Daftar Isi Biografi KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan, Blitar
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Nasab
1.4 Wafat
2. Sanad Keilmuan
2.1 Perjalanan Menuntut Ilmu
2.2 Guru-guru
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4. Rumah sebagai Tempat Diskusi Ulama Blitar
5. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. Ahmad Dasuqi lahir di Dusun Manukan, Pojok Garum, Blitar, tahun 1845, putra dari Kyai Marto Sentono bin Kyai Imam Tobroni.
1.2 Riwayat Keluarga
Dari buah pernikahannya, Beliau dikaruniai keturunan sebagai berikut
- KH. Zainuddin (Menantu dari KH. Ridwan, pendiri Pondok Pesantren Karangsono, Kanigoro, Blitar).
- KH. Bakri Pakel
- KH. Oestman Buntu, Tlogo
- KH. Muhyiddin Tanggung, Garum
1.3 Nasab KH. Ahmad Dasuki Sekardangan, Blitar
Di dalam versi ini dinyatakan bahwa Kyai Imam Tobroni masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Kyai Buyut Abu Nangim Fathullah (Raden Sutro Menggolo) yang dimakamkan di daerah Lodoyo, Blitar yang merupakan saudara kandung Kyai Raden Ragil Siddiq atau Eyang Siddiq yang dimakamkan dalam komplek Makam Sentono, Lodoyo, Blitar Selatan. Dalam versi ini bisa dijelaskan bahwa silsilah nasab KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan, Kanigoro, Blitar bila diruntut ke atas sebagai berikut:
- Sunan Tembayat, berputra:
- Panembahan Jiwo, berputra:
- Panembahan Minangkabo, berputra:
- Panembahanan Masjid Wetan, berputra:
- Pangeran Wuragil, berputra:
- Raden Ragil Sedo Komuk, berputra:
- Raden Ragil Siddiq, berputra:
- Raden Donowijoyo, berputra:
- Mbok Martowati Istri Kyai Imam Tobroni, berputra:
- Kyai Marto Sentono, berputra:
- KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan.
Sementara dalam versi lain, Kyai Ahmad Dasuqi mempunyai pertalian nasab ke atas dengan Pangeran Sawunggaling atau Raden Sawunggaling. Tidak diketahui secara pasti, apakah penarikan silsilah tersebut dari nenek moyang KH. Ahmad Dasuqi dari pihak perempuan atau laki-laki atau mungkin ada perpaduan silsilah nasab antara keturunan Raden Sawunggaling dengan keturunan Sunan Tembayat. Ini merupakan salah satu versi yang pernah diungkapkan oleh Kyai Zainuddin, Sekardangan, Kanigoro, Blitar yang diperoleh dari informasi-informasi leluhurnya ke atas.
1.4 Wafat
KH. Ahmad Dasuqi diperkirakan meninggal pada tahun 1970 dan dimakamkan di “Pesarean Umum Dusun Sekardangan”. Di pemakaman tersebut banyak para Kyai atau ulama dan para tokoh yang dimakamkan antara lain:
- KH. Abdurrahman salah satu putra KH. Abu Yamin [seorang yang “mbabat” dusun Sekardangan bagian Tengah, sebelah Barat].
- Kyai Raden Tirto Sentono (salah satu tokoh yang “mbabat” dusun Sekardangan bagian Tengah, sebelah Timur).
- KH. Hasyim (salah satu cucu KH. Abu Yamin).
- Kyai Hasan Thohiran (salah satu teman perjuangan KH. Imam Fakih dalam mendirikan Pondok Pesantren Miftahul Huda pada tahun 1900 masehi dan Masjid Baitul Makmur pada tahun 1903 masehi. Beliau merupakan keponakan KH. Imam Fakih, yang keduanya berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah).
- KH. Mahrus Yunus (Pendiri Pesantren Sunan Pandanaran Sekardangan
- KH. Maulan (ahli ilmu hisab dan fikih madzhab empat serta ulama yang terkenal dengan suara merdu ketika melantunkan Shalawat Hadrah ISHARI).
- KH. Zainuddin (putra KH. Abu Yamin [salah satu ulama yang “mbabat” dusun Sekardangan bagian Tengah, sebelah Barat]).
- Nyai Siti Maryam (istri dari KH. Barnawi [salah satu menantu KH. Abu Yamin dan yang “mbabat” dusun Sekardangan bagian Selatan]).
- KH. Barnawi merupakan ulama pertama yang mendirikan tempat ibadah berupa “langgar/musholla” di dusun Sekardangan bagian Selatan.
- Serta para Kyai atau ulama lain pada generasi berikutnya antara lain: Kyai Imam Rokhani, Kyai Muhammad Irjaz, Kyai Zainuddin, KH. Ahmad Damiri, dan lain-lainnya.
2 Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Perjalanan Menuntut Ilmu
KH. Ahmad Dasuqi pertama kali menempuh ilmu kepada ayah dan ibunya, yakni Kyai Marto Sentono dan Nyai Marto Sentono di Manukan, Garum, Blitar. Kemudian setelah Ahmad Dasuqi menginjak remaja, “mondok” di Pesantren Kebonsari, Garum, Blitar yang diasuh oleh KH. Abdurrahman. Tidak lama setelah itu Kyai Abdurrahman wafat dan meninggalkan putra-putri yang masih kecil-kecil. Ahmad Dasuqi remajalah yang pada saat itu “ngemong/merawat” putra-putrinya antara lain:
- KH. Hadin Mahdi (Mursyid dan Muqaddam Thariqah Tijaniyah, Tulungsari, Garum, Blitar)
- KH. Malak ( [Kebonsari, Garum, Blitar])
- KH. Ridwan (Kebonsari, Garum, Blitar).
- Kyai Busro (termasuk Kyai yang “nyleneh/khariqul adat”), di Ploso, Pakel, Blitar dan lain-lain.
Setelah Ahmad Dasuqi merasa cukup berada di Pondok Pesantren Kebonsari, Garum, Blitar, kemudian melakukan perjalanan menuntut ilmu pengetahuan agama kepada Kyai Abu Darda’ pengasuh Pondok Pesantren Papungan, Kanigoro, Blitar, di dekat atau sebelah Utara Makam Desa Papungan dan Gaprang yang merupakan salah satu pesantren tertua di desa Papungan, Kanigoro, Blitar.
Di pondok tersebut Ahmad Dasuqi menimba ilmu pengetahuan agama Islam dan di sela-sela waktu dia juga menimba ilmu “Aqa’id Lima Puluh/Ilmu Tauhid” kepada seorang guru yang sampai akhir hayatnya selalu dia ikuti, yakni KH. Muhammad Sholeh Kuningan, Kanigoro, Blitar yang merupakan putra Kyai Abu Mansyur Kuningan dan cucu Abu Hasan Kuningan.
2.2 Guru-guru KH. Ahmad Dasuki Sekardangan, Blitar
- Kyai Marto Sentono
- KH. Abdurrahman, pengasuh Pondok Pesantren Kebonsari Garum Blitar
- Kyai Abu Darda’ pengasuh Pondok Pesantren Papungan, Kanigoro, Blitar
- KH. Muhammad Sholeh Kuningan, Kanigoro, Blitar
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Untuk menghidupi dirinya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan “mondok”, maka pada siang hari Ahmad Dasuqi bekerja sebagai “pencari rumput” untuk sapi-sapi milik KH. Zainuddin bin Abu Yamin Sekardangan.
Oleh karena ketekunan dan kemampuan KH. Ahmad Dasuqi di bidang ilmu pengetahuan agama Islam dan disiplin ilmu-ilmu lain, akhirnya kyai Zainuddin bin Abu Yamin tertarik hati untuk mengambil menantu Ahmad Dasuqi tersebut.
Sejak Ahmad Dasuqi diambil menantu oleh Kyai Zainuddin bin Abu Yamin tersebut, maka dia mulai hidup di Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Diceritakan bahwa semenjak Ahmad Dasuqi berada di Sekardangan, maka rumah atau kediaman Ahmad Dasuqi yang saat itu masih terbuat dari “gedheg” (anyaman bambu) dan masih dengan atap “blarak” (daun pohon kelapa) sering menjadi “jujugan” KH. Muhammad Sholeh Kuningan ketika mengadakan kajian-kajian ilmu “Aqa’id Lima Puluh/Ilmu Tauhid” di Sekardangan.
Diceritakan pula oleh Kyai Zainuddin bahwa KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan merupakan pimpinan “Halaqah Pengajian Aqa’id Lima Puluh” di dusun Sekardangan, yang dibentuk oleh KH. Muhammad Sholeh Kuningan dari beberapa halaqah lainnya.
Kyai Zainuddin menyatakan bahwa pernah suatu hari KH. Muhammad Sholeh Kuningan ke rumah salah satu murid/santri kinasihnya, yakni KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan. Pada saat itu KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan ingin menjamu gurunya tersebut dengan hidangan yang terbaik. Namun apa yang bisa diandalkan, sebab pada saat itu yang ada dirumah hanya nasi putih saja dan tidak ada lauk-pauknya. Sementara untuk membeli lauk-pauk pun, KH. Ahmad Dasuqi sama sekali tidak memiliki uang.
Dalam keadaan seperti itu, KH. Ahmad Dasuqi sangat gelisah sekali. Ketika KH. Muhammad Sholeh Kuningan melihat muridnya tersebut merasa resah, lalu dia bertanya. KH. Ahmad Dasuqi lalu menjawab apa yang ditanyakan KH. Muhammad Sholeh tersebut apa adanya. Setelah tahu akan hal tersebut, lalu KH. Muhammad Sholeh bergegas ke teras depan rumah dan meremas-remas atap yang terbuat dari “blarak” di teras. Tiba-tiba saja, “blarak” yang diremas-remas KH. Muhammad Sholeh Kuningan tersebut berupah menjadi “srundeng” (semacam abon yang biasanya terbuat dari parutan buah kelapa dan digoreng beserta bumbu-bumbunya). Lalu “srundeng” tersebut diberikan kepada KH. Muhammad Dasuqi Sekardangan untuk makan bersama-sama.
4. Rumah KH. Ahmad Dasuqi sebagai Tempat Diskusi Ulama Blitar
Rumah atau kediaman KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan, Kanigoro, Blitar menjadi “jujugan” sebagai tempat diskusi ilmu-ilmu agama Islam para ulama atau Kyai. Di antara Kyai-Kyai yang merupakan guru atau kawan KH. Ahmad Dasuqi yang sering berkunjung ke rumah beliau antara lain:
- KH. Muhammad Sholeh Kuningan: merupakan guru ilmu tauhid KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan yang kemanapun pergi selalu dia ikuti. Bahkan di rumah KH. Ahmad Dasuqi inilah KH. Muhammad Sholeh Kuningan pernah meramalkan bahwa ilmu tauhid beliau nantinya akan diteruskan oleh KH. Sibaweh Baqhowi pendiri Pondok Pesantren Al-Muslihuuun, Tlogo, Kanigoro, Blitar, kemudian akan berpindah ke Sekardangan kepada generasi KH. Imam Mahdi, yang merupakan cucu dari KH. Muhammad Sholeh Kuningan. Ternyata apa yang diramalkan KH. Muhammad Sholeh menjadi kenyataan bahwa ilmu tauhid yang dia ajarkan diteruskan oleh KH. Sibaweh Baghowi Tlogo, kemudian diteruskan oleh KH. Imam Mahdi Sekardangan, dan setelah itu tidak ada generasi yang meneruskan atau mungkin malah berhenti di Sekardangan hingga sekarang. Wallahua’lam.
- KH. Imam Fakih Sekardangan: KH. Imam Fakih merupakan ulama yang “cikal bakal” Pondok Pesantren Miftahul Huda dan Masjid Baitul Makmur di dusun Sekardangan. Beliau merupakan ulama yang alim ilmu fikih dan sering berdiskusi ilmu-ilmu tauhid dengan KH. Ahmad Dasuqi. Dan ketepatan rumah kedua ulama tersebut hanya berjarak kurang lebih 100 meter. Keduanya biasa saling tukar pikiran mengenai disiplin-disiplin ilmu yang mereka geluti masing-masing.
- KH. Shobiri Sekardangan: yakni ketika KH. Shobiri (Pikatan, Wonodadi, Blitar) diambil menantu oleh KH. Imam Fakih Sekardangan, beliau seringkali diskusi dengan KH. Ahmad DasuqiPerlu diketahui bahwa KH. Imam Fakih merupakan ulama ahli fikih yang sangat keras sekali. Bahkan dia memberi fatwa haram terhadap rokok. Namun KH. Shobiri yang merupakan menantu KH. Imam Fakih merupakan orang yang sangat suka sekali dengan rokok (istilah Jawa: “nyepur lek ngrokok”). KH. Shobiri sangat suka sekali diskusi dengan KH. Ahmad Dasuqi , di kediaman KH. Ahmad Dasuqi inilah Shobiri muda sering menghabiskan rokok cerutunya sambil berdiskusi ilmu-ilmu tauhid.
- KH. Imam Mahdi Sekardangan: merupakan generasi penerus ilmu tauhid KH. Muhammad Sholeh yang sering berkunjung ke rumah KH. Ahmad Dasuqi untuk berdiskusi masalah ilmu tauhid/aqa’id lima puluh. KH. Imam Mahdi muda murid KH. Sibaweh Baghowi Tlogo ini sering mengajak diskusi ilmu tauhid/ilmu aqa’id dengan KH. Ahmad Dasuqi [yang merupakan santri setia KH. Muhammad Sholeh Kuningan hingga akhir hayatnya].
- KH. Muhammad Ma’roef Sukorejo, Blitar: KH. Muhammad Ma’roef, pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin, Sukorejo, Blitar merupakan teman akrab KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan. Pada masa hidupnya, KH. Muhammad Ma’roef Sukorejo, Kota Blitar sering berkunjung kerumah KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan hanya untuk berdiskusi masalah ilmu tauhid/ilmu aqa’id lima puluh. Hal ini sering diceritakan oleh Kyai Zainuddin, Kyai Bakri Pakel, Kyai Oestman Buntu, Tlogo, dan Kyai Muhyiddin Tanggung, Garum yang kesemuanya merupakan putra dari KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan.
- KH. Ridwan Karangsono, Kanigoro, Blitar: KH. Ridwan pendiri Pondok Pesantren Karangsono, Kanigoro, Blitar ini disamping kawan akrab KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan juga merupakan “besan”-nya. Yakni ketika putri KH. Ridwan Karangsono yang bernama Nyai Siti Rohmah dinikahkan dengan Kyai Zainuddin putra KH. Ahmad Dasuqi Sekardangan. Ada sebuah kisah menarik ketika KH. Ridwan ingin mengambil menantu Zainuddin muda. Pada saat itu KH. Ridwan sering dimarahi oleh KH. Ahmad Dasuqi. Saat itu KH. Ridwan bertanya pada KH. Ahmad Dasuqi mengenai hari baik untuk melangsungkan pernikahan Zainuddin muda dengan Siti Rohmah. Ketika itu KH. Ahmad Dasuqi menyatakan bahwa semua hari adalah baik untuk melangsungkan pernikahan, pokok tidak memakai hari yang sudah lewat.
- KH. Nasruddin Sekardangan: KH. Nasruddin merupakan ulama ahli tasawwuf di Sekardangan yang mengikuti Tariqah Wahidiyyah dan Tariqah Jazuliyyah. Beliau merupakan kakak dari KH. Imam Mahdi Sekardangan.
- KH. Maulana Sekardangan: KH. Maulana Sekardangan merupakan ulama ahli ilmu hisab dan ilmu fikih madzhab empat yang juga sering melakukan diskusi keagamaan dengan KH. Ahmad Dasuqi. Beliau merupakan keturunan Kyai Raden Tirto
5. Referensi
Disadur dari tulisan Arif Muzayin Shofwan, Peneliti dan Sarkub Blitar
https://www.laduni.id/post/read/517225/biografi-kh-ahmad-dasuqi-sekardangan-blitar.html