Daftar Isi Profil KH. Achmad Masduqi Machfudz
- Kelahiran
- Wafat
- Pendidikan
- Mendirikan Pesantren
- Aktif di Organisasi
- Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)
- Teladan
Kelahiran
KH. Achmad Masduqi Machfudz lahir pada 1 Juli 1935 M, di Desa Saripan, (Syarifan) Jepara, Jawa Tengah. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Machfudz dan Nyai Chafsoh.
Nasab beliau dari jalur ibu masih garis keturunan waliyullah Syekh Abdullah al-Asyik bin Muhammad yakni Jagabaya dari kerajaan Mataram.
Wafat
Dalam perjalanan dakwahnya, beliau mendapati rintangan dan hambatan yang luar biasa. Namun, semua itu beliau hadapi dengan sabar dan tegas. Totalitas beliau sebagai aktifis NU tentu sudah tidak diragukan lagi. Hingga pada masanya, beliau juga dipercaya sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Beliau wafat pada hari Sabtu tanggal 1 Maret 2014 M./28 Rabi’ul Akhir 1434 H. di usia 78 tahun setelah dirawat beberapa hari di RS. Saiful Anwar, Malang.
Pendidikan
Masduqi kecil tumbuh menjadi pribadi santri. Ayahnya sendiri tidak pernah menghendaki beliau belajar di sekolah umum. Cukup di pesantren saja.
Larangan ini tidak mematahkan niat Kiai Masduqi untuk mempelajari berbagai macam ilmu. Dengan semangat, beliau bersekolah di pesantren dan sekolah umum dengan biaya sendiri. Beliau memperoleh uang dari hasil berjualan sabun atau kebutuhan lain yang beliau jual dengan berkeliling kampung. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.
Sejak berusia lima tahun, beliau sudah disekolahkan di Madrasah Ibtida’iyah di kampungnya. Sekolah itu terkenal dengan nama Sekolah Arab karena memang semua pelajaran yang diajarkan menggunakan bahasa Arab selama lima tahun (1939-1944), kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Jepara. Kurang lebih selama delapan tahun (1945–1953) diajar oleh KH. Abdur Rosyid Jepara, Tidak puas sampai di situ, beliau kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Krapyak selama tiga tahun diasuh KH. R. Abdullah Affandi
Dalam menempuh pendidikan formal, beliau telah lulus dari Sekolah Rakyat di Jepara (1942-1948), SMP di Jepara (1950-1953), dan Sekolah Guru Hakim Agama (SGHA) di Yogyakarta (1953-1957).
Pada tahun 1962, beliau mengikuti tes ujian masuk Institut Agama Islam Negeri. Dalam tes tersebut, beliau dinyatakan lulus di fakultas Tarbiyah. Adapun untuk pilihan lokasi kuliah, beliau memilih kota Malang yang merupakan anak cabang dari IAIN Surabaya.
Beberapa kali pindah tempat dan rumah, akhirnya beliau menemukan rumah yang sangat strategis karena berdekatan dengan masjid. Suatu ketika kiai yang biasa memberi pengajian berhalangan hadir. Masyarakat sekitar bersepakat menunjuk Kiai Masduqi sebagai gantinya. Mulai itulah nama beliau dikenal sebagai intlektual muda.
Di kalangan kampus beliau terkenal sebagai orang yang mumpuni dalam membaca kitab. Sejak semester satu, beliau telah menjadi asisten dosen KH. Oesman Manshoer dengan mata kuliah Bahasa Arab dan Akhlak, hingga akhirnya beliau diangkat menjadi dosen dari tahun 1991 hingga tahun 1996. Beliau melengkapi hari-harinya dengan mengajar mengaji di daerah-daerah sekitar Malang. Dan pada tahun 1975-1977, di IAIN Sunan Ampel Malang beliau selesai menyelesaikan program doktoral.
Mendirikan Pesantren
Keluasan ilmu yang sudah diakui oleh masyarakat sekitar dan masyhurnya beliau sebagai pakar dalam bidang bahasa membuat banyak mahasiswa ingin belajar kepada beliau. Akhirnya, beliau membangun pesantren dengan landasan agar bisa lebih konsisten dan fokus dalam mengajar mahasiswa. Beliau memilih daerah Mergosono, Malang, sebagai lokasi pendirian pesantren.
Pada mulanya, para mahasiswa yang mengaji kepada beliau berangkat dari tempat tinggal masing-masing. Ada pula sebagian yang mencari kos dekat kediaman beliau. Lambat laun KH. Ahmad Masduqi Mahfudz membeli beberapa petak tanah di sekitar rumah untuk tempat tinggal para santri yang setiap tahun kian bertambah. Perlahan tapi pasti, akhirnya berdiri sebuah pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda.
Aktif di Organisasi
Sejak menempuh sekolah di SGHA Yogyakarta, beliau telah aktif dalam berbagai organisasi. Salah satunya adalah Organisai Gerakan Pemuda Anshor (GP Ansor) yang dengan keuletan dan kegigihannya, beliau akhirnya terpilih sebagai ketua cabang GP Ansor periode tahun 1954-1957. Selain aktif di GP Ansor, beliau juga telah berdakwah ke berbagai daerah hingga lulus dari SGHA pada tahun 1957. Padahal, umur beliau pada waktu itu masih berkisar 22 tahun.
Setelah lulus dari SGHA, beliau menikah kemudian mendapat amanat untuk berdakwah di Kalimantan Timur. Tepatnya di daerah Tanjung Selor, suatu daerah yang masih minim penduduk. Sebelum itu, sebenarnya beliau mendapat tawaran untuk melanjutkan studi ke Mesir, namun dengan berbagai pertimbangan beliau mengurungkannya.
Perjalanan dakwah di Tanjung Selor terhitung singkat karena setelahnya beliau pindah ke Daerah Tunggulangin, Tarakan. Di sini beliau ditugasi menjadi guru SD dan SMP. Siang hari, beliau mengajar, sementara malamnya, beliau menggelar pengajian bagi masyarakat sekitar dan kursus guru. Di kawasan ini, pengetahuan agama masyarakat sangat minim. Mereka masih menganut kepercayaan nenek moyang, sehingga banyak sekali orang menentang dan menghalangi dakwahnya. Namun demikian, semua itu beliau hadapi dengan sabar dan teguh, hingga akhirnya masyarakat bisa menerima beliau sepenuhnya. Bahkan, beliau adalah orang pertama yang khutbahnya di terima masyarakat Tarakan.
Setelah berhasil berdakwah di daerah Tarakan, beliau melanjutkan dakwahnya di daerah Samarinda pada tahun 1959. Saat itu, beliau berumur 24 tahun dan mempunyai seorang anak bernama Musoddaqul Umam. Hijrahnya beliau ke Samarinda didasari oleh kejadian tidak terduga, yakni saat beliau bepergian dengan naik kapal laut milik Gubernur Samarinda. Di perjalanan tersebut, tiba-tiba badai muncul sampai-sampai membuat semua penumpang panik. Dalam keadaan seperti inilah, tiba-tiba Masduqi muda naik ke bagian atas kapal dan berdo’a. Atas kehendak Alllah Swt. badai tersebut mendadak berhenti dan cuaca kembali seperti semula.
Mendengar kejadian di kapal tersebut, salah seorang awak kapal melaporkannya kepada gubernur. Seketika itu beliau diundang oleh Bapak Gubernur sebagai rasa terima kasih. Setelah mengadakan ramah tamah, Bapak Gubernur memberikan rekomendasi kepada beliau untuk mengajar di PGA (Pendidikan Guru Agama) di Samarinda dengan materi Bahasa Arab yang terdiri dari Nahwu, Shorof, dan Tajwid. Di sana beliau mengajar dari tahun 1959 sampai 1961.
Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)
KH. Achmad Masduqi Machfudz adalah sosok kiai yang pernah menjabat sebagai Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Teladan
KH. Achmad Masduqi Machfudz dikenal sebagai ulama’ yang sederhana. Beliau juga dikenal sebagai pribadi yang tegas dan dermawan. Dalam kehidupannya, beliau menanamkan prinsip “Kalau kita sudah meraih berbagai macam ilmu terlebih ilmu agama, maka kebahagiaan yang akan kita capai tidak saja kebahagiaan akhirat, akan tetapi kebahagiaan duniapun akan teraih.
https://www.laduni.id/post/read/55714/biografi-kh-achmad-masduqi-machfudz.html