Biografi KH. Abdullah Faqih, Pengasuh Pesantren Langitan Tuban

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Menjadi Pengasuh Pesantren

4.    Teladan
5.    Referensi

1. Riwayar Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Abdullah Faqih lahir pada 2 Mei 1932 M di Widang, Tuban. Beliau merupakan putra pertama dari tiga saudara, dari pasangan KH. Rofi’i dan Nyai Khadijah. Saudara-saudara beliau di antaranya:

  1. Kyai Khozin,
  2. Kyai Hamim.

Sejak KH. Abdullah Faqih berusia 7 tahun, beliau sudah ditinggal oleh ayahnya. Semenjak ayahandanya wafat, ibunya menikah dengan KH. Abdul Hadi Zahid (Pengasuh Pondok Pesantren Langitan generasi ke-4). Kemudian sejak itu juga, saudara-saudara beliau berada di bawah bimbingan KH. Abdul Hadi Zahid.

1.2 Riwayat Keluarga
KH. Abdullah Faqih menikah dengan Nyai Khunainah putri KH. Bisri. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai 12 orang anak.

1.3 Wafat
KH. Abdullah Faqih wafat pada 29 Februari 2012 di Widang, Tuban dalam usia 79 tahun.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Ketika masih anak-anak, beliau belajar langsung kepada ayahnya, KH. Abdul Hadi Zahid. Kemudian, beliau melanjutkan belajar di Pondok Pesantren Kauman, Lasem Rembang. Di Lasem beliau belajar kepada beberapa guru, di antaranya, KH. Baidhowi, KH. Ma’shum Lasem, KH. Fathurrahman, KH. Maftuhin, KH. Manshur, dan KH. Mashduqi Lasem.

Menurut KH. Zaim Ma’shum, Pengasuh Pesantren Kauman, Lasem, Rembang, saat masih menjadi santri, kepandaian Kyai Abdullah Faqih sudah terlihat menonjol di antara santri-santri lain. Karenanya, Mbah KH. Bisri Rembang, pembina Pesantren Al-Hidayat menunjuk Kyai Abdullah Faqih muda sebagai lurah pondok.

Setelah merampngkan belajarnya di Lasem, beliau melanjutkan menimba ilmu di Pondok Pesantren Bangilan yang diasuh oleh KH. Abu Fadhol. Selain dua tempat di atas juga pernah beliau menjadi santri di Pesantren Watucongol yang diasuh oleh KH. Dalhar.

Setelah selasai, Kyai Faqih melanjutkan pendidikannya di Kota Makkah. Di sana beliau belajar kepada Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki, ayahnya Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Rupanya selama di Arab Saudi, Kyai Faqih punya hubungan khusus dengan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Buktinya, setiap kali tokoh yang amat dihormati kalangan kyai di NU itu berkunjung ke Indonesia, selalu mampir ke Pesantren Langitan.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Abdul Hadi Zahid (ayah),
  2. KH. Baidhowi,
  3. KH. Ma’shum Lasem,
  4. KH. Fathurrahman,
  5. KH. Maftuhin,
  6. KH. Manshur,
  7. KH. Mashduqi Lasem.
  8. KH. Abu Fadhol, Pondok Pesantren Bangilan,
  9. KH. DalharPesantren Watucongol,
  10. Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Menjadi Mengasuh Pesantren
KH. Abdullah Faqih merupakan Pengasuh generasi kelima yang memimpin Pesantren Langitan sejak 1971, menggantikan KH. Abdul Hadi Zahid yang meninggal dunia karena usia lanjut. KH. Faqih didampingi KH. Ahmad Marzuki Zahid, yang juga pamannya.

4. Teladan
Di mata para santrinya, Kyai Faqih adalah tokoh yang sederhana, istiqomah dan alim. Beliau tidak hanya pandai mengajar, melainkan menjadi teladan seluruh santri. Dalam shalat lima waktu misalnya, beliau selalu memimpin berjamaah. Demikian pula dalam hal kebersihan.

Meski tetap mempertahankan ke-salaf-annya, pada era Kyai Faqih inilah Pesantren Langitan lebih terbuka. Misalnya, beliau mendirikan Pusat Pelatihan Bahasa Arab, kursus komputer, mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Dalam hal penggalian dana, beliau membentuk Badan Usaha Milik Pondok berupa toko induk, kantin, dan wartel.

Lebih dari itu lagi, ayah dari 12 orang anak buah pernikahannya dengan Nyai Hj. Khunainah ini juga mengarahkan pesantrennya agar lebih dekat dengan masyarakat. Di antaranya beliau mengirim da’i ke daerah-daerah sulit di Jawa Timur dan luar Jawa. Setiap Jum’at beliau juga menginstruksikan para santrinya Shalat Jum’at di kampung-kampung. Lalu membuka pengajian umum di pesantren yang diikuti masyarakat luas.

Dalam hubungan dengan pemerintah Orde Baru, Kyai Faqih sangat hati-hati. Meski tetap menjaga hubungan baik, beliau tidak mau terlalu dekat dengan penguasa, apalagi menengadahkan tangan minta bantuan, sekalipun untuk kepentingan pesantrennya. Bahkan, tak jarang, beliau menolak bantuan pejabat atau siapapun, bila beliau melihat di balik bantuan itu ada maunya. Mungkin, karena inilah perkembangan pembangunan fisik Langitan termasuk biasa-biasa saja.

Moeslimin Nasoetion, saat menjabat Menteri Kehutanan dan Perkebunan dan berkunjung ke Langitan pernah berucap, “Saya heran melihat sosok Kyai Abdullah Faqih. Kenapa tidak mau membangun rumah dan pondoknya? Padahal, jika mau, tidak sedikit yang mau memberikan sumbangan.”

Tetapi bila terpaksa menerima, kata Effendy Choirie, “bantuan itu akan dimanfaatkan fasilitas umum di mana masyarakat juga turut menikmatinya”. Kyai Faqih, kata Choirie, juga tidak pernah mengundang para pejabat bila pesantrennya atau dirinya punya hajat. “Tetapi kalau didatangi, beliau akan menerima dengan tangan terbuka”.

Di mata anggota DPR ini, Kyai Faqih adalah sosok yang berpikir jernih dan sangat hati-hati dalam setiap hendak melangkah atau mengambil keputusan. Pernah pada suatu kesempatan, Gus Dur ingin sowan (menghadap) ke Langitan. Demi menghindari munculnya spekulasi yang macam-macam, apalagi saat itu menjelang pemilihan presiden, Kyai Faqih menolak. Justru dbeliaulah yang menemui Gus Dur di Jombang, saat Gus Dur berziarah ke makam kakeknya.

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: langitan.net

Artikel ini sebelumnya dibuat pada tanggal 31 Maret 2021 dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 29 Februari 2024

https://www.laduni.id/post/read/58581/biografi-kh-abdullah-faqih-pengasuh-pesantren-langitan-tuban.html