Biografi KH. Wasyid bin Muhammad Abbas, Pahlawan Geger Cilegon

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendiidkan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Dakwah di Masyarakat
3.2  Menyusun Strategi Perlawanan
3.3  Melawan Penjajah

4.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Wasyid bin Muhammad Abbas (lahir dengan nama Qosyid) atau yang akrab dengan sapaan Ki Wasyid. Lahir sekitar tahun 1843 M. merupakan putra tunggal dari pasangan KH. Muhammad Abbas dan Nyai Hj. Johariah. Kyai Wasyid kecil tumbuh di tempat pengasingan karena ayahnya sering mengajak keluarganya berpindah-pindah tempat untuk menghindar dari kejaran tentara Belanda.

Dari garis keturunan ayah dan ibunya, beliau merupakan keturunan seorang pejuang, yaitu KH. Mas Jong. Silsilah lengkapnya: KH. Wasyid bin KH. Muhammad Abbas bin KH. Qoshdu bin KH. Jauhari bin KH. Mas Jong.

KH. Mas Jong merupakan tangan kanan Prabu Pucuk Umun, Raja Padjajaran. Setelah kekalahan Kerajaan Sunda oleh Kesultanan Banten, beliau kemudian masuk Islam dan menjadi pengikut sebagai orang kepercayaan Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Banten Pertama.

1.2 Riyawat Keluarga
KH. Wasyid menikah dengan Nyai Atikah, gadis asal Beji, Cilegon. Dari pernikahannya, beliau dikarunia dua anak yakni:

  1. kyai Muhammad Yasin,
  2. Nyai Siti Hajar.

Nyai Siti Hajar menikah dengan Kyai Alwi dan memiliki seorang anak bernama Kyai Syam’un yang merupakan tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri Al-Khairiyah Citangkil, dan Bupati Serang periode 1945-1949 M.

1.3 Wafat
KH. Wasyid gugur dalam medan pertempuran melawan penjajah Belanda pada tanggal 30 Juli 1888 M. dan dimakamkan di Cilegon, Banten.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Kyai Wasyid memperoleh pendidikan pertamanya seperti ilmu agama dasar dari ayahnya, KH. Muhammad Abbas yang juga seorang pejuang dan guru agama. beliau juga pernah berguru kepada KH. Wakhia, teman ayahnya yang memimpin Perang Gudang Batu di Serang. Beliau kemudian menempuh pendidikan ke pesantren-pesantren lokal di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Setelah memperoleh pendidikan di pesantren lokal, KH. Wasyid kemudian memperdalam ilmu agamanya di Makkah sambil menunaikan ibadah haji. Di tanah suci beliau berguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Muhammad Abbas (ayah),
  2. KH. Wakhia,
  3. Syekh Nawawi Al-Bantani,
  4. Syekh Abdul Karim Al-Bantani.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Dakwah di Masyarakat
Sekembalinya dari Makkah, KH. Wasyid banyak melakukan perjalanan dari kampung ke kampung memenuhi undangan penduduk untuk berdakwah. Selain melakukan perjalanan dakwah beliau juga mengajar di pesantrennya di Kampung Beji, Cilegon.

Tiga pokok ajaran yang diajarkan kepada santrinya adalah tentang Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf. Bersama kawan seperjuangannya, KH. Abdurahman, KH. Akib, Haji Haris, KH. Arsyad Thawil, KH. Arsad Qashir, dan KH. Tubagus Ismail, mereka menyebarkan pokok-pokok ajaran Islam itu kepada masyarakat.

KH. Wasyid dikenal sebagai seorang ulama yang berdakwah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mengobarkan semangat jihad dan mengajak umat menjauhi perbuatan syirik di tengah masyarakat yang saat itu percaya terhadap tahayul.

Pada tahun 1887 M, sebelum peristiwa Geger Cilegon 1888, di desa Lebak Kelapa, terdapat pohon kepuh besar yang dianggap keramat, dapat memusnahkan bencana dan mengabulkan permintaan asal memberikan sesajen kepada penunggu pohon (Jin).

Berkali-kali KH. Wasyid mengingatkan penduduk bahwa meminta kepada selain Allah termasuk syirik, namun peringatan tersebut tidak diindahkannya. Melihat keadaan ini, KH. Wasyid dengan beberapa santrinya menebang pohon tersebut pada malam hari.

3.2 Menyusun Strategi Perlawanan
Sejak muda, KH. Wasyid merupakan pemuda yang cerdas dan memiliki jiwa patriotisme. Pada tahun 1884 M. dilakukan perundingan rahasia pertama di kediaman KH. Wasyid, yang dihadiri oleh: KH. Marjuki, KH. Tb. Ismail, dan KH. Ishak, berlanjut sampai pertemuan keenam pada 24 Juni 1888 M. dan isi dari enam pertemuan itu ialah membahas strategi yang akan mereka gunakan untuk penyerangan, baik dari pembagian kelompok, lokasi jalan yang mereka pilih, dan juga senjata yang akan digunakan dalam perjuangan tersebut.

Lokasi yang mereka tempuh kelak untuk peperangan antara lain di sekitaran Banten meliputi Bojonegoro, Beji, Cilegon, dan Seneja. Namun, pusat dari peperangan tersebut di kota Cilegon.

Peran KH. Wasyid dalam peperangan tersebut mempunyai figur sentral dalam memimpin pasukannya dan juga tidak hanya dikenal di Indonesia, bahkan mancanegara terutama Eropa. Semangat juang KH. Wasyid juga tidak takut terhadap jumlah dan tentara penjajah karena didasari keyakinan dan semangat jihad di jalan Allah SWT.

KH. Wasyid mempunyai gaya khas kepemimpinan karismatik yang sangat menarik perhatian penjajah Belanda sehingga dapat menggerakan masyarakat Banten untuk melakukan perlawanan senjata. Kepemimpinan KH. Wasyid, yaitu:

Memiliki kepemimpinan kyai yang berkharisma besar di mata pengikutnya dan menekan pentingnya melakukan pemberontakan terhadap penjajah Belanda.

Bentuk perlawanan terhadap penjajah Belanda dilandasi nilai-nilai agama Islam.

Kepribadian KH. Wasyid yang terbentuk dari keturunan orang berpendidikan agama yang mumpuni dan guru-guru yang menerapkan syariah Islam serta mengamalkan agama dalam bentuk kesalehan ibadah harian. Tidak hanya sekadar mengajar agama, beliau juga mengajarkan seni bela diri dan kemandirian, sehingga beliau memiliki pandangan yang luas terhadap situasi pada kondisi penjajahan Belanda dan mensikapi keadaan kritis.
 

3.3 Melawan Penjajah
Gerakan KH. Wasyid dalam perang tersebut banyak dipengaruhi oleh pemikiran guru-gurunya, Syekh Nawawi Al-Bantani dan Syekh Abdul Karim Al-Bantani, seorang mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

Dalam perjuangannya, beliau memiliki keahlian dan kemampuan strategis, seperti bagaimana beliau melakukan komunikasi-komunikasi politik dengan para ulama, jawara, dan pejuang-pejuang lainnya di Banten dan luar Banten untuk terlibat dalam perang melawan penjajah Belanda.

Perlawanan besar pun dilakukan. Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Tubagus Ismail dan KH. Wasyid dan melibatkan sejumlah ulama dan jawara dalam Geger Cilegon, membuat rakyat bangkit melawan Belanda.

Insiden ini dilakukan untuk menyerang orang-orang Belanda yang tinggal di Cilegon. Sayangnya, insiden ini dapat dipadamkan Belanda karena serdadu Belanda yang dipimpin Letnan I Bartlemy sudah terlatih. Meski api perlawanan dapat dipadamkan, namun sebelumnya terjadi pertempuran hebat.

KH. Wasyid yang sebelumnya pemimpin pemberontakan melakukan perang gerilya hingga ke ujung kulon, sedangkan yang lain dihukum buang.

KH. Abdurahman dan KH. Akib dibuang ke Banda, KH. Haris dibuang ke Bukittinggi, KH. Arsyad Thawil dibuang ke Manado/Minahasa, KH. Arsyad Qashir dibuang ke Buton, KH. Ismail dibuang ke Flores, dan banyak lagi yang dibuang ke Tondano, Ternate, Kupang, Manado, Ambon, dan Saparua. Semua pimpinan pemberontakan yang dibuang sebanyak 94 orang.

4. Referensi

  1. mjr-sjs.net,
  2. suarabanten.com,
  3. Ma’had Aly Jakarta.

https://www.laduni.id/post/read/525440/biografi-kh-wasyid-bin-muhammad-abbas-pahlawan-geger-cilegon.html