Biografi KH. Abdullah Dimyathi Demak, Waliyullah Penunggang Harimau

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru Beliau

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Hijrah ke Bengkah
3.2  Awal Dakwah

4.    Karomah
5.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Kyai Dimyathi lahir sekitar tahun 1862 M. Di Bengkah, Wonosekar, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak terlahir dengan nama Abdullah Dimyathi merupakan putra ke-4 dari Raden Mas KH. Sanusi Karanggondang, Grobogan keturunan dari Kerajaan Demak.

1.2 Riwayat Keluarga
KH. Dimyathi menikah dengan seorang janda yakni Nyai Shofiyah yang berasal dari Kalikondang, Karangtengah, Demak. Pada saat menikah, Nyai Shofiyah telah dikaruniai seorang putra, yakni KH. Ali Noreh.

1.3 Wafat
KH. Abdullah Dimyathi wafat pada Sabtu wage, 26 September 1943 M atau bertepatan dengan 16 Ramadhan 1631 H.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Kyai Abdullah Dimyathi berasal dari sebuah desa kecil yang bernama Karanggondang yang terletak di sebelah barat Desa Brabo, Kabupaten Grobogan. Masa kecilnya dihabiskan untuk belajar mengaji dengan ayahandanya yakni KH. Sanusi.

Pada masa remaja Kyai Dimyathi mengembangkan wawasan keilmuannya ke Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur dan sekembalinya dari menimba ilmu di pesantren, langsung menularkan ilmunya yang didapatnya sewaktu belajar di Langitan di tanah kelahirannya yakni di Desa Karanggondang. Pada saat usia dewasa dirinya melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah Al-Mukaramah dengan menggunakan alat transportasi kapal laut dan memakan waktu berbulan-bulan serta singgah di beberapa tempat.

2.2 Guru Beliau
Raden Mas KH. Sanusi (ayah).

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Hijrah ke Bengkah
Setelah KH. Dimyathi menikah dengan Nyai Shofiyah, KH. Dimyathi langsung memboyongnya bersama putranya KH. Ali Noreh ke Karanggodang. Pada saat mukim di Karanggondang inilah KH. Dimyathi diajak oleh sahabatnya yang bernama KH. Abdul jalil yang merupakan warga Asli dusun Bengkah untuk hijrah ke desa tersebut agar menyebarkan dan mengajarkan ilmu agama.

Pada masa itu desa bengkah masih berupa hutan belantara dan rumah penduduk masih sangat sedikit, penduduknya pun masih abangan. KH. Dimyathi mengamini ajakan sahabatnya itu untuk pindah ke Desa Bengkah.
 

3.2 Awal Dakwah
Pada awal hijrah KH. Dimyathi ke Bengkah langsung membangun sebuah Masjid yang dijadikannya sebagai pusat pengajaran tentang ilmu-ilmu keislaman dan saat itu banyak santri yang datang menimba ilmu kepada KH. DimYathi. Langkah berikutnya setelah melihat santri semakin banyak maka mendirikan pesantren yang semakin lama semakin ramai dan santrinya pun berasal dari berbagai pelosok daerah.  
 

4. Karomah
KH. Dimyathi adalah seorang ulama yang bersikap zuhud, wara, sederhana, dan penuh tawakkal. KH. Dimyathi tidak pernah makan nasi akan tetapi laku riyadhah hanya makan kunir semasa hidupnya.

Di antara karomahnya adalah suatu hari ada seseorang yang ingin menguji kesaktiannya, orang tersebut berinisiatif untuk mencuri di rumah KH. Dimyathi kebetulan yang dicuri oleh orang tersebut adalah peralatan dapur seperti piring, gelas, dan sebagainya, kemudian piring-piring tersebut setelah dikemasi hendak dibawa.

Tetapi pencuri tersebut tidak kuat untuk mengangkatnya lalu pencuri tersebut mengurangi barang akan dicurinya itu berkali-kali tapi anehya dia tidak kuat juga mengangkatnya sampai keesokan harinya KH. Dimyati memanggil “Sup ke sini makan bersama-sama,” kemudian si pencuri tersebut dinasehati dengan lemah lembut oleh KH. Dimyathi.

Karomah yang kedua, KH. Dimyathi adalah seorang waliyullah yang terkenal dengan macannya. Dirinya memiliki beberapa macan (harimau) yang digunakan sebagai kendaraan saat bepergian. Banyak cerita-cerita yang mengisahkan tatkala KH. Dimyathi pergi ke Demak, Waruk, Ngroto, dan ke tempat–tempat lainnya sering menggunakan macannya tersebut.

Ada beberapa orang yang mengaku pernah diajak KH. Dimyati untuk menaiki kendaraannya tersebut. Konon ceritanya orang yang naik macan tersebut harus memejamkan mata dan tidak boleh menengok ke belakang. Ada salah seorang yang diboncengkan naik macan kemudian dia melanggar ketentuan tadi dengan menengok kebelakang akibatnya orang tersebut jatuh dan tertinggal di daerah tempat dia menengok.  

Menurut cerita orang yang pernah naik macannya KH. Dimyathi, tatkala naik terasa telinganya terkena angin ( terdengar suara uwuk, uwuk, uwuk dalam bahasa jawa) dan kakinya terkena pucuk pohon bambu. Dahulu macan tersebut acap kali muncul dan menampakkan diri, konon ceritanya ada doa khusus untuk memanggil dan mengusir macan tersebut. Doa tersebut diijazahkan kepada putranya yakni KH. Dzanuri kemudian doa tersebut oleh KH. Dzanuri diijazahkan kepada putranya bernama KH. Yai Juned, akan tetapi yang diijazahkan adalah doa untuk mengusirnya saja.

5. Referensi

  1. Bengkah.com
  2. NU Online / jateng.nu.or.id

https://www.laduni.id/post/read/517875/biografi-kh-abdullah-dimyathi-demak-waliyullah-penunggang-harimau.html