Biografi KH. Muhammad Nuh Al Hafiz (Mbah Nuh Pageraji) 

Daftar Isi

1         Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-Guru Beliau
2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Jasa, dan Karier
4.1       Jasa Beliau
4.2       Karier Beliau

5         Peranan dalam Pendidikan
5.1      KH. Muhammad Nuh dan Pendirian Sekolah Formal

6         Keteladanan Beliau

7         Referensi

1.1       Lahir

KH. Muhammad Nuh lahir di Mekkah pada tahun 1900. Ia lahir saat kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji. Muhammad Nuh merupakan putra ke-7 dari pasangan KH Abdurrohim dan Nyai Hj Jamilah. KH Abdurrohim sendiri merupakan perintis Pondok Pesantren Nurul Islam Karangjati, Cilacap.

1.2       Riwayat Keluarga

KH. Muhammad Nuh menikah dengan R.A. Sukapti dan dikaruniai 10 anak. Uniknya, kesepuluh anak kyai khos ini memiliki inisial “M”, yaitu: Ma’mur, Ma’rifah, Mahsus, Mastur, Maslahah, Marfu’ah, Mahrus, Ma’tuf, Marchum, dan Mahbub.

1.1       Wafat

KH. Muhammad Nuh wafat pada 17 Agustus 1986/11 Dzulhijjah 1407 pada usia 86 tahun. Jasad kiai kharismatik ini dikuburkan di area Pondok Pesantren Darul Hikmah, Gerumbul Legok, Desa Pageraji. Tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh KH. Ma’mur Nuh selama dua hingga tiga tahun, kemudian dilanjutkan oleh KH. Ma’tuf dan KH. Marhum.

2.1       Mengembara Menuntut Ilmu

Menginjak usia remaja, KH. Muhammad Nuh mengembara untuk menuntut ilmu di beberapa pondok pesantren. Beliau sempat mondok di Pondok Pesantren Tremas (Pacitan, Jawa Timur) selama empat tahun. Di sana, ia berguru kepada KH. Dimyathi, adik Syaikh Muhammad Mahfudz Attarmasi–salah satu imam Mekkah yang tersohor keilmuannya. Terdorong kecintaannya pada Al-Qur’an, Muhammad Nuh melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren Krapyak (Yogyakarta).

Setelah mondok selama empat tahun (1918-1922), beliau berhasil mendapatkan sanad ilmu Al- Qur’an dari KH. Munawwir Krapyak. Di sana, beliau berkawan baik dengan salah satu pakar Al-Qur’an, Kiaia Arwani Kudus. KH. Muhammad Nuh juga sempat  nyantri di Cirebon sebelum beliau melanjutkan petualangan intelektualnya ke kota kelahirannya, Mekkah. Setelah menghabiskan waktu lima tahun di Tanah Suci, beliau mulai untuk mengamalkan ilmu.

2.2       Guru-Guru Beliau

  1. KH. Dimyathi
  2. KH. Munawwir Krapyak

2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

Seperti yang telah disebut, Ayah KH. Muhammad Nuh adalah perintis Pondok Pesantren Nurul Islam Karangjati. KH Abdurrohim mulai merintis pesantren pada 1920. Awalnya, jumlah santri bisa dihitung dengan jari. Seiring berjalannya waktu, jumlah santri semakin banyak. Mereka tidak hanya berasal dari area Karangjati, namun juga daerah-daerah di luar Cilacap seperti Banyumas, Brebes, dan Kebumen.

Karena usia yang telah uzur, KH. Abdurrohim mengamanatkan pucuk pimpinan pesantren yang diasuhnya kepada putra-putranya: KH. Abdullah Mughni pada 1926 dan disusul oleh KH. Muhammad Nuh pada 1930. Pada masa kepemimpinan KH. Muhammad Nuh dan KH. Ismail, pondok pesantren ini berkembang cukup pesat. Pondok Nurul Iman memiliki asrama putra pada periode kepemimpinan dua bersaudara ini. Pada tahun 1936, delapan saudara KH. Muhammad Nuh pulang dari pengembaraan mencari ilmu. Ketersediaan tenaga pengajar yang cukup ini mendasari keputusan KH. Abdurrohim untuk memerintahkan KH. Muhammad Nuh untuk berdakwah di daerah lain.

Sejak memulai dakwahnya di tanah Legok pada 1936, KH. Muhammad Nuh mulai merintis Pondok Pesantren Darul Hikmah (PPDH). Pada masa awal berdirinya, santri yang datang untuk mengaji hanya sedikit, mereka datang dari Desa Pageraji dan sekitarnya. Lama-kelamaan jumlah santri semakin banyak. Jumlah santri mukim mencapai 50 orang.

Pada Bulan Ramadan, jumlah santri meningkat drastis. Santri putra bisa mencapai seribu orang, sementara santri putri bisa mencapai angka ratusan. Mereka datang dari pelbagai daerah seperti Cilacap, Purbalingga, Brebes, dan daerah sekitarnya. Puncak pertambahan jumlah santri terjadi pada periode 1975-1983.

3.1       Anak-anak Beliau

  1. Ma’mur
  2. Ma’rifah
  3. Mahsus
  4. Mastur
  5. Maslahah
  6. Marfu’ah
  7. Mahrus
  8. Ma’tuf
  9. Marchum
  10. Mahbub.

3.2       Murid-murid Beliau

Murid-murid beliau adalah para santri di Pondok Pesantren Darul Hikmah (PPDH)

4.1       Jasa-jasa Beliau

KH. Muhammad Nuh merupakan salah satu ulama NU kharismatik Banyumas yang berdomisili di Desa Pageraji, Cilongok. Beliau bersama Mbah Suyuthi  merupakan motor dakwah di Desa Pageraji dan sekitarnya. Berkat kontribusiKH. Muhammad Nuh dan Mbah Suyuthi, kini, Pageraji dan sekitarnya dikenal sebagai salah satu basis keislaman ‘ala ahl as-sunnah wa al-jamaah Al Nahdlyiyyahh di Kecamatan Cilongok.

Karier

4.2      Karier Beliau

Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikmah (PPDH)

5.1     KH. Muhammad Nuh dan Pendirian Sekolah Formal
KH. Muhammad Nuh tidak hanya vokal dalam mengelola pendidikan tradisional berupa pondok pesantren, tetapi juga pendirian sekolah modern. MI Ma’arif NU 1 Pageraji dan MTs Ma’arif NU 1 Cilongok adalah bukti monumentalnya. MI Ma’arif NU 1 Pageraji yang pada awalnya bernama Madrasah Wajib Belajar (MWB) berdiri pada 1955 atas prakarsa empat tokoh masyarakat Pageraji, salah satunya H. Makmur Nuh yang merupakan salah satu putra Mbah Nuh. Dewasa ini, madrasah yang terletak di Jalan Raya Pageraji No.10 tersebut menjadi salah sekolah tingkat dasar favorit di Kecamatan Cilongok.

Peran KH. Muhammad Nuh yang lebih kentara terasa dalam pendirian MTs Ma’arif NU 1 Cilongok. Beliau menjadi salah satu inisiator berdirinya madrasah yang awalnya bernama PGA NU 6 Tahun tersebut. Tidak cukup di situ, KH. Muhammad Nuh juga ikut turun tangan menjadi tenaga pengajar sukarela di sekolah yang baru lahir. Beliau bersama KH. Bajuri (Rejasari, Purwokerto) didapuk menjadi “pengajar luar biasa” pada tahun pertama berdirinya madrasah (1970).

Pada tahun 1999, MTs Manusaci, begitu sering kali MTs ini disebut, mengalami pemekaran. Kelas filial MTs Manusaci di Desa Panembangan yang ada sejak 1995, secara resmi, memisahkan diri dan menjadi MTs Ma’arif NU 2 Cilongok.

KH. Muhammad Nuh adalah sosok yang zuhud dan rendah hati. Saat dihadiahi tanah yang kelak akan menjadi pondok, rumah, serta musalanya, beliau sempat menolak lantaran takut akan adanya sengketa di kemudian hari.

Beliau juga terkenal sangat anti dengan yang namanya jabatan. Pada suatu ketika, karena terkenal akan ketokohan dan kealimannya, beliau sempat akan didapuk sebagai salah satu pimpinan Pengurus Cabang NU Banyumas. Namun, beliau menolak untuk menerima jabatan tersebut. Begitupun ketika beliau ditawari untuk menjadi pejabat di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyumas, beliau juga enggan mengambil jabatan tersebut. Meskipun menolak mendapat jabatan di NU, namun beliau pribadi selalu berada di garda terdepan dalam dakwah NU. Kiprahnya pada bidang dakwah dan pendidikan tidak diragukan lagi dengan adanya PPDH, MWB, dan PGA.

Selain zuhud, KH. Muhammad Nuh yang juga terkenal jadug ini juga diketahui sangat dermawan. Beliau gemar mengunjungi rumah wali santri dengan membawa buah tangan berupa gula merah. Beliau juga tak lupa membawa buntalan kecil berisi uang untuk diberikan kepada anak kecil yang beliau temui. Ketika bepergian beliau juga tak segan memberi uang kepada pengemis.

KH. Muhammad Nuh juga dikenal sebagai seorang yang idealis dengan keilmuaannya. Walaupun tersohor sebagai ahli dalam seluk-beluk Al Qur’an, beliau tak mau ketika diminta menjadi juri perlombaan membaca Al Qur’an atau Musabaqah Tilawah Al-Qur’an (MTQ). Baginya, Membaca Al-Qur’an itu tidak untuk dilombakan. Keliru jika ada orang yang salah dalam membaca Al Qur’an justru membuat senang orang lain (peserta MTQ yang lain) karena membuat dia juara. Sebaliknya, salahnya seseorang dalam membaca Al Qur’an harus menjadi sebuah keprihatinan dan beliau harus dibenarkan. Beliau tegas memosisikan Al Qur’an sebagi sesuatu yang tidak boleh diperlombakan.

Beranda

https://www.laduni.id/post/read/73843/biografi-kh-muhammad-nuh-al-hafiz-mbah-nuh-pageraji.html