Biografi KH. Muhammad Ishomuddin Hadziq

Daftar Isi Biografi KH. Muhammad Ishomuddin Hadziq

  1. Kelahiran
  2. Kelebihan Gus Ishom Waktu kecil
  3. Wafat
  4. Keluarga
  5. Pendidikan
  6. Teladan
  7. Karier
  8. Karya-Karya
  9. Chart Silsilah Sanad

Kelahiran

KH. Muhammad Ishomuddin Hadziq atau yang akrab disapa dengan panggilan Gus Ishom lahir pada 18 Juli 1965, di Kediri Jawa Timur. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Hadziq dengan Hj. Khodijah binti KH. Hasyim Asy’ari. Beliau merupakan putra pertama dari tiga bersaudara tunggal ayah-ibu (Fahmi Amrullah dan Zakki).

Pada saat kelahirannya, Ibunya Hj. Khodijah mengalami kesulitan. Secepatnya Kiyai Hadziq sowan kepada KH. Mahrus Aly meminta minuman dan doa. Kiyai Mahrus Aly langsung datang sendiri saat proses kelahirannya dan berdoa agar Allah memberikan kemudahan dan kelancaran. Alhamdulillah bayi lahir dengan selamat dan lancar.

Kiyai Mahrus Aly langsung berkata: “bayi ini akan menjadi anak yang sholeh,” seraya memberinya nama “Ishomuddin” yang artinya adalah orang yang mampu menjaga agama. Kiyai Mahrus Aly yakin bahwa bayi itu kelak akan menjadi orang besar yang mampu menyebarkan dakwah Islam dan mampu meneruskan estafet kepemimpinan kakeknya, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Sebagaimana diketahui bahwa KH. Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama terkemuka yang sukses melahirkan ulama penerus yang handal di seluruh Nusantara. Kedalaman ilmu, keluasan wawasan, dan keikhlasan dalam berjuang menjadikan beliau sosok ulama sekaligus pemimpin yang kharismatik dan visioner. Maka, wajar anak cucu beliau mendapatkan tetesan berkah darah biru ulama, sebut saja misalnya KH. Wahid Hasyim, Gus Dur, dan yang paling kentara dalam mewarisi ilmu ‘salaf’ tidak lain adalah Gus Ishom.

Kelebihan Gus Ishom Waktu kecil

Pada waktu masih kecil, kelebihan Gus Ishom sudah kelihatan. Beliau adalah pribadi yang rajin, disiplin, sopan santun dan menunjukkan minat yang besar pada ilmu pengetahuan.

Pada usia sekitar 4 tahun, Gus Ishom sudah membaca berita di Koran Duta Masyarakat, sebuah tradisi yang tidak lazim bagi anak seusia 4 tahun. Sejak kecil, Gus Ishom disayang KH. Idris Kamali (menantu Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari) yang terkenal alim dan wara’. Gus Ishom selalu mengerjakan Shalat Maghrib tepat waktu dan persis di belakang Kiyai Idris.

Menurut banyak orang, itulah salah satu faktor yang membuat Gus Ishom dikaruniai otak cerdas dan daya ingat yang luar biasa. Gus Ishom mampu menangkap pelajaran dengan cepat dan mengingatnya dengan baik. Konon dikisahkan bahwa KH. Ihsan Jampes (seorang Kiyai terkenal pengarang Kitab Sirojut Tholibin, Syarah Kitab Bidayah Al-Hidayah karya Imam al-Ghozali) selalu datang ke Tebuireng untuk menemui Gus Ishom dan memberinya uang seratus rupiah.

Cerita menarik lainnya, sejak berusia sekitar 7 tahun, ketika masih duduk di kelas 2 SD. Pada saat masuk bulan Ramadhan, Gus Ishom selalu mengerjakan sholat tarawih dengan tuntas dari awal sampai selesai. Uniknya, beliau selalu berpindah-pindah dari satu imam ke imam yang lain. Ternyata hal ini mempunyai tujuan, yakni mencari orang yang paling fasih bacaan qur’annya.

Setelah Ramadhan selesai, Gus Ishom minta izin kepada ibunya; “Bu, aku ingin ngaji Al-Qur’an sama Kiyai ini,” pinta Gus Ishom. Ibunya pun lantas bertanya; “Kenapa harus ke kiai ini?” Gus Ishom lalu menjelaskan alasannya; “Saya sudah mendengarkan semua bacaan imam shalat saat tarawih, dan yang paling fasih bacaannya adalah kiyai ini.” Mendengar jawaban anaknya ini, Bu Nyai Hj. Khodijah kaget, dan dengan legowo memberikan izin.

Memang sejak kecil Gus Ishom sudah lihai dan cerdas memilih guru yang sangatl mendalam pengetahuan dan tinggi moralitasnya, tidak sembarangan memilih guru. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh guru itu sangat besar dalam menyukseskan pendidikan murid-muridnya.

Wafat

Di tengah padatnya kegiatan yang dijalaninya, tidak terasa Gus Ishom kurang perhatian terhadap kondisi kesehatan tubuhnya. Akhirnya beliau jatuh sakit. Salah satu penyakitnya adalah asam urat. Ketika sudah kelihatan sembuh, beliau kembali beraktivitas lagi yang memerlukan kesehatan fisik prima.

Kemudian beliau jatuh sakit lagi, akhirnya dengan takdir Allah setelah berobat lama, Allah mengambil ruh suci dari raga kiai muda, sang penerus estafet keilmuan sang kakek pada hari sabtu 26 Juli 2003 sekitar pukul 06.30 WIB di Rumah Sakit William Bunk Surabaya pada usia yang masih sangat muda 37 tahun. Masya Allah, kabar wafatnya Gus Ishom menggemparkan masyarakat Jawa Timur.

Halaman Pondok Pesantren Tebuireng sesak dengan para pentakziah dari berbagai kalangan, mulai para kiyai, santri, murid, birokrasi, politisi dan masyarakat umum. Putra Mahkota Tebuireng yang sangat istimewa ini telah ditakdirkan tidak berumur panjang.

Saat pemakaman ini, Allah menurunkan hujan sebagai tanda bahwa Gus Ishom adalah hamba-Nya yang dicintai dan disayangi-Nya. Semoga ruh Gus Ishom diterima di sisi Allah, ditinggikan derajatnya, diampuni dosanya, dan mendapatkan balasan yang berlipat dari amal kebaikan yang dilakukannya di dunia dalam rangka mengabdi untuk agama dan kepentingan umat.

Keluarga

Gus Ishom menikah dengan seorang santri dari Pondok Pesantren Seblak asal Pacitan Jawa Timur, namanya Nia Daniati binti KH. Muhammad Anwar. Dari pernikahan ini lahirlah satu orang putra bernama Muhammad Hasyim Anta Maulana dan satu orang putri bernama La Tahzani Innallaha Ma’ana. Menurut pengakuan mertuanya KH. Muhammad Anwar, salah seorang alumnus Pondok Pesantren Tebuireng, Gus Ishom adalah orang yang mampu membina mahligai rumah tangga secara harmonis.

Ketika sedang di rumah mertua di Pacitan, Gus Ishom tidak makan kalau tidak bersama istri. Beliau siap menunggu kadatangan sang istri walau harus menunggu lama. Walaupun menantunya, KH. Muhammad Anwar menganggap Gus Ishom sebagai gurunya. Karena sejak di Tebuireng, beliau selalu melihat Kiyai Idris mencium kening Gus Ishom selepas sholat. Dan tidak sembarang orang keningnya bisa dicium Kiyai Idris.

Pendidikan

Pendidikan Gus Ishom mulai tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah sampai Aliyah diselesaikan di Tebuireng. Beliau selalu naik kelas dengan nilai yang tinggi. Setelah selesai pada tahun 1981, beliau melanjutkan studi di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur sampai tahun 1991 (sekitar 10 tahun). Sebagaimana diketahui, bahwa Lirboyo adalah pesantren yang sangat terkenal sebagai ‘gudang kitab kuning’, di mana kedalaman dan ketajaman memahami kitab kuning dikaji dan dikembangkan secara serius di pesantren ini.

Di Lirboyo inilah, cerita besar tentang Gus Ishom terukir indah. Sejak bersinar di Pondok ini, figur Gus Ishom digadang-gadang mampu menjadi pemimpin masa depan NU dan mampu mengembalikan kejayaan Pondok Pesantren Tebuireng seperti masa kakeknya dulu yang mampu mencetak para Kiyai yang alim hampir di seluruh pelosok Nusantara.

Ekspose media terhadap figur Gus Ishom sangat besar karena elihat potensi yang dimiliki Gus Ishom. Ekspektasi besar media dan masyarakat bukan berakhir dengan kekecewaan. Gus Ishom benar-benar menempa diri dengan sungguh-sungguh di Pondok ini. Gus Ishom mendapat perhatian khusus dari KH. Mahrus Aly. Beliau digembleng sendirian. Ada jadwal khusus mengaji antara Gus Ishom dan KH. Mahrus Aly. Hal ini didorong agar salah satu ‘Putra Mahkota Tebuireng’ ini mampu meneruskan estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Tebuireng yang sarat dengan prestasi besar sebagai salah satu cikal bakal pondok pesantren di Indonesia.

Gaung bersambut. Harapan besar KH. Mahrus Ali tidak sia-sia. Gus Ishom serius belajar untuk menguasai semua pelajaran dari guru-gurunya. Beliau menunjukkan minat yang besar pada seluruh bidang, fiqih, ushul fiqih, tafsir, hadis, balaghoh, nahwu, dan lain-lain. Gus Ishom mengaji hampir ke semua kiai di Lirboyo.

Ketika di Lirboyo ini, Gus Ishom langsung masuk kelas 1 Aliyah karena lulus tes seleksi, sebuah prestasi awal yang sangat membanggakan, karena sangat jarang orang bisa masuk langsung di kelas 1 Aliyah. Biasanya hanya bisa masuk di tingkat Ibtidaiyah atau Tsanawiyah. Pada saat awal-awal di Lirboyo ini, kelebihan Gus Ishom belum kelihatan. Namun, menjelang tamat kelas III Aliyah, hampir semua orang angkat topi padanya.

Kecerdasan yang digabungkan dengan kekuatan daya ingat yang luar biasa menjadikannya sebagai sosok yang unik, prestisius, dan sulit tertandingi. Dari prestasi inilah, Gus Ishom sering menjadi delegasi Pondok Pesantren Lirboyo di berbagai acara Bahtsul Masa’il Diniyah di berbagai pondok pesantren sebagai wahana uji kemampuan dalam mengkaji dan mengasah analisa dalam menjawab masalah.

Di Lirboyo ini, Gus Ishom mendapat julukan “Mbah Wali”, karena beliau tidak pernah hadats, selalu dalam keadaan suci, selalu menjaga wudhu kapanpun dan di manapun, sehingga kalau sholat tidak perlu berwudhu lagi. Hebatnya lagi, Gus Ishom selalu membaca sholawat, bahkan saat mengaji sekalipun.

Ketika mengaji, tangannya menulis makna yang diberikan Kiyai sebagaimana tradisi di pesantren, dan pikirannya mencerna lalu memahami keterangan dan ulasan sang kiyai, sedangkan mulutnya membaca sholawat.

Ketika musim Ramadhan tiba, Gus Ishom pergi ke pondok-pondok lain untuk ‘pasanan’ seperti di Kewagean Kediri Jatim, Pesantren Kaliwungu Kendal Jateng. Pada satu kesempatan beliau pernah ‘pasanan’ bersama Gus Kafabih (putra KH. Mahrus Aly) dan mengaji kitab Fathul Wahhab.

Melihat kelebihan dan kecermelangan Gus Ishom ini, beliau pun menjadi pengajar (ustadz) di Pondok Lirboyo. Menurut penuturan murid sekaligus sahabatnya Gus Umar Shahib, saat mengajar, Gus Ishom jarang membawa kitab, beliau seakan hafal pelajaran yang diajarkannya, seperti fiqih, ushul fiqih, balaghoh, dll. Keterangannya enak dicerna, mudah dipahami, bisa mempermudah hal-hal sulit dan mempunyai muatan sastra yang tinggi.

Selain itu, beliau juga dipercaya sebagai mustahiq, bahkan termuda. Mustahiq adalah jabatan yang mengharuskan seseorang bertanggung jawab penuh kondisi satu kelas, sehingga harus menguasai semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas tersebut. Prestasi demi prestasi mengantarkan Gus Ishom menduduki posisi Rais ‘Aam M3HM (Majlis Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadi’in), sebuah lembaga yang membawahi seluruh kegiatan bahtsul masail di Pondok Pesantren Lirboyo.

Jabatan sebagai Rais Am ini sebagai lambang supremasi dan otoritas bidang kitab kuning, di samping menunjukkan kemampuan di bidang kepemimpinan dan manajemen. Saat itu, Gus Ishom sering menjadi moderator acara Bahtsul Masa’il. Dengan cerdas, tangkas dan efektif, Gus Ishom mampu memimpin jalannya Bahtsul Masail dengan enak dan segar. Setelah lama menjadi moderator, posisinya naik sebagai tim perumus yang menyimpulkan permasalahan yang ada dan merumuskan jawaban peserta.

Seakan tidak puas dengan ilmu yang didapatkannya, di sela padatnya aktivitas yang harus dijalaninya, Gus Ishom menyempatkan diri menimba dan mencari wacana baru di Perguruan Tinggi. Gus Ishom melanjutkan studi di Universitas Islam Kediri (UNIK) yang sekarang berubah menjadi UNISKA (singkatannya sama). Uniknya lagi, ketika kuliah di UNIK ini, Gus Ishom juga mendaftarkan diri di Universitas Tribakti (Perguruan Tinggi yang berada dinaungan Pondok Pesantren Lirboyo) dan di IKAHA (Institut Keislaman Hasyim Asy’ari).

Namun karena padatnya kegiatan, Gus Ishom hanya mampu menamatkan studinya di UNIK saja. Saat kuliah, Gus Ishom selalu mendapat nilai A. Menurut dosennya, referensi yang digunakan Gus Ishom tergolong unik. Buku-bukunya rata-rata kuno (ejaan lama, sehingga sulit dibaca) yang luput dari perhatian orang. Menurut adiknya Gus Zakki, hal ini karena Gus Ishom rajin datang di pasar loak untuk mencari buku-buku lama yang tidak ada di pasaran.

Buku-buku langka yang ditemukannya sangat membantu untuk menemukan ide dan inspirasi baru, seperti dalam penyusunan skripsi. Inilah yang menjadi salah satu alasan Gus Ishom mendapat tempat sendiri di kalangan para dosen. Setelah selesai kuliah, Gus Ishom mendapat tawaran menjadi dosen dari pihak universitas, namun Gus Ishom tidak berminat. Saat lulus dari UNIK ini secara bersamaan Gus Ishom juga selesai menjalankan tugasnya sebagai seorang mustahiq selama kurang lebih 6 tahun.

Teladan

Kepribadian yang terpancar dari Gus Ishom sangat beragam dan penuh pesona. Beliau adalah orang yang tidak elitis, selalu akrab dengan murid-muridnya. Beliau tidak merasa ada jarak dengan murid-muridnya. Bahkan, ketika berbicara dengan murid-muridnya, Gus Ishom menggunakan Bahasa Krama Inggil (Bahasa Jawa yang sangat halus) atau memakai Bahasa Indonesia. Beliau senang menolong murid-muridnya yang menghadapi kesulitan.

Ketika ada muridnya yang kurang jelas pelajaran di kelas, Gus Ishom menerangkan lagi di kamar, tidak ada kesan ‘jual mahal’. Gus Ishom adalah sosok yang ‘low profile’. Penampilan beliau apa adanya, tidak terlalu mencolok, sangat sederhana. Walaupun mampu membeli barang-barang mahal, namun beliau lebih menyukai kesederhanaan. Gus Ishom terbiasa memakai sepeda mini jelek, pespa buntut, dan hal-hal yang menurut kebanyakan orang sangat remeh dan tidak pantas dipakai oleh seorang Kiyai atau Gus.

Gus Ishom tetap santai, tidak pusing dengan gunjingan orang. Beliau selalu percaya diri dan sangat yakin dengan apa yang dilakukannya. Seringkali ketika diundang pada acara pengajian, sandal yang dibawa tidak pas, ‘sisihan‘ istilah orang Jawa, satu merah satu hijau. Bahkan pernah ketika memberikan pengajian, sandalnya diambil orang. Akhirnya beliau pulang sambil nyeker (tanpa alas kaki). Kedalaman ilmu dan kematangan dirinya membuat Gus Ishom menjadi sosok yang enak dan menawan, tidak senang menjadi beban orang lain dan sebisa mungkin membantu dan membahagiakannya.

Dalam keluarga, ketika Gus Ishom marah, tidak pernah berbuntut panjang sehingga cepat selesai. Ketika ada masalah dan beliau tidak setuju, lebih memilih tidak berkomentar dan tidak ikut cawe-cawe. Beliau fleksibel, tidak terlalu fanatik, moderat dan terbuka. Namun, dalam memegang prinsip hidup pada sesuatu yang diyakini kebenarannya, Gus Ishom akan memperjuangkannya semaksimal mungkin, seperti tidak ada yang akan mampu menahannya.

Misalnya ketika sedang sakit, ada undangan pengajian di Cilacap. Pak Yusuf Hasyim melarangnya untuk menghadiri acara pengajian atau diskusi. Namun karena sudah janji, beliau tetap pergi walau dalam keadaan sakit. Ini tidak lepas dari tanggung jawab besarnya pada umat. Gus Ishom lebih mementingkan kepentingan umat dari pada kepentingannya sendiri. Dalam menyampaikan ilmu, beliau menghindari kesan menggurui.

Obyektivitas, kerendahan hati, dan kejujuran ilmiah sangat dijunjung tinggi. Beliau bukan sosok yang obsesif, ambisius, dan meledak-ledak. Penyampaiannya datar, suaranya enak dan mudah dicerna, dan joke-jokenya mengalir dengan segar. Hal lain yang menarik digarisbawahi dari Gus Ishom adalah seorang pribadi yang jarang menggunjingkan aib orang lain.

Kalau ada orang yang menggunjing aib orang lain, beliau lebih memilih diam atau menghindar. Kalau beliau ikut, hanya dalam batas yang sangat proporsional, tidak berlebih-lebihan dan di sana ada unsur ta’dib (mendidik). Dalam melangkah, Gus Ishom tidak tergesa-gesa, santai. Beliau mempunyai perhitungan dan pertimbangan yang matang dan tepat.

Kesabaran, kedewasaan, kearifan dan kebijaksanaan Gus Ishom selalu terpancar dalam sikap perilakunya. Penghormatannya kepada guru sangat besar. Ketika salah satu gurunya KH. Idris Marzuki menyuruhnya tidak ada kata tidak, pasti dilaksanakan. Hal ini tidak hanya ketika menjadi santri, ketika menjadi orang terkenal, penghormatan terhadap gurunya tidak berubah.

Setelah lama menempa diri di Lirboyo, akhirnya Gus Ishom boyong, kembali ke daerah asalnya, Tebuireng, Jombang pada tahun 1991 dengan segenap ekspektasi yang tinggi dari masyarakat dan dengan segenap tanggung jawab besar yang menunggunya di Tebuireng.

Karier

Status darah biru yang diimbangi dengan kecermelangan dan kematangannya dalam banyak hal, menempatkan Gus Ishom sebagai ‘the rising star’ bagaikan sebuah roket yang meluncur cepat ke angkasa.

Tidak lama setelah kembali ke Tebuireng, berbagai aktivitas internal dan eksternal dijalani dengan intensitas yang tinggi. Mobilitas Gus Ishom semakin padat, selain harus mengajar di pesantren dan madrasah, ceramah di berbagai tempat, mengisi acara diskusi, seminar dan sejenisnya di berbagai forum ilmiah, beliau juga aktif di bidang keorganisasian yang tentunya banyak menyita waktu.

Dalam usia yang masih relatif muda, jabatan-jabatan strategis disandangnya, antara lain:

  1. Salah satu pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, peninggalan kakeknya Hadratussyaikh KH. Moh. Hasyim Asy’ari
  2. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Masruriyah (khusus putri) Tebuireng, Jombang, depannya Pondok Tebuireng
  3. Rais Syuriyah PWNU Jatim
  4. Wakil Ketua RMI Pusat (Rabithah Ma’ahid Islamiyah, Asosiasi Pondok Pesantren seluruh Indonesia)
  5. Politisi PPP meneruskan karir ibunya, bahkan pernah menjadi anggota DPRD Jombang

Karya-Karya

Tidak seperti biasanya seorang Kiyai di Indonesia, Gus Ishom sangat kelihatan dan menonjol di bidang kepenulisan karya. Beliau adalah seorang penulis andal di berbagai media masa, Nasional maupun lokal. Tulisan dalam bentuk opini, essai, cerpen, dan lain sebagainya tidak terhitung.

Khusus dalam bidang sastra, Gus Ishom mempunyai keunikan sendiri. Bahasanya yang khas, dan sentuhan spiritualitasnya yang tinggi membuat sastra Gus Ishom bernilai tinggi. Kemampuan sastra Gus Ishom ini dilatarbelakangi oleh kesenangannya dalam bidang balaghoh, terutama bab badi’ yang bermuatan sastra tinggi.

Dalam satu kesempatan, agenda bedah buku “Kun Fayakun” di Aula Pondok Pesantren Tebuireng, Gus Ishom menjadi salah satu nara sumbernya. Saat itu beliau tampil memukau dengan data-data yang segar dan ilmiah.

Ketika jeda diskusi, Gus Ishom bercerita tetang Kiyai Hasyim saat menjenguk istrinya, Hj. Khodijah, ibu Gus Ishom di Rumah Sakit Sumobito Jombang. Saat itu Kiyai Hasyim melilhat ada sebuah gereja di sebelah rumah sakit yang ada kentongannya. Selepas istrinya pulang dari rumah sakit, Kiyai Hasyim memberikan fatwa haramnya menggunakan kentongan di Masjid atau tempat ibadah lainnya, seperti Musholla. Yang dibolehkan hanya bedug. Namun, Kiyai Anwar Paculgowang tidak sepakat dengan pendapat Kiyai Hasyim.

Mereka kemudian berdiskusi, beradu argumentasi dan berpolemik lewat lisan maupun tulisan. Kiyai Hasyim mengarang Kitab “Al-Jasus fi Ahkamin Nuqush,” yang membahas haramnya kentongan karena ada unsur tasyabbuh (menyerupai) orang Kristen. Sedangkan Kiyai Anwar konsisten dengan pandangan bolehnya kentongan karena sudah menjadi tradisi (adat) dan tidak ada pengaruhnya terhadap agama dan kepercayaan seseorang. Kentongan itu dianggapnya murni ikhbar (pemberitahuan) kepada masyarakat.

Cerita-cerita unik semacam inilah yang mengasah kemampuan Gus Ishom membuat karya sastra semacam cerpen dan sejenisnya. Ketika diundang dalam forum diskusi, beliau juga membuat makalah ilmiah yang argumentatif. Sayang, tulisan Gus Ishom di berbagai media masa dan makalah di berbagai forum tidak terdokumentasikan dengan baik.

Hanya naskah buku dan kitab yang dapat dinikmati hingga sekarang. Di antara karya-karya Gus Ishom adalah:

  1. Irsyadul Mukmimin
  2. Audlohul Bayan fima Yata’allaqu bi Wadloifi Ramadhan
  3. Miftahul Falah fi Ahadisin Nikah
  4. Biografi Kiyai Hasyim Asy’ari
  5. Tulisan di berbagai media masa dan makalah di berbagai forum diskusi

Selain itu, Gus Ishom menemukan dan menghimpun Karya-karya orisinil kakeknya, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Kumpulan karya kakeknya itu adalah penemuan yang sangat penting dalam rangka menjaga eksistensi keilmuan, dan sangat besar manfaatnya bagi umat Islam Indonesia.

Dikisahkan, bahkan sejak di Lirboyo menurut Gus Umar Shohib, Gus Ishom sudah rajin mencari, mengumpulkan, dan mensistematisir karya-karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk dijadikan dokumen yang bisa disebarluaskan. Hanya saja ketika di Lirboyo Gus Ishom belum sempat menerbitkannya. Baru ketika kembali ke Tebuireng, karya-karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari yang sangat berharga bagi komunitas NU khususnya dan umat Islam umumnya dapat diterbitkan untuk umum.

Gus Ishom mendapatkan karya Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari dengan perjuangan berat yang berliku-liku. Adakalanya beliau mencari kepada murid-murid kakeknya itu atau terkadang juga diberi naskah oleh seseorang. Gus Ishom tidak menerima begitu saja naskah yang ada. Terlebih dahulu beliau memohon kepada tokoh yang alim dan mempunyai kedekatan dengan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk men-tashih dan men-tahqiq (meneliti secara mendalam).

Setelah melalui proses yang cukup panjang, kitab yang telah dikumpulkan tersebut diterbitkan.

Banyak karya Kiyai Hasyim yang diterbitkan Gus Ishom, antara lain adalah:

  1. Adabul Alim wal Muta’llim, menjelaskan apa yang dibutuhkan pelajar di tengah proses studinya dan hal-hal yang berhubungan dengan pengajar dalam proses pengajarannya
  2. Ziyadatut Ta’liqat, buku untuk mematahkan argumentasi Syaikh Abdullah bin Yasin Al-Fasuruwani dalam Kitab Nadhomnya yang tidak sepakat dengan pengikut organisasi Nahdlatul Ulama
  3. At-Tanbihat Al-Wajibat liman Yashna’ul Maulida bil Munkarat
  4. Ar-Risalah Al-Jami’ah, menjelaskan tentang berbagai macam keadaan orang meninggal, tanda-tanda kiamat, dan menjelaskan tentang sunnah dan bid’ah.
  5. An-Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin, menjelaskan pengertian cinta kepada Rasulullah SAW dan hal-hal yang berhubungan dengan para pengikut dan menghidupkan tradisinya
  6. Hasyiyah ‘ala Fathir Rahman bi Syarhi Risalah Al-Wali Ruslam li Syaikh Islam Zakariyya Al-Anshari
  7. Dar Ad-Durar Al-Muntasirah fil Masail At-Tis’a ‘Asyarah, menjelaskan tentang masalah thoriqot, kewaliyan, dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah penting bagi ahli thoriqot.
  8. At-Tibyan fin Nahyi ‘an Muqotho’atil Ikhwan, menjelaskan tentang pentingnya silaturrahim dan bahaya memutusnya.
  9. Ar-Risalah At-Tauhidiyyah, ini adalah kitab kecil yang menjelaskan akidah Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah.
  10. Al-Qolaid fi Bayani Ma Yajibu minal Aqoid
  11. Dan masih banyak lainnya yang menunjukkan keluasan pemikiran Haratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

Sejumlah karya Hadratussyaikh KH. M Hasyim Asy’ari telah dihimpun menjadi satu kitab dan telah diterbitkan dengan nama “Irsyadus Sari” oleh adik Gus Ishom, Gus Zakky. Kitab ini sudah beredar luas diberbagai tempat di Indonesia. Sehingga sangat penting dibaca dan dipahami, khususnya kalangan NU.

Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad murid KH. Muhammad Ishomuddin Hadziq dapat dilihat di sini.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 01 September 2022, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 18 Juli 2023.

https://www.laduni.id/post/read/67407/biografi-kh-muhammad-ishomuddin-hadziq.html