Daftar Isi
1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
2 Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
2.2 Guru-guru Beliau
3 Penerus Beliau
3.1 Murid-murid Beliau
4 Organisasi, Karier, dan Karya
4.1 Riwayat Organisasi
4.2 Karier Beliau
4.3 Karya Beliau
5 Pemikiran KH. Abdul Moqsith Ghazali Tentang Al-Quran
5.1 Al-‘Ibrah bi al-maqāshid lā bi al-alfāzh
5.2 Jawāz naskh al-nushūsh (al-juz`iyyah) bi al-mashlaḥah
5.3 Tanqīh al-Nushūsh bi ‘Aql al-Mujtama’ Yajūzu
1.1 Lahir
KH. Abdul Moqsith Ghazali, lahir Situbondo, 07 Juni 1971 dari pasangan KH. A. Ghazali Ahmadi dan Hj. Siti Luthfiyah. Ia dididik dan dibesarkan dalam tradisi NU dan pesantren yang kuat di Madura.
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
KH. Abdul Moqsith Ghazali mengenyam pendidikan pesantren Zainul Huda, Duko Selatan, Arjasa, Sumenep, Madura. Di pesantren itulah itu beliau mulai mengenal pemikiran-pemikiran progresif, salah satunya adalah pemikiran Abdurrahman Wahid.
KH. Abdul Moqsith Ghazali merupakan alumnus pondok Pesantren Salafiyah al-Shafi’iyyah, Asembagus, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur. Pendidikan S1 diperolehnya di Fakultas Syari’ah di Institut Agama Islam Ibrahimy, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur. Pendidikan S2 ditempuhnya di UIN Syarif Hidayatullah dalam bidang tashawuf Islam dan selesai pada 1998.
Pada tahun 1999, beliau melanjutkan pendidikan S3 di perguruan tinggi yang sama di bidang tafsir Al-Quran, dan selesai pada 2007, dengan disertasi di bawah bimbingan Prof. Dr. Nasaruddin Umar dan Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer dengan judul, “Pluralitas Umat Beragama dalam Al-Quran: Kajian terhadap Ayatayat Pluralis dan Tidak Pluralis”. Disertasi KH. Abdul Moqsith Ghazali tersebut diterbitkan dengan judul Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Al-Quran pada 2009.
Selain pendidikan strata formal, beliau juga mengikuti program pengembangan wawasan keulamaan (PPWK) Lakpesdam PBNU 1995-1996, program dialog antaragama di Amerika Serikat pada Fe bruari 2004, dan mengikuti perkuliahan satu semester di Universitas Leiden, Belanda, pada 2006.
2.2 Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau sewaktu belajar menuntut ilmu adalah:
1. KH. A. Ghazali Ahmadi
2. KH. As’ad Syamsul Arifin
3. KH. Afufuddin Muhajir
3.1 Murid-murid Beliau
Murid-murid beliau di antaranya:
1. Para santri di Pesantren Zainul Huda Arjasa Sumenep Madura
2. Para Mahasiswa di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta
3. Para Mahasiswa di Universitas Paramadina
4. Para Mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1 Riwayat Organisasi
KH. Abdul Moqsith Ghazali berkecimpung berbagai organisasi di antaranya:
1. KH. Abdul Moqsith Ghazali pernah menjadi associate The Wahid Institute Jakarta bagian koordinator program Islam dan Pluralisme Wahid Institute
2. Beliau juga menjabat sebagai koordinator Jaringan Islam Liberal
3. KH. Abdul Moqsith Ghazali tunjuk sebagai wakil ketua yang membidangi persoalan maudhū’iyyah di Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdhatul Ulama (LBMNU) Jakarta, masa khidmat 20152020.
4.2 Karier Beliau
Karier KH. Abdul Moqsith Ghazali menanjak karena keilmuannya beliau, banyak posisi karier yang diduduki di antaranya:
1. Menjadi anggota tim redaksi jurnal Tashwirul Afkar
2. Pada rentang 2003-2005, beliau tercatat menjadi dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta
3. Pada tahun 2006, KH. Abdul Moqsith Ghazali menjadi dosen Agama dan Filsafat di Universitas Paramadina
4. Menjadi dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Anggota Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Huda Arjasa Sumenep Madura
6. Menjadi peneliti di Wahid Institut Jakarta
4.3 Karya-karya beliau
KH. Abdul Moqsith Ghazali dikenal sebagai penulis muda yang produktif dengan pemikiran-pemikiran yang terbilang bebas dan berani. Di antara tulisannya yang dipublikasikan adalah :
1. Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Al-Quran
2. Tafsir Ahkam, bersama Lilik Ummi Kaltsum
3. Fiqh Anti Trafiking: Jawaban atas Berbagai Kasus Kejahatan
4. Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi
5. Ibadah Ritual, Ibadah Sosial: Jalan Ke bahagiaan Dunia-Akhirat, ditulis bersama Rahmat Hidayat dan Ahmad Rifki
6. Pluralisme Agama di Era Indonesia Kontemporer
Tawaran tafsir KH. Abdul Moqsith Ghazali ini sering dilontarkan dalam berbagai kesempatan, baik dalam bentuk tulisan terpublikasi maupun dalam bentuk makalah yang dipresentasikan di forum ilmiah, berupa kaidah-kaidah ushul fiqih alternatif yang diaplikasikan dalam penafsiran Al-Quran. Berikut beberapa pemikiran Moqsith mengenai tafsir alternatif.
5.1 Al-‘Ibrah bi al-maqāshid lā bi al-alfāzh
Dalam kaidah ini KH. Abdul Moqsith Ghazali ingin menekankan bahwa hal utama yang perlu diperhatikan mujtahid dalam menyimpulkan hukum dari Al-Quran dan hadis adalah maqāshid yang dikandungnya, bukan huruf atau aksara tekstual. Menurutnya, untuk memperoleh tujuan dasar dari suatu sumber hukum adalah dengan memahami konteks secara mendalam. Bukan hanya yang Juz’i- partikular melainkan juga konteks yang kulli-universal. Sehingga, pemahaman ini bukan hanya mencakup asbab nuzul saja melainkan juga konteksnya secara luas.
5.2 Jawāz naskh al-nushūsh (al-juz`iyyah) bi al-mashlaḥah
Teori ini didasarkan pada pemahaman bahwa syariat (hukum) Islam tidak memiliki tujuan lain kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia secara universal (jalb al-maṣāliḥ), dan menghilangkan segala bentuk kerusakan (dar’ul mafāsid). Mengutip Ibnu Qayyim al-Jauzy, KH. Abdul Moqsith Ghazali mengatakan bahwa syariat Islam pada dasarnya dibangun untuk kepentingan manusia dan tujuan kemanusiaan universal lain, yaitu kemaslahatan, keadilan, kerahmatan dan kebijaksanaan. Sehingga, segala bentuk pennggalian hukum harus berdasar pada prinsip di atas. Penyimpangan terhadap prinsip ini berarti menyalahi cita-cita hukum Islam.
Dalam mengaplikasikan kaidah kemaslahatan ini, KH. Abdul Moqsith Ghazali membedakan ayat Al-Quran menjadi dua, ayat ushul (pokok) dan furu’(cabang). Pembagian ini merujuk pada klasifikasi Ibn alMuqaffa’.“al-āyāt alushūliyyah” merupakan ayatayat yang berisi ajaranajaran prinsip dan fundamen dan menjadi sandaran atau rujukan hampir seluruh ajaran Al-Quran, sehingga bersifat universal dan permanen, KH. Abdul Moqsith Ghazali mengistilahkannya dengan “al-āyāt alushūliyyah”, atau “ushūl Al-Qur`ān” (pokokpokok Al-Quran). Ayatayat ini memuat prinsip-nilai yang abadi, seperti keadilan.Ayat ini dikatakan oleh Moqsith sebagai ayat yang dari segi muatan nilainya paling tinggi (al-āyah al-a’lā qīmatan)
5.3 Tanqīh al-Nushūsh bi ‘Aql al-Mujtama’ Yajūzu
“Tanqih” secara bahasa memiliki arti menyortir. Istilah ini biasanya digunakan dalam pembahasann tentang qiyās dalam ushūl alfiqh, khususnya dalam mengidentifikasi ‘illah hukum, yaitu tanqīh almanāth (upaya memilih atau menyortir satu ‘illah dari berbagai kemungkinan illah yang tidak ditunjuki oleh teks/ nash) namun, KH. Abdul Moqsith Ghazali menggunakan istilah tanqīh untuk memilih atau menyortir teks.
Inti dasar dari ini adalah kewenangan akal publik untuk menyortir sejumlah ketentuan “partikular” agama menyangkut perkara publik baik dalam Al-Qur’an maupun Hadis sehingga, jika ditemukan suatu pertentangan antara akal publik dengan harfiah teks keagamaan, maka akal publik memiliki otoritas untuk mengedit, menyortir atau memodifikasi maknanya. Dalam pandangan Moqsith, pemahaman semacam ini terasa sangat dibutuhkan ketika berhadapan dengan ayat partikular (al-āyāt al-juz`iyyah, al-āyāt al-fushūliyyah), seperti ayat-ayat tentang ‘uqūbāt dan hudūd (seperti potong tangan dan rajam), qishāsh, dan hukum waris.
https://tafsiralquran.id/abdul-moqsith-ghazali-pengkaji-al-quran-kontemporer-dari-situbondo/
https://digilib.uinsby.ac.id/1235/6/Bab%203.pdf
https://www.laduni.id/post/read/74802/biografi-kh-abdul-moqsith-ghazali.html