Daftar Isi
1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Wafat
2 Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
2.2 Guru-guru Beliau
2.3 Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
3 Penerus Beliau
3.1 Anak-anak Beliau
3.2 Murid-murid Beliau
4 Karier
4.1 karier Beliau
5. Chart Geneology
5.1 Chart Geneology Guru beliau
1.1 Lahir
KH. Abdul Manan Dipomenggolo mempunyai nama kecil Raden Bagus Darso adalah putra dari Raden Ngabehi Dipomenggolo.
Secara nasab, KH Abdul Manan Dipomenggolo berasal dari keluarga salah satu ningrat. Hal ini bisa ditelusuri lebih jauh keatas dari silsilah yang dimiliki oleh keluarga besar Pondok Tremas Pacitan dan Pondok Kikil sebagai dzuriyyah atau keturunan langsung KH Abdul Manan Dipomenggolo.
Raden Bagus Darso merupakan putera dari salah seorang tokoh yang sangat dihormati di daerah Semanten Pacitan. Ayahnya bernama Raden Ngabehi Dipomenggolo. Tidak diketahui pasti tanggal, bulan, dan tahun berapa Raden Bagus Darso dilahirkan, namun diperkirakan Raden Bagus Darso dilahirkan pada tahun 1800-an. Minimnya data tentang tanggal lahir Raden Bagus Darso membuat Ibunda Raden Bagus Darso tidak diketahui pasti siapa namanya. Namun yang jelas Raden Bagus Darso dilahirkan dari keluarga darah biru yang agamis.
Sementara itu Raden Ngabehi Dipomenggolo merupakan putera dari Kiai Ageng Setroyudo. Bila ditelusuri ke atas lagi, nasabnya akan sampai kepada Kiai Ampok Boyo, kemudian kepada Raden Joko Puring, hingga terakhir kepada Brawijaya ke V. Inilah kenapa pada nama Bagus Darso diawali dengan kata “Raden”, yang dapat dipersepsikan bahwa Raden Bagus Darso berasal dari keluarga yang memiliki nasab yang baik dan dari keluarga terpandang kala itu.
1.2 Riwayat Keluarga
Kemudian tidak lama setelah itu, KH. Abdul Manan Dipomenggolo menikah dengan puteri Demang Tremas yang bernama Raden Ngabehi Honggowijoyo. Lagi-lagi tidak ada catatan, siapa nama isteri dari KH. Abdul Manan Dipomenggolo tersebut.
KH. Abdul Manan Dipomenggolo memiliki lima orang putra, yakni Kiai Mirah Besari, Kiai Mirah Misbah, Kiai Mirah Ibrahim, Kiai Abdullah, dan Kiai Athoillah. Kelima putranya ini, kelak akan menyebar dan ikut berperan dalam merawat peninggalan KH. Abdul Manan Dipomenggolo, yakni peradaban pesantren.
1.3 Wafat
KH. Abdul Manan Dipomenggolo wafat pada hari Jum’at (minggu pertama) bulan Syawal 1282 H. dan dimakamkan di desa Semanten.
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
Seperti kebanyakan remaja kala itu, Raden Bagus Darso sejak kecil mendapatkan pedidikan dari ayahnya sendiri. Beliau dididik dan dikader oleh ayahnya agar kelak dapat menjadi tokoh yang berguna untuk agama dan masyarakatnya, maka Raden Ngabehi Dipomenggolo kemudian mengirim Raden Bagus Darso untuk nyantri kepada salah seorang ulama besar yang keilmuanya diakui oleh zamannya, yakni KH. Hasan Besari di Pesantren Tegalsari, Jetis Ponorogo, Jawa Timur.
Pesantren Tegalsari adalah salah satu pesantren bersejarah di Indonesia. Pesantren ini terletak di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo pada abad ke-18 sampai abad ke-19. Pesantren ini didirikan oleh Kiai Ageng Hasan Besari. Pesantren ini memiliki ribuan santri berasal dari seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Di antara santri-santrinya yang terkenal adalah Pakubuwono II penguasa Kerajaan Kartasura, Raden Ngabehi Ronggowarsito seorang pujangga Jawa yang masyhur dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto.
Raden Bagus Darso nyantri kepada KH. Hasan Besari selama beberapa tahun lamanya. Selama menjadi santri, Raden Bagus Darso berteman dan kerap berdiskusi dengan Ronggowarsito, yang kelak kemudian dikenal sebagai pujangga itu.
Di bawah asuhan Kiai Hasan Besari, Raden Bagus Darso kerap mendapatkan perhatian dan bimbingan khusus dari kiainya itu. Hal ini sangat beralasan karena Raden Bagus Darso merupakan putera dari salah seorang tokoh yang sangat dihormati di daerah Wengker Selatan (sekarang Pacitan). Selain itu, Raden Bagus Darso ketika nyantri juga termasuk santri yang sangat tekun, khususnya tekun dalam mempelajari ilmu agama Islam.
Raden Bagus Darso dikenal suka melakun riyadhah atau lelaku khusus, namun hal ini belum diketahui jelas, amalan apa yang sering dilakukan oleh Raden Bagus Darso sehingga kelak beliau menjadi seorang ulama yang hebat.Kemungkinan besar, nama Raden Bagus Darso yang kemudian hari berganti nama menjadi KH. Abdul Manan merupakan pemberian langsung dari KH. Hasan Besari sendiri sebagai wujud cinta KH Hasan Besari kepada santrinya itu.
KH. Abdul Manan Dipomenggolo setelah mendirikan pesantren kemudian meneruskan belajar agamanya di Universitas al Azhar, Kairo, Mesir setelah menunaikan ibadah haji bersama istri beliau.
Beliau tinggal di Mesir sekitar tahun 1850 M, selama di Mesir beliau berguru dengan Grand Syaikh (Jabatan di atas Rektor) Ibrahim Al Bajuri, yaitu Grand Syaikh ke-19. Jadi wajar saja kalau tahun 1860-an di Indonesia sudah ditemukan kitab Fath al-Mubin syarah dari kitab Umm al-Barahin yang merupakan kitab karangan Grand Syaikh Ibrahim Bajuri. (keterangan ini diambil pada buku karangan Martin Van Bruinessen, seorang orientalis yang lahir di Schoonhoven, Utrecht, Belanda). Nama KH. Abdul Manan Dipomenggolo tercatat di buku tersebut dan merupakan dokumen resmi milik Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Mesir.
2.2 Guru-guru Beliau
KH. Abdul Manan Dipomenggolo mulai menempa ilmu sejak kecil, diantara guru-guru beliau adalah:
1. Raden Ngabehi Dipomenggolo
2. KH. Hasan Besari
3. Grand Syaikh Ibrahim Al Bajuri
2.3 Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
Setelah Bagus Darso merasa cukup ilmu yang beliau peroleh di Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo, akhirnya beliau kembali ke desa Semanten.
Di Desa semanten inilah beliau mendirikan sebuah Masjid sebagai sarana ibadah dan pengajian. Pengajian yang diselenggarakanya sudah barang tentu bermula sangat sederhana. Karena semenjak di Pondok Tegalsari beliau di kenal sebagai seorang yang tinggi ilmunya, maka banyaklah orang pacitan yang mengaji pada beliau.
Dari sinilah kemudian di sekitar masjid didirikan Pondok untuk para santri yang datang dari jauh. Namun beberapa waktu kemudian Pondok tersebut pindah ke Desa Tremas setelah oleh ayahnya beliau dinikahkan dengan putri Demang Tremas Raden Ngabei Honggowijoyo. Sedangkan Raden Ngabei Ronggowijoyo itu sendiri adalah kakak kandung Raden Ngabei Dipomenggolo.
Di antara faktor-faktor yang menjadi penyebab perpindahan KH Abdul manan dari Semanten ke Desa Tremas, yang paling pokok adalah pertimbangan kekeluargaan yang dianggap lebih baik beliau pindah ke Tremas. Pertimbangan tersebut adalah karena mertua dan istri beliau menyediakan daerah yang jauh dari keramaian dan pusat pemerintahan, sehingga merupakan daerah yang sangat cocok bagi para santri yang ingin belajar dan memperdalam ilmu agama.
Berdasarkan pertimbangan itulah maka kemudian beliau memutuskan pindah dari semanten ke Tremas dan mendirikan Pondok Pesantren yang kemudian dikenal dengan Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan hingga sekarang.
KH Abdul Manan tidak menggunakan nama pesantrenya dengan istilah bahasa arab, namun tetap menggunakan nama Desa Tremas sebagai nama pesantrenya.
3.1 Anak-anak Beliau
Anak-anak beliau yang menjadi penerus perjuangan dalama keulamaan adalah:
1. Kiai Mirah Besari
2. Kiai Mirah Misbah
3. Kiai Mirah Ibrahim
4. Kiai Abdullah
5. Kiai Athoillah
3.1 Murid-murid Beliau
Murid-murid beliau adalah para santri di pesantren Tremas
4.1 Jasa Beliau
4.1.1 Terbentuknya Jaringan Ulama Nusantara
Lagi-lagi sejarah mencatat, KH. Abdul Manan Dipomenggolo merupakan salah satu ulama yang menjadi salah satu pionir terbentuknya jaringan ulama Nusantara, karena dari beliaulah lahir beberapa generasi yang membanggakan dan mempunyai reputasi yang sangat baik dalam dunia Islam. Salah satu putranya adalah Kiai Abdullah, yang memiliki keturunan beranama Syaikh Mahfudz Attarmasi yang kelak menelurkan para ulama, di antaranya KH. Hasyim As’ari, KH. Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Syansuri. Kelak ketiganya dikenal sebagai pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama pada tahun 1926.
Untuk menegaskan prisip dasar Jam’iyyah NU ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan nahdliyin dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Ketiga kiai ini merupakan murid Syaikh Mahfud yang paling terkenal karena keilmuan dan kiprahnya di Indonesia. Ulama-ulama tersebut telah berhasil membangun jaringan ulama Indonesia yang menjahit keterikatan hubungan antara guru-murid, yang di kemudian hari membangun Jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang memiliki kontribusi penting bagi terbangunnya pergerakan nasional menegakkan Bangsa dan Negara Indonesia.
Syaikh Mahfudz Attarmasi memang pantas untuk dikagumi, apalagi bagi kalangan ahlu al isnad, yang mengatahui dari siapa saja beliau memperoleh ilmu dan dari kitab apa saja. Tidak hanya dalam bidang hadis saja, untuk kitab-kitab tafsir, fikih, qira’at, nahwu-sharaf, akhlak-tasawuf, bahkan sampai amalan dzikir, semuanya berasal dari para ulama yang memilki sanad bersambung hingga penulis kitab-kitab tersebut.
Tidak berlebihan kiranya bahwa banyak yang mengakui sanad keilmuan ulama Indonesia banyak yang diperoleh dari ulama asal Pondok Tremas Pacitan Jawa Timur ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
4.2 Karier Beliau
Karier sesuai dengan keilmuan beliau, posisi karier yang diduduki di antaranya:
Pengasuh pesantren Tremas
5.1 Ubun-ubun Beliau Mengeluarkan Cahaya
Perhatian yang diberikan oleh KH. Hasan Besari kepada Raden Bagus Darso bermula saat suatu malam yang dingin, di mana waktu itu para santri Pondok Tegalsari sedang tidur pulas. Sebagaimana biasanya KH. Hasan Besari keluar untuk sekedar menjenguk anak-anak didiknya yang sedang tidur di asrama maupun di serambi masjid.
Pada waktu beliau memeriksa serambi masjid yang penuh ditiduri oleh para santri itu, tiba-tiba pandangan kiai tertumbuk pada suatu pemandangan aneh berupa cahaya yang bersinar, dalam hati beliau bertanya, apakah gerangan cahaya aneh itu. Kalau cahaya kunang tentu tidak demikian, apalagi cahaya api tentu tidak mungkin, sebab cahaya ini mempunyai kelainan. Kemudian dengan hati-hati, agar tidak sampai para santri yang sedang tidur, kiai mendekati cahaya aneh itu. Makin dekat dengan cahaya aneh tersebut keheranan kiai bertambah, sebab cahaya itu semakin menunjukkan tanda-tanda yang aneh. Dan kemudian apa yang disaksikan kiai adalah suatu pemandangan yang sungguh luar biasa, sebab cahaya itu keluar dari ubun-ubun salah satu santrinya.
Kemudian diperiksanya siapakah sesungguhnya santri yang mendapat anugerah itu.Tetapi kegelapan malam dan pandangan mata yang sudah kabur terbawa usia lanjut menyebabkan usaha beliau gagal. Namun KH. Hasan Besari tidak kehilangan akal, dengan hati-hati sekali ujung ikat kepala santri itu diikat sebagai tanda untuk mengetahui besok pagi kalau hari sudah mulai terang.
Esoknya sehabis sembahyang Subuh, para santri yang tidur di serambi masjid disuruh menghadap beliau. Setelah mereka menghadap, dipandangnya satu demi satu santri tersebut dengan tidak lupa memperhatikan ikat kepala masing-masing. Di sinilah beliau mengetahui bahwa sinar aneh yang semalam keluar dari ubun-ubun salah satu santrinya berasal dari salah satu santri muda pantai selatan (Pacitan) yang tidak lain adalah Raden Bagus Darso. Dan semenjak itu perhatian KH Hasan Besari dalam mendidik Bagus Darso semakin bertambah, sebab beliau merasa mendapat amanat untuk mendidik seorang anak yang kelak kemudian hari akan menjadi pemuka dan pemimpin umat.
6.1 Chart Geneology Guru beliau
Biografi KH. Abdul Manan Dipomenggolo
https://www.laduni.id/post/read/80638/biografi-kh-abdul-manan-dipomenggolo.html