Biografi Kyai Ageng Enis ( Raden Bagus Anis atau Kyai Ageng Laweyan) Tokoh Penyebar Agama Islam di Solo

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Kyai Ageng Enis
1.3  Nasab Kyai Ageng Enis
1.4  Wafat

2.1  Guru-guru Kyai Ageng Enis

3.1  Anak-Anak Kyai Ageng Enis

3.2  Murid-murid Kyai Ageng Enis

1   Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan lahir di awal abad 15 di daerah Selo atau Grobogan. Beliau adalah putra Kyai Ageng Selo. Beliau terlahir dengan nama Raden Bagus Anis

1.2 Riwayat Keluarga Kyai Ageng Enis

Kyai Ageng Enis menikah dengan Nyai Ageng Enis dan dikarunia putra:

  1. Kyai Ageng Pamanahan
  2. Kyai Ageng Karatongan

1.3 Nasab Kyai Ageng Enis

Kyai Ageng Enis jika diambil dari garis Ayah Masih keturunan Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi dengan Jalur Silisilah sebagai berikut :

  1. Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi
  2. Bondan Kejawan atau Lembu Peteng
  3. Ki Getas Pandawa
  4. Ki Ageng Selo
  5. Ki Ageng Enis

1.4 Wafat

Kyai Ageng Enis di perkirakan wafat pada tahun 1570 an. Beliau dimakamkan di komplek pemakaman Laweyan di Dusun Belukan, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Solo.

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Kyai Ageng Enis

Kyai Ageng Henis dibesarkan dan dididik oleh ayahanda Kyai Ageng Selo

2.1 Guru-guru Kyai Ageng Enis 

  1. Kyai Ageng Selo
  2. Sunan Kalijaga

3  Penerus Kyai Ageng Enis 

3.1 Anak Kyai Ageng Enis

  1. Kyai Ageng Pamanahan
  2. Kyai Ageng Katarongan

3.2 Murid-murid Kyai Ageng Enis

  1. Mas Karebet
  2. Kyai Juru Martani
  3. Kyai Penjawi

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Kyai Ageng Enis

Ki Ageng Enis merupakan putra Ki Ageng Sela. Keluarga besarnya berasal dari Sela, yang terletak di arah utara gunung Merapi dan Merbabu. Kini wilayah Sela berada di administratif Kabupaten Grobogan.Ki Ageng Enis adalah putra bungsu Ki Ageng Sela dengan Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela) putri Sunan Ngerang. Ia memiliki enam saudara, di mana semua saudaranya adalah perempuan, yaitu: Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba, Nyai Ageng Bangsri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen dan Nyai Ageng Pakisdadu.

Ki Ageng Enis menikah dengan Nyai Ageng Enis, dan berputra Ki Ageng Pamanahan. Putranya itu kemudian menikah dengan Nyai Sabinah (Nyai Ageng Pamanahan). Dari hasil pernikahan mereka, Ki Ageng Enis dikaruniai seorang cucu yang dalam perjalanan kariernya menjadi raja pertama Mataram, bergelar Panembahan Senapati.

Ki Ageng Enis (dikenal juga sebagai Ki Ageng Laweyan) adalah seorang tokoh dari Sela yang hijrah ke Pengging. Ia dikenal dengan sebutan Ki Ageng Laweyan, karena bertempat tinggal di Laweyan. Selama hidup di Laweyan ia pernah menjadi guru spiritual Jaka Tingkir saat belum naik takhta menjadi raja Pajang atau masih bernama Mas Karebet. Kemudian ia mengabdi kepada Sultan Adiwijaya setelah Kerajaan Pajang berdiri, sebagai sesepuh dan orang penting di Pajang.

Pengging dahulu dikenal sebagai masih banyak yang menganut Kapitayan, masuknya Islam di tanah Pengging tidak luput dari peran serta Ki Ageng Enis. Laweyan yang saat itu merupakan wilayah kekuasaan Kadipaten Pengging (sebelum Pajang) masyarakat di sekitarnya masih menganut Kapitayan. 

Ki Ageng Beluk, teman Ki Ageng Enis, dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh bagi masyarakat Laweyan. Ki Ageng Beluk seorang penganut agama Hindu, namun karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Enis di Laweyan, membuat Ki Ageng Beluk tertarik memeluk agama Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyarankan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Enis untuk dibangun menjadi sebuah masjid. Sejak saat itu Ki Ageng Enis mulai bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati).

Ki Ageng Henis sangat berperan dalam perkembangan batik di Kampung Laweyan. Batik awalnya hanya dipelajari oleh putri dalem keraton. Tapi, oleh Ki Ageng Henis kemudian dikenalkan dan diajarkan kepada masyarakat luas. Salah satunya kepada warga di Kampung Batik Laweyan yang berkembangan hingga sekarang. Kala itu, Laweyan terdapat sebuah pasar rakyat. Pasar Laweyan ini dulunya terkenal dengan hasil benang.

Benang tersebut belum dikembangkan secara baik oleh warga Laweyan. Padahal, benang ini memiliki potensi sangat besar. “Waktu itu beliau (Ki Ageng Henis) dapat tanah pardikan pemberian raja di sini (Laweyan). Beliau melihat ini kenapa kok dari benang ini tidak dikembangkan menjadi sebuah kain kemudian batik. Ki Ageng Henis yang mendapat tanah pardikan dari raja di Kampung Laweyan kemudian mengajarkan warga untuk mengembangkan benang menjadi kain dan batik. “Sebenarnya semua kesenian ada di keraton. Kemudian, sama Ki Ageng Henis diajarkan kepada masyarakat. Sama batik itu (dulu) hanya lingkup keraton. Sama Ki Ageng Henis diajarilah orang-orang situ (Laweyan) untuk membatik sampai sekarang. Ki Ageng Henis hidup di era Kerajaan Pajang. Ia menjadi penasihat Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir. “Setelah masa tuanya beliau tinggal di sini (Laweyan),” kata dia.

Pada akhir hayatnya Ki Ageng Enis meninggal dan dimakamkan di Pasarean Laweyan. Rumah tempat tinggal Ki Ageng Enis kemudian ditempati oleh cucunya yang bernama Danang Sutawijaya. Kemudian Sutawijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Saloring Pasar, Sutawijaya pindah ke hutan Mentaok dan dalam perjalanannya kemudian mendirikan kerajaan Mataram Islam dan menjadi raja pertama dengan gelar Panembahan Senapati.

5 Keteladanan Kyai Ageng Enis

Kyai Ageng Enis adalah salah satu tokoh yang ikut ambil bagian dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa, terutama di daerah Laweyan atau dulu masih bagian dari kadipaten Pengging. Semasa hidupnya beliau mengikuti jejak Ayahanda dan Gurunya untuk menyebarkan ajaran Agama Islam. Bahkan beliau pernah menjadi guru spiritual Mas Karebet atau lebih di kenal dengan nama Jaka Tingkir sebelum menjabat menjadi raja di Kesultanan Pajang yang Bergelar Sultan Hadiwijaya.
Ketika Sultan Hadiwijaya Naik Tahta, Kyai Ageng Enis diminta bantuannya untuk melakukan dakwah di sekitar Pajang atau Pengging. Dikarenakan Sultan merasa bahwa gurunya tersebut lebih pas untuk membantu beliau didaerah Pengging terutama di daerah Laweyan. Akhirnya hijrah lah beliau beserta keluarga untuk melaksanakan amanat Sultan Hadiwijaya sebagai penguasa Kesultanan Pajang.

Selai berdakwah beliau juga mengembangkan ekonomi kerakyatan di daerah Laweyan. Dimana Laweyan dulu adalah daerah penghasil benang. Dan beliau melihat mengapa proses pembuatan batik hanya dilakukan oleh pihak dalam kraton. Dengan penuh ketelatenan beliau mengajarkan dari benang diproses menjadi kain dan kemudian bisa dijadikan Kain Batik. Sehingga secara tidak langsung ekonomi masyarakat Laweyan menjadi berkembang. Semua itu tidak lepas dari ketekunan Kyai Ageng Enis untuk memajukan masyarakat sekitar.

6  Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. Silsilah Ki Ageng Enis versi Mangkunegaran
  4. The Kartasura Dinasty – Genealogy, Christopher Buyers, October 2001 – September 2008
  5. Riwayat Mataram Islam ‘Kejawen’ Semenjak dari Demak
  6. Penyebaran Islam di Nusantara
  7. Imam Leluhur Seikh dan Wali Nusantara
  8. Jalur Keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Husain bin Ali
  9. Maulana Pelopor Dakwah Nusantara
  10. Beberapa versi Asal-usul Jaka Tarub
  11. Ki Ageng Penjawi
  12. Sejarah Singkat Keraton-Keraton Lama Jawa

https://www.laduni.id/post/read/517046/biografi-kyai-ageng-enis-raden-bagus-anis-atau-kyai-ageng-laweyan-tokoh-penyebar-agama-islam-di-solo.html