Biografi KH. Asmoeni Iskandar, Pendiri PERPENO (Persatoean Peladjar Nahdlatoel Oelama)

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru Beliau

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mendirikan PERPENO
3.2  Mendirikan Madrasah
3.3  Peran di Nahdlatul Ulama
3.4  Menjadi Kepada Desa

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Asmoeni Iskandar lahir pada tanggal 5 Agustus 1933 di Dusun Pucanganom, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Beliau merupakan putra dari pasangan H. Iskandar Munsyarif dan Hj. Aminatun.

1.2 Wafat
KH. Asmoeni Iskandar wafat di usia 72 tahun, pada Hari Kamis, 9 Desember 2004, pukul 15.00 WIB. Jenazah beliau dimakamkan di Kompleks Pemakaman Dusun Mantren, Desa Tengger Kidul, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Masa remaja KH. Asmoeni Iskandar diisi dengan menempuh pendidikan formal Sekolah Rakyat. Kemudian dilanjutkan dengan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan juga menjadi santri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo Kediri yang saat itu masih diasuh oleh KH. Abdul Karim.

2.2 Guru Beliau
KH. Abdul Karim.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Mendirikan PERPENO
Saat awal mendirikan PERPENO, pada tanggal 13 Juni 1953, KH. Asmoeni Iskandar masih aktif sebagai santri di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in Liboyo, Kediri.

Tidak sampai setahun, PERPENO yang dirintisnya kemudian ikut melebur ke dalam IPNU, seiring dengan diresmikannya pendirian IPNU. KH. Asmoeni pun kemudian ikut menjadi bagian dari pertemuan Konferensi Panca Daerah (Konferensi Segi Lima) pada 30 April-1 Mei 1954 M.

Pertemuan yang diikuti perwakilan dari lima daerah, yakni Yogyakarta, Solo, Semarang, Jombang, dan Kediri ini sebagai tindak lanjut setelah disahkannya pendirian IPNU tanggal 24 Februari 1954 M. pada Konferensi Nahdlatul Ulama Ma’arif di Semarang.

Selain KH. Asmoeni Iskandar, beberapa tokoh perwakilan yang hadir dan kemudian dikenal sebagai Tokoh Angkatan ’54 yaitu KH. Moh. Tolchah Mansoer, KH. M. Djamhari AS, KH. Ach. Alfatih AR (Yogyakarta), KH. M. Shufyan Cholil, KH. Sochib Bisri (Jombang), KH. Mustahal Ahmad (Solo) dan KH. Abdul Ghony Farida (Semarang), KH. Abdul Chaq, dan nama-nama tokoh lainnya.

3.2 Mendirikan Madrasah
Usai berjuang di IPNU, KH. Asmoeni Iskandar tetap meneruskan perjuangannya di dunia pendidikan dan dakwah. Pada tahun 1961 M. beliau mendirikan Madrasah Diniyah Salafiyah Syafi’yah, yang sekarang dikenal menjadi Madrasah Ibtida’iyah “Diponegoro” Pucanganom Sukorejo Gurah.

Pada tahun 1967 M. beliau bersama para Kyai dan tokoh NU lainnya se-Kecamatan Gurah mendirikan Yayasan Pendidikan “Sunan Gunung Jati” Gurah, Kediri. Lembaga ini terus berkembang pesat, yang pada awalnya hanya lembaga Pendidikan Guru Agama, sekarang menjadi 3 lembaga pendidikan, yakni Madrasah Diniyah, Madrasah Tsnawiyah, dan Madrasah Aliyah.

3.3 Peran di Nahdlatul Ulama
Ada yang menarik, bahwa jabatan kepala desa yang KH. Asmoeni Iskandar emban, tak menyurutkan langkahnya dalam berjuang bersama Nahdlatul Ulama. Tercatat dalam perjalanan hidupnya, bahwa beliau pernah aktif di Nahdlatul Ulama mulai dari tingkatan ranting hingga cabang.

Pengakuan luar biasa pernah disampaikan oleh salah satu kadernya. “Kami sebagai putra beliau sangat bangga atas perjuangannya dalam masyarakat dan terutama perjuangan beliau dalam kepengurusan NU. Apalagi pada masa Orde Baru, di mana seorang kepala desa dalam tanda kutip tidak boleh aktif dalam organisasi NU, akan tetapi beliau tetap gigih dalam mengabdi di organisasi Nahdlatul Ulama,” tutur Ibnu, kader muda NU.

Secara umum, KH. Asmoeni Iskandar dan para pendiri IPNU telah memberikan sebuah kontribusi penting, dengan mendirikan sebuah organisasi pelajar NU, yang keberadaan dan manfaatnya masih bisa kita saksikan dan rasakan hingga saat ini.
 

3.4 Menjadi Kepala Desa
Pada tahun 1967, KH. Asmoeni Iskandar diberikan kepercayaan dan tugas oleh KH. Machrus Aly Lirboyo, Kediri, untuk berjuang dan mengabdi di masyarakat menjadi Kepala Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Saat itu beliau dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin bahkan hingga 20 tahun lebih (1967-1990).

Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 05 Agustus 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 09 Desember 2023.

https://www.laduni.id/post/read/71138/biografi-kh-asmoeni-iskandar-pendiri-perpeno-persatoean-peladjar-nahdlatoel-oelama.html