopor pesantren khusus mahasiswa, lembaga pendidikan Islam ini memiliki tujuan memadukan dimensi positif perguruan tinggi yang menekankan pada ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dimensi positif pesantren yang akan menjadi tempat penempaan kepribadian dan moral yang benar.
Dengan model pendidikan ini, Pesantren Mahasiswa Al-Hikam menginginkan terwujudnya kesatupaduan antara ilmu pengetahuan dan agama secara utuh, tanpa dikotomi keilmuan. Sehingga, keyakinan agama memiliki pijakan ilmiah-rasional dan ilmu pengetahuan senantiasa dinaungi oleh nilai-nilai agama.
Awal berdirinya pesantren Mahasiswa Al-Hikam digagas oleh KH. A. Hasyim Muzadi yang mulai berdomisili di Jalan Cengger Ayam no. 5, Kelurahan Tulusrejo, Lowokwaru, Kota Malang. Sebagai ulama, ia merasa memiliki tanggung jawab berkhidmat pada umat seperti yang dipesankan oleh para gurunya termasuk Kyai Anwar, pendiri pondok Pesantrean An Nur Bululawang, Malang .
Sebagai langkah awal, KH. Hasyim Muzadi yang pada waktu itu sudah terkenal sebagai aktivis organisasi Nahdlatul Ulama dan mubaligh, merintis pengajian rutin pada setiap Jumat yang dilakukan secara bergantian dari rumah ke rumah. Pada tahun 1984, bersama dengan masyarakat Jantisari di atas tanah wakaf keluarga M. Cholil Alwi beliau membangun surau kecil yang nantinya akan menjadi pusat pembinaan keagamaan.
Kegiatan keagamaan yang dirintis dan dibina Hasyim Muzadi di mushola kecil yang diberi nama At Taubah berjalan lancar dan mendapat respon positif dari warga masyarakat Jantisari dan sekitarnya. Pada tahun 1986, pamong desa Tulusrejo H. Nachrowi mewakafkan tanahnya seluas 800 meter persegi untuk pembangunan masjid. Pembangunan masjid akhirnya selesai pada tahun 1989 dan diberi nama Al-Ghazali.
Ketika masjid sudah berdiri, Hasyim Muzadi melanjutkan kegiatan pengajian rutin yang digelar setiap malam Ahad dan malam Kamis. Jamaah yang hadir pun semakin banyak termasuk dari warga Jantisari, Bantaran, Bukirsari, Kendalsari dan Karang Tengah. Khusus malam Kamis, dilaksanakan dengan istigosah yang berlanjut hingga sekarang. Seiring berjalannya waktu, semakin besar pula kepercayaan masyarakat padanya. Dan, cita-cita Hasyim Muzadi mendirikan pesantren mendapat dukungan besar dari masyarakat.
Sebagai langkah awal dalam mendirikan pesantren, disepakati bersama panitia membentuk yayasan yang akan menjadi sentral semua program yang akan dikembangkan. Maka pada tanggal 3 Juli 1989, resmi berdiri Yayasan Al-Hikam. Yayasan ini pada awalnya bergerak dalam tiga bidang garapan; pertama, Majlis Ta’lim dan Dakwah; kedua, Pengembangan Sumber Daya Manusia; ketiga, Pesantren Mahasiswa Al Hikam sebagai garapan utama.
Pada awal berdiri, Al-Hikam hanya menerima santri dari kalangan mahasiswa perguruan tinggi non-agama di Malang. Sejak tahun 2003, Al Hikam menampung santri lulusan pesantren salaf trandisional dari seluruh pelosok negeri untuk didik dalam Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hikam atau Ma’had Aly Al-Hikam. Adanya perbedaan latar belakang santri ini kemudian dikenal istilah santri ‘pesma’ untuk santri yang mukim di pondok tapi kuliahnya di luar dan santri ma’had aly’ untuk santri yang mukim dan kuliah di Al Hikam. Dengan ikhtiyar ini, diharapkan akan terwujud komunikasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan dalam ‘learning society’ yang tercipta di tengah-tengah pondok pesantren Al Hikam.
3.2 Kiprah di Nahdlatul Ulama
Ketua Umum PBNU 1999-2004
Setelah selesai belajar di Gontor dan Senori, Lasem Jawa Tengah, KH. Hasyim Muzadi berkelana ke Malang, Jawa Timur. Di Malang, KH. Hasyim Muzadi menjalani kehidupan barunya sebagai aktivis. KH. Hasyim Muzadi memiliki talenta berorganisasi dan kecintaan yang begitu besar terhadap Nahdlatul Ulama dan KH. Hasyim Muzadi pun aktif di semua level organisasi Nahdlatul Ulama, baik di PMII, Ansor.
Setelah dirasakan cukup dewasa dan berpengalaman memimpin pemuda Ansor, karir KH. Hasyim Muzadi naik setingkat yakni sebagai Sekretaris PWNU Jawa Timur tahun 1987-1988, kemudian KH. Hasyim Muzadi menjadi Wakil Ketua PWNU Jawa Timur 1992-1999 dan sampai kemudian pada konferensi PWNU Jatim tahun 1992 KH. Hasyim Muzadi terpillih sebagai ketua PWNU Jawa Timur (1992-1999). Ketua PWNU Jawa Timur ini diemban oleh KH. Hasyim Muzadi selama dua kali periode. Akhirnya pada muktamar NU 30 di Lirboyo Kediri bulan November 1999, karir organisasi KH. Hasyim Muzadi sampai kepuncak yakni sebagai ketua umum PBNU 1999-2004.
Pada level PBNU inilah karir dan kiprah KH. Hasyim Muzadi semakin penting baik di tingkat Nasional maupun internasional, setalah itu KH. Hasyim Muzadi mulailah melalang buana ke Timur dan Barat. Setalah sejumlah negara sudah KH. Hasyim Muzadi kunjungi mulailah KH. Hasyim Muzadi memperkenalkan NU ke seluruh pelosok benua: Amerika, Australia, Afrika, Eropa. Sebagai Ketua Tahfiziah (dewan eksekutif) Pengurus Besar Nahlatul Ulama dalam muktamar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, tahun 1999.
KH. Hasyim Muzadi mendampingi (Almarhum) KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfud, ulama ahli fiqih dan pemimpin Pesantren Maslakul Huda, Pati, Jawa Tengah, sebagai Rais Am (Pemimpin akhir tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama yang duduk di dewan legislatif atau disebut Syuriah). Duet keduanya yaitu KH. Hasyim Muzadi yang meneruskan kepemimpinan KH. M. Ilyas Ruhiat dan KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
KH. Muhammad Ilyas Ruhiyat adalah ulama ahli tasawuf dan pimpinan Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat sedangkan KH. Abdurrahman Wahid, semua orang tau tentang sepak terjangnya Gus Dur menjadi tokoh sentral Nahdlatul Ulama hingga akhir hayatnya.
Sebagai satu-satunya orang Nahdlatul Ulama yang pernah menjadi Republik Indonesia (KH Abdurrahman Wahid). KH. Sahal dan KH. Hasyim Muzadi Terpilih kembali Muktamar yang digelar sangat meriah. Sebab saat itulah kali pertama dalam sejarah Nahdlatul Ulama, Muktamar dibuka Presiden Republik Indonesia yaitu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sekaligus.
KH. Hasyim Muzadi yang diusung para kyai senior Jawa Timur, ternyata mendapat dukungan mayoritas para peserta muktamar. Gus Dur menjadi salah satu faktor kemenangan KH. Hasyim Muzadi sebagai ketua Umum sebab dukungan Gus Dur lebih berpihak kepada KH. Hasyim Muzadi. Munculnya nama KH. Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum memang sempat mengakibatkan publik termasuk bagi kalangan Nahdlatul Ulama.
Sebab KH. Hasyim Muzadi saat itu adalah tokoh NU daerah yang masih menjabat sebagai Ketua Nahdlatul Ulama di Jawa Timur, namun KH. Hasyim Muzadi mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama lainnya, yakni rekan jejaknya memimpin organisasi di NU. KH. Hasyim Muzadi pernah menjadi tokoh kunci organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Malang pada era 1960-an.
Kepemimpinanya di Gerakan Ansor Pemuda Ansor dilaluinya mulai dari pimpinan tingkat desa. Begitu pula di Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Muzadi pernah menjadi ketua NU Cabang Malang tahun 1971-1973, dua periode menjabat Ketua Pengurus Majlis Nahdlatul Ulama PWNU tahun 1988-1992 Jawa Timur. Itu semua menjadi mutu kepiawainnya memimpin organisasi, meski demikian komentar-komentar miring terhadap KH. Hasyim Muzadi tetap saja muncul.
KH. Hasyim Muzadi dinilai tidak pantas menjadi Ketua Umum PBNU periode 1999-2004, karena bukan keluarga kyai atau pimpinan pesantren. Dilihat dari ayahnya yaitu H. Muzadi hanya seorang pedagang tembakau, dan ibunya yang bernama Nyai Rumyati hanya penjual roti dan kue keliling di Bangilan. Namun, Gus Dur sangat cerdik. Gus Dur bersiasat dengan mengklim bahwa KH. Hasyim Muzadi adalah keturunan Sunan Bonang.
KH. Hasyim Muzadi pun tidak menduga dirinya bisa terpilih menjadi ketua Umum PBNU periode 1999-2004. Apalagi saat itu, kakak kandungnya, KH. Muchit Muzadi, yang merepresentasikan pihak keluarga, kurang setuju atas pencalonan KH. Hasyim Muzadi menjadi PBNU. Bahkan, jauh sebelum itu, ketika sejumlah kyai di Jawa Timur, kakaknya juga keberatan.
Alasannya utama adalah adiknya bukan tokoh yang punya garis keturunan keluarga kyai, apalagi pimpinan pesantren. Maka dari itu KH. Muchit kurang setuju jikalau adiknya KH. Hasyim Muzadi mencalonkan sebagai Ketua Umum PBNU. Dikarnakan dukungan-dukungan dari para kyai dan peserta Muktamar NU, maka Gus Dur kembali mendukung KH. Hasyim Muzadi terus melaju sampai menjelang pemilihan.
Akhirnya KH. Hasyim Muzadi bener-bener tidak terbendung, peserta muktamar NU itu menorehkan sejarah baru: anak pasangan pedagang tembakau dan roti keliling terpilih menjadi Ketua Umum PBNU tahun 1999-2004.
Sebagai tokoh daerah, tentu banyak yang meragukan kepemimpinan KH. Hasyim Muzadi, di sisi lainpun orang tentu akan selalu membandingkan kepemimpinananya dengan Gus Dur. Seperti dengan kharismatiknya yang luar biasa, Gus Dur sangat dikagumi orang, baik di level nasional maupun internasiaonal.
Sedangkan KH. Hasyim Muzadi tidak punya kharismatik seperti yang di miliki Gus Dur dan pendahulunya, akan tetapi KH. Hasyim Muzadi pun tidak sedikitpun berkecil hati, setidaknya KH. Hasyim Muzadi sudah mempunyai modal pengalaman menjadi aktivis sejak mahasiswa. KH. Hasyim Muzadi memulai langkah memimpin Nahdlatul Ulama dengan cara mengajak bicara mahasiswa.
KH. Hasyim Muzadi memulai langkah memimpin NU dengan mengajak orang-orang lama yang telah bertahun-tahun menjadi pengurus NU. Salah satu tokoh yang diajak bicara adalah KH. Bagdja, KH. Hasyim Muzadi perlu menghimpun masukan dari banyak orang untuk menyusun program. Pembahasan fokus pada program yang telah dan belum dijalankan Gus Dur selama 15 tahun menjadi Ketua Umum PBNU.
Dalam pembicaraan itu ditariklah kesimpulan langkah-langkah Gus Dur perlu dilanjutkan, tapi perlu pula gerakan baru. KH. Hasyim Muzadi seorang hebat meski bukan keturunan keluarga kyai, kata KH. Bagdja. Tetapi KH. Bagdja mengakui sangat salut pada KH. Hasyim Muzadi yang mau menerima masuknya dari siapa pun untuk kemajaun Nahdlatul Ulama, termasuk dari dirinya. Makanya selalu eksis dimana pun KH. Hasyim Muzadi memimpin organisasi.
Setelah lima tahun berlaku, KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz dan KH. Hasyim Muzadi ternyata di nilai sukses memimpin Nahdlatul Ulama, dengan kesuksesan selama lima tahun memimpin Ketua PBNU tahun 1999-2004 dengan sukses telah menjawab keraguan-keraguan orang terhadap kepemimpinan PBNU yang dipimpin oleh KH. Hasyim Muzadi.
Bahkan pada muktamar ke-31 di Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, 28 November 2 Desember 2004, duet KH. Mohammad Ahmad sahal Mahfudz dan KH. Hasyim Muzadi kembali maju sebagai calon Rais Am dan Ketua Umum Tanfidziyah.
4. Teladan
Ta’dzim kepada Guru
Kisah yang sangat mengesankan dari KH. Hasyim Muzadi, adalah ketika beliau digembleng dan begitu taatnya beliau kepada sang guru, yaitu KH. Anwar Nur, pendiri dan pengasuh pondok pesantren Annur Bululawang Malang. Suatu ketika beliau Kyai Hasyim sowan kepada KH. Anwar, ini sudah menjadi rutinitas beliau dan menjadikan beliau sosok murid yang sangat dekat dengan sang guru.
Sang guru berkata: “Hasyim.. sampean daftar calon kandidat DPR ya..?” “Tapi kuota peserta sudah penuh Kyai..” jawab Kyai Hasyim dengan ta’dzim. “Pokoknya sampean harus daftar, saya tidak mau tahu caranya.” Kata sang guru.
Daftarlah Kyai Hasyim karena taat kepada sang guru dan seperti dugaan, dapat nomor urut 11, padahal jumlah calon hanya dibatasi 10 orang saja.
Singkat cerita, tidak tahu bagaimana ceritanya ketika waktu pemilihan sudah mepet, calon nomor urut 2 meninggal dunia. Maka otomatis Kyai Hasyim muda menjadi calon nomor urut 10 yang akhirnya terpilih menjadi anggota DPR.
Sampai suatu ketika, kira-kira beliau sudah beberapa tahun menjabat dan sudah nyaman dengan kondisi yang serba berkecukupan, tiba-tiba Kyai Anwar dawuh saat beliau berada dirumah Kyai Hasyim muda.
“Hasyim, dulu yang menyuruh mendaftar sebagai anggota DPR kan saya, lhaa.. sekarang sampean saya suruh berhenti dari DPR.” Kata Kyai Anwar.
Kyai hasyim Muzadi begitu kaget, lalu beliau matur mau rundingan dulu dengan keluarga.. antara manut guru atau tetap menjadi anggota DPR. Dikisahkan sampai terjadi gejolak dikeluarga beliau. Yang akhirnya beliau memutuskan nderek dawuh Kyai Anwar.
“Tapi kalau saya berhenti, nanti saya kerja apa kyai ?” Kata Kyai Hasyim.
“Sudah, sampean disini saja mengajar ngaji, dan makannya harus dari hasil mengajar ngaji atau undangan.” Jawab Kyai Anwar.
“Nanti kalau tidak cukup, nanti saya yang akan memberi makan.” Tambah Kyai Anwar.
Dan benar saja, Kyai anwar selalu datang kerumah Kyai Hasyim muda dengan membawa sembako yang dibungkus tas plastik disaat-saat Kyai Hasyim tidak punya uang sama sekali.
Bayangkan, bagaimana keadaan beliau, demi taat dan ta’dzim kepada guru rela hidup susah, setelah diperintah oleh sang guru untuk berhenti dari DPR dengan hidup yang sangat penuh kecukupan. Hal ini berjalan kira-kira 3 tahun lebih.
Sampai suatu saat ketika Kyai Anwar kerumah Kyai Hasyim Muzadi yang sederhana, beliau jalan-jalan ditemani sang murid disekitar Jl. Cengger ayam, tiba-tiba sang guru dawuh sambil menunjuk suatu lokasi.
“Hasyim, sampean buat pondok disini ya..” “Tapi tanah ini milik siapa Kyai?” Kyai Hasyim berkata.
“Yaa gak tau, pokoknya sampean bikin pondok disini.” Jawab sang guru.
Setelah dawuh Kyai Anwar Nur tersebut, beberapa lama kemudian ternyata pemilik tanah yang ditunjuk Kyai Anwar mewakafkan kepada Kyai Hasyim untuk dibuat masjid.
Dan dari tanah wakaf tersebut, serta karena begitu taat dan ta’dzimnya sang murid kepada sang guru KH. Anwar Nur, berdirilah masjid yang menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Al-Hikam Malang, yang saat ini punya cabang Al-Hikam Depok, yang keduanya sudah dilengkapi dengan adanya kampus buat para santri dan masyarakat luas.
Walhasil, bagi seorang murid atau santri ketaatan kepada guru adalah suatu keniscayaan, kalau ingin sukses dan berhasil dalam mencari ilmu. Ketaatan yang berbuah dari rasa ta’dzim dan hurmat kepada sang guru.
Dan begitu banyak suri tauladan yang mengisahkan kepatuhan murid kepada gurunya, tentunya selama tidak melanggar norma-norma agama, yang berakibat kepada kesuksesan sang murid tersebut, ketaatan sebagaimana mayat didepan orang-orang yang merawatnya.
5. Karir-Karir
– PII (Pelajar Islam Indonesia) 1960 – 1964
– Ketua Ranting NU Bululawang-Malang
– Ketua Anak Cabang GP Ansor Bululawang-Malang 1965
– Ketua Cabang PMII Malang 1966
– Ketua KAMI Malang 1966
– Ketua Cabang GP Ansor Malang 1967-1971
– Wakil Ketua PCNU Malang 1971-1973
– Ketua DPC PPP Malang 1973-1977
– Ketua PCNU Malang 1973-1977
– Ketua PW GP Ansor Jawa Timur 1983-1987
– Ketua PP GP Ansor 1985-1987
– Sekretaris PWNU Jawa Timur 1987-1988
– Wakil Ketua PWNU Jawa Timur 1988-1992
– Ketua PWNU Jawa Timur 1992-1999
– Ketua Umum PBNU 1999-2004
– Anggota DPRD Tingkat II Malang-Jawa Timur
– Anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur 1986-1987
6. Karya-Karya
Karya-karya KH. Hasyim Muzadi yang telah di terbitkan menjadi buku ada 6 buku karyanya, yaitu:
a. Buku Membangun NU pasca Gusdur (Jakarta: Grasindo, 1999). Isi buku ini merupakan bangungan gagasan yang mencoba untuk melakukan peneropongan dan penerobosan baru terhadap organisasi yang di gelutinya. Adapun ide-ide terkait pembangunan NU Kiai Haji Muzadi ulas dalam karya tersebut, meski buku ini lebih tepat di katakan sebagai promosi gagasan untuk mencalonkan diri dalam muktamar NU, demikian promosi karya ini menjadi sisi lain dari KH. Hasyim Muzadi yang juga mengantarkannya menjadi orang nomor satu di NU
b. Buku Nahdlatul Ulama di Tengah agenda persoalan bangsa (Jakarta: logos, 1999). Buku ini membahas berbagai persoalan yang kini di alami Nahdlaul Ulama. Dimana kelahirananya sebagai organisasi ke agamaan dan banyak di latar belakangi oleh kekhawatiran terhadap meluasnya pengaruh gerrakan pembaharuan yang di motori oleh kelompok Islam modernis. Namun lambat laun pada perjalanan kemudian NU seakan tak mampu mengelak tuntunan zaman yang menghendaki pengambilan peran aktif dalam wiliyah politik, bahkan mengharuskan bersinggungan dalam panggung elit kekuasaan-kekuasaan.
c. Buku Menyembunyikan luka NU (Jakrta logos, 2002). Buku yang ketiga ini mengulas atau membahas peristiwa-peristiwa yang menimpah Nahdlatul Ulama. Dimana salah satu tokoh kader Nahdlatul Ulama yaitu Gusdur secara mengejutkan telah terpilih menjadi presiden Indonesaia. Sayangnya masa kepemimpinan Gusdur tidak berlsngsung lama karena di kudeta oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam pengkudetaan Gusdur dari kursi kepresidenan yang telah di lakukan oleh elit-elit politik berdampak terhadap Nahdlatul Ulama. Semua peristiwa ini telah mengakibatkan barabara api kemarahan warga nahdiyin di berbagai daerah yang sangat tidak bisa menerima pengkudetan tersebut. Pada saat itulah NU mendapatkan guncangan keras berbagai kalangan non NU dengan tudingan-tudingan bahwa NU telah menyulut pepecahan di bumi pertiwi ini.
d. Buku Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa” (Jakarta, 2004). Di dalam buku yang ke empat ini karya-karya KH. Hasyim Muzadi ini menjelaskan tentang bagaimana membangun bangsa dan negara Indonesia yang beradab, berkeadilan, bermartabat dan religious. Selain itu, KH. Hasyim Muzadi juga ingin mengajak anak bangsa bersama-sama membangun Indonesia menumbuhkan rasa percaya dan meninggalkan berbagai purbasangka yang hanya akan merugikan negara ini.
e. Buku Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (2003). Karya Greg Fealy yang judul aslinya Ulama and Politis In Indonesia a History of Nahdlatul Ulama 1952-1967. Karya ini secara detail memaparkan tentang perjalanan Nahdlatul Ulama dalam dinamika politik selama 15 tahun.
f. Buku Ijtihad Islam Liberal, upaya merumuskan keberagamaan yang dinamis (2005) yang di sunting oleh Moqsith Ghazali. Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari berbagai kalangan yang ingin menegaskan tentang ajaran Islam yang dinamis, dimana Islam yang dinamis sebenarnya terletak pada kerja Ijtihad itu sendiri.
Selain Karya tulis yang berbentuk buku, masih ada karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi yang perlu disajikan dalam skripsi ini yaitu: Muhammad zamzami yang menulis skripsi dengan judul: Pandangan Hasyim Muzadi tentang Pluralisme di Indinesia (2007).
7. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:
1. Skripsi Muhammad Suhendar Pratama mahasiswa UIN Banten “Peranan KH. Hasyim Muzadi Dalam Mengembangkan NU Pada Era Reformasi Tahun 1999-2004”
2. Skripsi Adik Muniroh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta “Kontribusi Hasyim Muzadi Terhadap Nahdlatul Ulama (NU) Tahun 1964-2010 M”
3. Website Alhikam.ac.id
Artikel ini sebelumnya diedit pada tanggal 14 September 2022, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 16 Maret 2024.
https://www.laduni.id/post/read/80917/biografi-kh-a-hasyim-muzadi-ketua-umum-pbnu-1999-2004.html