Biografi KH. Muhammad Ilyas (Mamah Cibitung), Muasis Pesantren Sukamanah

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3 Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus Beliau
3.1  Anak-anak
3.2  Murid-murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Mendirikan Pesantren
4.2  Karier Beliau

5.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
 KH. Muhammad Ilyas merupakan merupakan seorang ulama yang pernah belajar di Mekkah bersama dengan ayahnya KH. Fakhruddin Assalafiyah Batujajar. Beliau lahir di Lembur Gede Cibitung pada tahun 1836 M. Ulama yang akrab dipanggil dengan nama Mama Haji Ilyas ini merupakan keturunan ulama dari Bogor.

Beliau adalah putra dari Mama KH. Ali Lembur Gede Cibitung bin Embah Rahya Bogor Bin Hamdan Bogor yang berasal dari keturunan Dalem Sawidak Sukapura Singaparna Tasikmalaya. Nasab Ibu Hj. Khodimah Cibitung binti Embah Bale Cibitung bin Embah Raden Adulloh berasal Dari keturunan Dalem Sawidak Sukapura Singaparna Tasikmalaya.

1.2 Wafat
Beliau dipanggil Rahmatullahi tahun 1953 pada usia 117 tahun.

1.3 Riwayat Keluarga
Beliau menikah dengan Wastijah yang merupakan salah seorang putri Mama KH. Husen Pasir Gombong Cibitung pada tahun 1871.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
KH. Ilyas memiliki spesialisasi ilmu keagamaan dalam bidang tasawuf, nahwu, sharaf, dan fiqh. Sepulangnya dari Mekkah, beliau kemudian kembali belajar pada Mama KH. Yasin Sodong Cianjur dan kemudian di tugaskan untuk mengajar di Pesantrennya di Sodong Cianjur selama satu tahun, setelah itu kemudian beliau di suruh untuk mukim dan Awalnya beliau bermukim bersama ayahnya di Lembur Gede Cibitung, namun selama bermukim hati beliau selalu gundah tanpa diketahui penyebabnya.

Keinginan untuk berguru kepada Syekh Kholil Bangkalan, di perjalanan selama 3 tahun dari perjalanan ke Bangkalan, Madura. Berpisah dengan ibu rama setelah 25 tahun. Sehingga beliau lupa bagaimana rupa dan nama ayah dan ibunya, bagaimana nama dan keadaan kampungnya, yang masih ingat hanyalah bahwa ayahnya mempuanyai pesantren.

Demikian pula ternyata ibu dan ayahanda beliaupun sudah lupa bagaimana rupa anaknya. Maka ketika pulang dari Madura, beliau hanya mencari pesantren di tempat yang jalan dan keadaannya dikira-kirakan. Akhirnya menemukan sebuah pesantren, beliau memohon izin kepada Ajengannya untuk ikut mondok di pesantren tersebut. Ternyata ajengan tersebut tidak lain adalah ayahanda beliau.

2.2 Guru-Guru:

  1. Mama KH. Ali ( Ayahanda Beliau)
  2. Mama KH. Husen ( Mertua Beliau)
  3. Mama KH. Yasin Sodong Cianjur
  4. Mama KH. Shoheh Bunikasih Cianjur
  5. Mama KH. Said Cipadang Gentur Cianjur
  6. Mama KH. Epeng Sadang Bandung
  7. Mama KH. Sholeh Benda Kerep Cirebon
  8. Mama KH. Mansyur Cimanggu Ciawi Tasikmalaya
  9. Mama Cimuncang Panjalu Ciamis
  10. Mama KH. Shobari Cikalong Cianjur
  11. Mama KH. Yahya Bantani
  12. Syekh Cholil Bangkalan Madura

3. Penerus Perjuangan Ilmu Beliau di antaranya:

3.1 Anak beliau:
KH. Abdul Fatah

3.2 Murid-murid Beliau

  1. KH. Ahmad Dimyati atau yang lebih dikenal dengan Mama Mafazah
  2. KH. Ahmad Syubani bin Husen (Mama Gelar)
  3. KH. Asep Burhanudin(Pondok Pesantren Darul Falah Cihampelas)

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Masyarakat di daerah Sukamanah, Gunung Halu telah mengenal Islam sejak pertengahan Abad ke-19. Namun, saat itu persoalan ketauhidan belum begitu tertanam kokoh di masyarakat, karena dalam menjalankan ajaran Islam masih tercampur dengan dengan paham lokal yang diwarnai dengan aroma mejik dan perdukunan.

Karena hal inilah muncul anggapan bahwa pada zaman dahulu pendidikan di pesantren-pesantren tidak begitu fokus terhadap pengkajian ilmu-ilmu
agama. Sekalipun ada pengkajian ke-Islam-an hanya terbatas pada jampe-jampe (do’a yang tidak berlandaskan hadis). Selain itu, para santri lebih fokus untuk mempelajari ilmu-ilmu kebatinan dan ilmu kanuragan.

Dalam setiap momen yang berkaitan dengan spiritualitas, mereka masih belum yakin tanpa adanya wasilah yang bisa langsung berinteraksi dengan mereka sehingga, mereka masih mempertahankan praktek upacara-upacara trdisional, pembacaan jampe-jampe dan pemujaan pada benda pusaka dan perkakas keramat yang telah diwariskan oleh orang tua mereka.

Mama terkenal dengan kegigihannya dalam berdakwah sehingga sudah menjadi kebiasaan sepulangnya dari kebun beliau selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah warga yang beliau anggap masih memiliki kepercayaan terhadap perkara tahayul.

Dengan alasan numpang untuk melaksanakan shalat dzuhur beliau selalu sengaja membuka dakwah dengan cara berkunjung rumah-kerumah (door to door) baik yang berada di kampung tempat kediamannya maupun kampung lain yang berada di sekitar Sukamanah. Dengan cara ini beliau memilih cara yang tepat karena beliau bisa dengan bebas menerangkan kepada orang yang beliau kunjungi tentang tauhid dan dosa-dosa syirik.

4.1 Mendirikan Pesantren
Mama Haji Ilyas mendirikan pondok pesantren di Sukamanah dan diakui legalitasnya oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. Hal ini dibuktikan dengan surat paidin atau surat izin yang dikeluarkan oleh pihak Belanda tertanggal 8 Mei tahun 1908. Selain sebagai bukti izin melaksanakan kegiatan pembelajaran pesantren, surat ini juga membatasi kitab apa saja yang boleh diajarkan. Surat tersebut bisa dikatakan sebagai bukti otentik perintisan pesantren tersebut dan sesuai dengan kondisi pendidikan Islam pada masa itu.

Beliau mulai mendirikan Pesantren saat berusia 40 tahun dan aktif mengajar di Pesantren tersebut hingga wafatnya pada tahun 1953 di usia yang ke 117 tahun.

4.2 Karier Beliau:
Pengasuh pesantren Sukamanah Cibitung

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:
https://proceedings.uinsgd.ac.id › article ›

https://www.laduni.id/post/read/525603/biografi-kh-muhammad-ilyas-mamah-cibitung-muasis-pesantren-sukamanah.html