Daftar Isi Biografi KH. Zainal Abidin bin Ilyas Sampangan (Rais Syuriah Pertama PCNU Kota Pekalongan)
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Nasab
1.4 Wafat
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Seorang Wirausahawan yang Jujur dan Ulet
3.2 Khidmah Dakwah dan Mengajar
3.3 Pengabdian di Nahdlatul Ulama
3.4 Perjuangan Membela NKRI
4. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Kyai Zein Ilyas ini terlahir dengan nama Zainal Abidin Ilyas. Beliau adalah putra pertama KH Ilyas dari enam bersaudara, sebagai berikut:
- KH. Zainal Abidin
- KH. Masdjak Kraton
- Kyai Abbas Kraton
- Hj. Siti Chotijah
- Hj. Inayah
- Umi Kulsum.
1.2 Riwayat Keluarga
KH. Zainal Abidin bin Ilyas Sampangan atau yang lebih di kenal dengan nama KH Zein Ilyas dan oleh cucu-cucunya beliau akrab dipanggil “Mbah Ko” menikah dengan Mbah Hj Qomarotun oleh cucu-cucunya, beliau sering dipanggil “Mbah Yi” atau “Mbah Rayi”, sosok yang sangat taat pada suami nerimo, sendiko dawuh, rendah hati, merasa lemah dan bodoh (meski sesungguhnya tidak lemah dan bodoh). Dan dikaruniai seorang putra bernama H. Abdul Aziz Zein.
1.3 Wafat
KH Zein Ilyas dimakamkan di pemakaman sapuro tepatnya di sebelah utara bangunan Masjid Aulia’ Sapuro.
2. Sanad Keilmuan
Semenjak kecil beliau diasuh dan dididik oleh ayahhanda sendiri bernama KH. Ilyas
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Mbah KH. Zein Ilyas adalah sosok pribadi seorang muslim yang sangat pas dijadikan contoh dalam menyikapi dan menghadapi perjalanan hidup dan kehidupan. Dalam keseharian hidup berumah tangga, KH Zein Ilyas dan Hj Qomarotun hidup dalam kesederhanaan.
Mbah KH Zein Ilyas adalah seorang Kyai, guru ngaji, seorang buruh, seorang pedagang sekaligus usahawan/ wiraswastawan yang ulet dan tahan banting. Beliau aktif dalam organisasi sosial keagamaan khususnya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU). Beliau pernah menjabat Rais Syuriah NU Cabang Pekalongan.
3.1 Seorang Wirausahawan yang Jujur dan Ulet
Mbah KH Zein Ilyas muda adalah buruh atau kuli yang selalu melaksanakan apa saja yang diperintahkan oleh majikannya. Karena sifatnya yang jujur dan rendah hati, Mbah KH Zein Ilyas kerap kali dipercaya untuk menjualkan barang-barang dagangan seperti mori, bahan baku batik juga kain batik.
Selanjutnya perjalanan karir Mbah KH Zein Ilyas muda sebagai seorang pedagang mori dan kain batik juga sebagai buruh mbabar batik (buruh jasa membuat batik) yang ulet dan sukses, sehingga mengantarkan beliau menjadi seorang usahawan/ wiraswastawan batik.
Jiwa wiraswasta dan sifat-sifat berdagang dengan jujur dan amanah yang meniru Kanjeng Nabi Muhammad SAW itu, seringkali disampaikan kepada cucu-cucunya di waktu senggang dan santai.
“Yen adol batik, batike ono cacate ojo mak tutup-tutupi. Tuduhno bae nek pancen warnane ngeplek, opo suwek nang pinggir. Ojo wedi ora payu. Sebab sing mesti’ke payu utowo ora payu kuwi Gusti Allah”
(“Kalau menjual batik, jika batiknya ada cacatnya jangan kamu tutup-tutupi. Tunjukkan saja jika memang ada warnanya yang flek, atau pun ada sobek di pinggirnya. Jangan pernah takut tidak laku. Sebab yang menentukan laku atau tidak laku itu Allah Ta’ala”.)
“Ngertio kowe kabeh. Berkahe Mbah Ko gawe batik kuwi biso tuku omah sak glondong, biso lungo kaji, mondokke Bapakmu lan kanggo mangan nggal dinone”.
(“ Kamu semua harus tahu. Berkah Mbah Ko membuat batik itu bisa membeli satu bangunan rumah, bisa pergi haji, memondokkan Bapakmu (H. Abdul Aziz Zein ke pesantren) dan untuk makan sehari-hari”.)
Mbah KH Zein Ilyas juga selalu mewanti-wanti kepada cucu-cucu beliau : “Mulane pesene Mbah Ko: Nek biso ojo mak tinggal usaha nggawe batik”
(“Makanya pesan Mbah Ko: Kalau bisa, jangan sampai kamu tinggalkan usaha membuat batik”.)
3.2 Khidmah Dakwah dan Mengajar
Meski sibuk di dunia usaha, namun beliau juga aktif dakwah kepada umat dan masyarakat. Sebagai Kyai beliau sering mendatangi acara-acara warga walimatul ursy, walimatul khitan, acara tahlilan dan lain-lain. Tidak jarang beliau dimohon untuk mengakad-nikahkan sebagai wakil wali nikah, dan juga sering diminta untuk memimpin doa.
Dapat dikatakan hidup beliau banyak diisi dengan aktivitas mengajar ngaji dan khidmah di Jamiyah Nahdlatul Ulama. Mushala Baitul Islah Sampangan Gang 8 merupakan tempat beliau mengajar kepada masyarakat. Mushala ini dibangun di atas tanah yang diwakafkan oleh beliau dan di tengah masyarakat, mushala ini kemudian terkenal dengan nama Mushala ‘Baitul Islah-KH Zen Ilyas’. Selain mushala, beliau juga menjadikan rumah beliau di Sampangan sebagai tempat untuk mengajar ngaji. Pada suatu waktu dulu rumah itu juga pernah digunakan untuk kegiatan belajar mengajar Madrasah.
Jadwal mengajar ngaji beliau sangat padat. Pada sore hari, KH Zein Ilyas mengajar ngaji Al-Qur’an dan kitab kuning di rumahnya untuk anak-anak tetangga dan cucu- cucunya dengan telaten dan penuh kesabaran. Setiap malam Jumat, beliau mengisi pengajian di mushala yang diikuti oleh warga sekitar dan dilanjutkan dengan shalat tasbih berjamaah. Di sela-sela hari yang ada KH Zein Ilyas juga sering diminta untuk mengajar ‘manasik haji’ oleh para calon haji yang hendak menunaikan rukun Islam yang kelima.
Sampai dengan usia uzur, setiap ba’dal maghrib KH Zein Ilyas tidak pernah melewatkan membaca Surat Yasin. Jika malam jum’at ditambah dengan Surat Al Mulk secara hafalan.
KH Zein Ilyas setiap hari bangun jam 3 pagi lalu melakukan sholat tahajjud dan membaca secara hafalan Surat Waqi’ah dan Surat Al Hasyr setiap hari usai melaksanakan sholat shubuh.
Untuk sholat jum’at di Masjid Jami’ Kauman, KH Zein Ilyas selalu berangkat awal jam 11.00 untuk menempati shof paling depan sebelah utara mimbar khutbah dan selalu besebelahan dengan Mbah KH Ghozali – Kraton.
Seiring usianya yang kian uzur, KH Zein Ilyas mulai terganggu penglihatannya juga fisik / badannya tambah melemah. Namun semangat bangun jam 3 pagi tidak pernah surut hingga pada suatu pagi ketika hendak mengambil air wudhu, KH Zein Ilyas jatuh tersungkur di depan kamar mandi. Kakinya lecet dan salah satu matanya bengkak dan berdarah karena terbentur tembok. Hal itu membuatnya hanya bisa tergeletak di tempat tidur. Aktifitas seperti wudhu, sholat, makan, minum dan buang hajat semuanya dilakukan dengan kondisi tiduran.
Keluarga merawatnya dengan penuh perhatian dan kesabaran terutama Hj Nafisah, putri menantu yang selalu menemaninya di samping tempat tidurnya. Mbah KH Zein Ilyas tidak mau dirawat di rumah sakit. Satu-satunya dokter yang diperkenankan beliau untuk merawat dan mengobatinya adalah dokter Sobirin Nachrowi karena dia adalah putra dari KH Nachrowi Khasan, sahabat dan teman seperjuangan KH Zein Ilyas. Itu pun setelah H Abdul Aziz Zein (putranya) selalu memaksa agar beliau mau dirawat oleh seorang dokter.
3.3 Pengabdian di Nahdlatul Ulama
Waktu malam beliau banyak dihabiskan untuk kegiatan Jamiyyah NU. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan keagamaan yang diajukan warga, Kyai Zein menelaah kitab-kitab kuning untuk mencari ibarah yang dapat digunakan sandaran untuk menjawab permasalahan tersebut. Jawaban tersebut kemudian dimusyawarahkan dalam kegiatan bahtsul masail yang rutin dilakukan.
Kyai Zein juga sangat aktif menghadiri dan memberikan nasihat serta arahan dalam kegiatan Lailatul-Ijtima NU yang dilaksanakan di mushala-mushala di Kota Pekalongan secara bergiliran. Keaktifan beliau di NU tidak diragukan lagi. Tercatat beliau pernah menjabat sebagai Rais Pengurus Cabang NU Pekalongan antara tahun 1940-1960 sebelum periode KH Nahrawi Khasan Landungsari (wafat 1996).
3.4 Perjuangan Membela NKRI
Selain mengambil peran di bidang pendidikan dan pengabdian di masyarakat, Kyai Zein Ilyas juga terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangan ini beliau lakukan melalui wadah keorganisasian NU dengan menggerakkan anggota kepemudaannya terutama Ansor dan Banser. Barisan Ansor Serbaguna telah didirikan sejak tahun 1937 sebelum Indonesia merdeka.
Pada masa Kyai Zein Ilyas, Banser di Kota Pekalongan mempunyai peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Atas arahan Kyai Zein, kebun di belakang rumah beliau yang penuh dengan pohon pisang sering menjadi tempat latihan Banser pada malam hari. Pada saat-saat tertentu digunakan untuk latihan bela diri dan ilmu kanuragan yang sesekali mendatangkan guru dari Cirebon atau Banten. Salah satu yang pernah diundang adalah Gus Nawawi.
Belum genap tiga bulan paska proklamasi kemerdekaan, terjadi peristiwa besar di Pekalongan, tepatnya anggal 3 Oktober 1945. Kyai Zein aktif menggerakkan masyarakat untuk berjuang mempertahankan Pekalongan dari upaya penguasaan Jepang. Pada peristiwa itu Kyai-Kyai dan santri di Pekalongan bersatu dengan tentara untuk merebut kembali Pekalongan yang dikuasai Jepang yang bermarkas di Gedung Kempetai (sekarang menjadi Masjid Syuhada). Dari arah selatan para santri dan pemuda berkumpul di bawah komando KH Syafi’i dengan bersenjata bambu runcing.
Doa dan takbir dipekikkan menggetarkan jiwa mengiringi penyerbuan ke arah utara menuju markas tentara Jepang. Sementara dari arah barat, utara dan timur para santri, pemuda dan Banser digerakkan oleh para Kyai seperti Kyai Siradj dan termasuk Kyai Zein Ilyas bersama-sama tentara menekan tentara Jepang agar menerima perundingan diplomasi yang sedang berlangsung. Perundingan berjalan sangat alot dan pihak Jepang bersikukuh tidak mau mengosongkan markasnya dan juga tidak mau meninggalkan Pekalongan. Akhirnya gedung Kempetai diserang oleh para pejuang.
Pertempuran sengit terjadi, meskipun pejuang dari warga Pekalongan hanya bersenjatakan ala kadarnya namun atas izin Allah, doa para Kyai, dan semangat juang yang membara, tentara Jepang yang bersenjatakan bedil dan senapan akhirnya angkat kaki dari Pekalongan. Banyak santri, pemuda, dan tentara pejuang yang gugur pada pertempuran tersebut. Untuk mengenang perjuangan ini dibangun Monumen Perjuangan 3 Oktober 1945 dan juga Masjid Syuhada.
Pada masa keributan Partai Komunis Indonsia (PKI) tahun 1965, Kyai Zein juga berperan aktif. Depan rumah Kyai Zein Ilyas yang menghadap ke jalan raya (Jalan Hayam Wuruk) dijadikan posko keamanan untuk menjaga situasi dan kondisi dari keributan. Kisah heroik ini menunjukkan bahwa perjuangan Kyai Zein adalah perjuangan yang total baik waktu, ilmu, harta, dan juga jiwa demi untuk kemaslahatan umat dan bangsa.
Dalam keadaan sakit yang demikian, beliau tidak pernah mengeluh sedikit pun. Mulut dan lisannya senantiasa digerakkan untuk berdzikir hingga ajal menjemputnya.
Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya yang pada saat selesai berta’ziyah dari pemakaman KH Nadjmudin Ata – Kauman menyempatkan mampir ke makam KH Zein Ilyas yang letaknya cukup berdekatan. Habib Luthfi sejak muda ternyata telah mengenal KH Zein Ilyas. Habib Luthfi juga menuturkan bahwa dirinya kerap mengunjungi KH Zein Ilyas ketika hendak berangkat mondok dulu. Menurut Habib Luthfi, KH Zein Ilyas adalah sosok seorang kyai yang alim dan sangat ikhlas dalam perjuangan, menuntun umat dengan sabar penuh tawadhu’. Sosok seperti KH. Zein Ilyas sudah sangat jarang ditemui pada masa sekarang ini.
Oleh karena itu saat Habib Luthfi melihat kondisi makam yang tampak sudah mulai rusak, maka lewat H Bahrul Alam beliau menyampaikan pesan untuk keluarga kiranya makam KH Zein Ilyas dapat diperbaiki. Atas pesan Habib Luthfi itulah kemudian keluarga (cucu dan buyut) KH Zein Ilyas sepakat untuk memperbaiki makam KH Zein Ilyas dan Alhamdulillah dapat diwujudkan oleh keluarga.
Kini saatnya yang paling tepat adalah kita harus belajar dan meneruskan dari jejak perjalanan KH Zein Ilyas, sosok sederhana yang tidak hanya pandai berkata-kata saja namun diwujudkan dengan tindakan nyata dan amal perbuatan yang sesuai apa yang diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Semoga cerita ini ada manfaatnya untuk keluarga dan masih banyak kekurangan serta butuh penyempurnaan dan koreksi lebih lanjut.
4. Referensi
Dikumpulkan dari berbagai sumber