Biografi KH. Muslich

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau
2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Organisasi, Karier, dan Karya
4.1       Riwayat Organisasi
4.2       Karier Beliau
4.3       Karya Beliau

5          Chart Geneology
5.1       Chart Geneology Guru Beliau
5.2       Chart Geneology Murid Beliau

6         Referensi

1.1  Lahir
KH. Muslich dilahirkan pada tahun 1910, di Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Ayah beliau bernama Hasan Basari dan ibunya bernama Sri Inten. Lingkungan pedesaan yang religius mendorongnya untuk giat belajar Islam.

1.3  Wafat
KH. Muslich wafat pada tanggal 24 Desember 1998, beliau dimakamkan di di pemakaman umum Purwokerto.

2.1   Mengembara Menuntut Ilmu
 Selesai Sekolah Rakyat, Muslich melanjutkan belajar ke Madrasah Mambaul Ulum Solo hingga kelas sembilan. Siang harinya belajar di Pesantren Sunniyah Keprabon Tengah dan malam harinya belajar mengaji Al-Qur’an di Pesantren KH. Cholil Kauman. Dia juga belajar kitab fiqih di Pesantren Keprabon dan Jamsaren.

Selama berada di Solo, Muslich banyak mengikuti kursus-kursus agama Islam dan pengetahuan umum dari berbagai kalangan. Secara temporer dia juga belajar mengaji dan mondok di pesantren Bogangin Sampyuh, Leler Kebasen, Tebuireng-Jombang, Tremas Pacitan, dan Krapyak Yogyakarta. Pengetahuan umum ia tempuh secara otodidak dengan banyak membaca dan diskusi dengan para tokoh yang ditemui.

Pada zaman pergerakan kemerdekaan, Muslich muda sempat menjadi anggota kepanduan SIAP (Syariat Islam Afdeling Pandu). Waktu itu usianya baru 16 tahun. Kiai Muslich kemudian juga bergabung ke dalam Pengurus Cabang NU Cilacap, kemudian dipromosikan sebagai Pengurus Wilayah NU Jawa Tengah, dan akhirnya dipromosikan lagi menjadi Pengurus Besar NU di Jakarta.

2.2  Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau saat menuntut ilmu, di antaranya:
1. Hasan Basari
2. KH. Cholil Kauman

2.3  Mendirikan Lembaga Pendidikan
Amal jariyahnya yang amat berguna adalah tiga tempat lembaga pendidikan yang dibangun beliau di Purwokerto dan Jakarta. Pada tahun 1963 KH. Muslich mendirikan Perguruan Diponegoro di bawah Yayasan Al-Hidayah Jakarta yang berkedudukan di Jakarta Timur. Saat ini Yayasan Al-Hidayah Jakarta lebih fokus berkiprah dalam penyelenggaraan pendidikan pada jenjang sekolah : SMP – SMA – SMK Diponegoro 1 yang berlokasi di Rawamangun Jakarta Timur dan SMP – SMA – SMK Diponegoro 2 yang berlokasi di Cakung Jakarta Timur. Pengelolaan seluruh unit-unit sekolah tersebut dikoordinasikan oleh Perguruan Diponegoro sebagai wadah yang mendapat mandat dari Yayasan Al-Hidayah Jakarta. Perguruan Diponengoro yang ketiga berada di Purwokerto. Kini Perguruan Diponengoro yang ditinggalkan beliau, kini pengelolaan lembaga pendidikan diserahkan pada putera puterinya.

3.1  Riwayat Organisasi
1. Menjadi anggota kepanduan SIAP (Syariat Islam Afdeling Pandu), ketika itu usianya baru 16 tahun.
2. Kiai Muslich kemudian juga bergabung ke dalam Pengurus Cabang NU Cilacap, kemudian dipromosikan sebagai Pengurus Wilayah NU Jawa     Tengah, dan akhirnya dipromosikan lagi menjadi Pengurus Besar NU di Jakarta.

3.2  Karier Beliau
Karier sesuai dengan keilmuan beliau, posisi karier yang diduduki di antaranya:
1. Penghulu Kabupaten Cilacap
2. Komandan pasukan lasykar Islam untuk Divisi Hizbullah Banyumas
3. Anggota tentara dengan pangkat kapten.
4. Sebagai Kepala Jawatan Agama Karesidenan Madiun Jawa Timur.
5. Kepala Jawatan Agama Sumatera Utara di Medan hingga tiga tahun
6. Kepala jawatan agama Jawa Tengah di Semarang.
7. Pada pemilu 1955 KH. Muslich terpilih sebagai anggota DPR namun masih merangkap sebagai pegawai tinggi di Kementerian Agama Jakarta.
8. Pada tahun 1947, Kapten Muslich diperbantukan di Markas Besar Pertempuran (MBP), Jawa Timur yang dipimpin oleh Mayjen Dr Moestopo. sebagai perwira penghubung untuk daerah Madiun dan Blitar

Kariernya dalam birokrasi dimulai Muslich tahun 1946, saat ia diangkat sebagai penghulu Kabupaten Cilacap, merangkap sebagai anggota tentara dengan pangkat kapten. Atas restu komandannya Letkol Gatot Subroto, setahun kemudian Muslich diangkat sebagai Kepala Jawatan Agama Karesidenan Madiun Jawa Timur
diangkat menjadi kepala Kantor Agama Sumatera Tengah, berkedudukan di Bukittingi
kepala Kantor Departemen Agama Provinsi Irian Barat yang sudah resmi menjadi wilayah Republik Indonesia.

Tahun 1951, Muslich mulai hijrah ke Jakarta dan turut menyusun Jawatan Urusan Agama Pusat dan kemudian dia diangkat menjadi kepala Kantor Agama Sumatera Tengah, berkedudukan di Bukittingi. Tidak lama kemudian diangkat menjadi kepala Jawatan Agama Sumatera Utara di Medan hingga tiga tahun kemudian diangkat sebagai kepala jawatan agama Jawa Tengah di Semarang. Sesuai hasil pemilu 1955 KH Muslich terpilih sebagai anggota DPR namun masih merangkap sebagai pegawai tinggi di Kementerian Agama Jakarta.

Pensiun sebagai anggota DPR kembali ke Departemen Agama dan mendapat tugas untuk menata kembali kantor Departemen Agama Sumatera Tengah akibat meletusnya PRRI (1958). Saat Komando Mandala pada masa Trikora (1961-1963), Kiai Muslich mendapat tugas menyusun Kantor Departemen Agama Provinsi Irian Barat yang sudah resmi menjadi wilayah Republik Indonesia.

Sebagai pejuang pergerakan, Muslich mengawali karier militernya dengan masuk lasykar Hizbullah di Purwokerto tahun 1944. Kemudian ia diangkat menjadi komandan pasukan lasykar Islam untuk Divisi Hizbullah Banyumas dengan anggota tidak kurang dari seribu orang. Setelah kemerdekaan ia juga ikut membentuk Barisan Keamanan Rakyat (BKR) daerah Banyumas dan Cilacap.

Pada tahun 1947, Kapten Muslich diperbantukan di Markas Besar Pertempuran (MBP), Jawa Timur yang dipimpin oleh Mayjen Dr Moestopo. sebagai perwira penghubung untuk daerah Madiun dan Blitar, saat itu Muslich sudah menyandang pangkat mayor. Ketika MBP Jawa Timur dilikuidasi dan dilebur ke dalam Divisi Brawidjaja di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, dia ditempatkan di Kediri.

Tugas Muslich menjadi penghubung tentara dengan alim ulama dan umat Islam Jawa Timur. Atas jasa-jasanya pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Kolonel dan kemudian ditempatkan di Divisi Diponegoro di Semarang. Pada tahun 1951 Jenderal Soedirman wafat, dan Letnan Kolonel Muslich mengajukan permohonan berhenti dari dinas ketentaraan.

Pada suatu kesempatan, Kiai Muslich pernah menyatakan bahwa ia berkawan sangat baik dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman.Karena itu ia termasuk salah seorang penggagas dibangunnya monumen Jenderal Sudirman di Banyumas beberapa tahun silam. Mon

KH. Muslich juga dikenal sebagai seorang pejuang dan pergerakan kemerdekaan yang gigih. Atas kegigihannya dalam berjuang itu beliau memperoleh penghargaan Bintang Maha Putera Utama, karena jasa-jasan perjuangannya yang besar terhadap negara dan bangsa, Pemerintah Indonesia pada masa Presiden KH Abdurrahman Wahid menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama kepada KH Muslich.

Dengan mendapatkan bintang itu, KH Muslich sesungguhnya dapat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun hal itu tidak dilakukan. Jasad almarhum tetap dimakamkan di pemakaman umum Purwokerto, atas permintaan atau wasiat almarhum. Kiai Muslich wafat pada tanggal 28 Desember 1998.

4.1   Chart Geneology Guru Beliau
Berikut ini contoh Chart Geneology guru beliau dapat dilihat selengkapnya melalui: Chart Geneology Guru beliau

4.2   Chart Geneology Murid Beliau
Berikut ini contoh Chart Geneology guru beliau dapat dilihat selengkapnya melalui: Chart Geneology Murid beliau

Biografi KH. Muslich

https://www.laduni.id/post/read/80717/biografi-kh-muslich.html