1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Kyai Ageng Ngerang adalah Putra dari Maulana Malik Maghribi. Beliau terlahir dengan nama Syekh Muhammad Nurul Yaqin.
1.2 Riwayat Keluarga Kyai Ageng Ngerang
Kyai Ageng Ngerang menikah dengan Nyai Ageng Ngerang dikarunia anak yaitu:
- Kyai Ageng Ngerang II
- Dewi Roro Kinasih atau Nyai Bicak istri Kyai Ageng Selo
1.3 Nasab Kyai Ageng Ngerang
Nasab Kyai Ageng Ngerang beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW. Dengan silsilah sebagai berikut :
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
- Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti
- Al-Imam Al-Husain bin
- Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
- Al-Imam Ja’far Shadiq bin
- Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin
- Al-Imam Muhammad An-Naqib bin
- Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
- As-Sayyid Ubaidillah bin
- As-Sayyid Alwi bin
- As-Sayyid Muhammad bin
- As-Sayyid Alwi bin
- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
- As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin
- As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
- As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
- As-Sayyid Abdullah bin
- As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
- As-Sayyid Husain Jamaluddin bin
- As-Sayyid Maulana Maghribi
- As-Sayyid Maulana Nurul Yaqin atau Kyai Ageng Ngerang
1.4 Wafat
Kyai Ageng Ngerang dimakamkan di Pedukuhan Ngerang Desa Tambakromo,Pati,Jawa Tengah, dari kota Pati ke arah Selatan sekitar 17 km.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Nyai Ageng Ngerang
Beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahanda Syekh Maulana Maghribi
2.1 Guru-guru Nyai Ageng Ngerang
- Syekh Maulana Maghribi
- Raden Bondan Kejawan atau Kyai Ageng Tarub II
- Syekh Siti Jenar
3 Penerus Kyai Ageng Ngerang
3.1 Anak Kyai Ageng Ngerang
- Kyai Ageng Ngerang II
- Dewi Roro Kinasih atau Nyai Bicak istri Kyai Ageng Selo
3.2 Murid-Murid Kyai Ageng Ngerang
- Sunan Muria
- Sunan Kudus
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Nyai Ageng Ngerang
Menelusuri sejarah Mataram Islam maka pasti tersebut salah satu nama keturunan dari bangsawan yang menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama dan gelar Kyai Gede, Kyai Ageng, Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki makna sebagai tokoh besar dalam bidang keumatan (keagamaan) maupun tokoh pemerintahan yang dihormati. Sebab dianggap memiliki kelebihan dan kemampuan dalam sifat-sifat keteladanan dan kepemimpinan dalam suatu wilayah.
Dalam kehidupan masyarakat jawa kuno secara sosiologis dibagi menjadi tiga golongan yaitu Begawan, Bangsawan dan Kawula Dasih. Golongan Begawan adalah orang yang menjalankan hidup asketis dengan mengarungi laku batin. Adapun golongan bangsawan merupakan trahing kusuma rembesing madu yang di darahnya merupakan keturunan ningrat sehingga biasanya dalam hidupnya memiliki tekad dan pengabdian yang kokoh dalam hal kepemimpinan. Untuk tekad tersebut demi kedamaian negara dan dunia, mereka rela rawe-rawe rantas malang-malang putung, meski harus mengorbankan jiwa dan raga. Adapun golongan Kawula Dasih adalah golongan rakyat dengan berbagai profesi sehari hari yang berjalan secara berkesinambungan sehingga terwujudlah negara yang aman nan tenteram.
Kyai Ageng Ngerang adalah seorang tokoh ulama yang semasa dengan Dewan Walisongo yang menyebarkan agama islam di daerah Juwana dan daerah lereng pegunungan Kendeng Pati Selatan sampai akhir hayatnya dimakamkan di Pedukuhan Ngerang Desa Tambakromo,Pati,Jawa Tengah,makamnya dari kota Pati ke arah Selatan sekitar 17 km.
Kyai Ageng Ngerang diasuh dan dibimbing oleh kedua orangtuanya dengan Ilmu Agama yang sangat mendalam semenjak dari kecil .Dari semenjak kecil dia sudah belajar agama dengan tekun.Dikisahkan beliau sempat belajar dan berguru pada Syekh Siti Jenar dan Kyai Ageng Tarub II. Menginjak dewasa menikah dengan Dewi Roro Kasihan putri dari Kyai Ageng Tarub II dan kemudian tinggal di Ngerang Juwana.Semenjak itulah ia terkenal dengan nama Kyai Ageng Ngerang.
Kyai Ageng Ngerang mendirikan padepokan pesantren di Ngerang Juwana dan muridnya datang dari berbagai daerah. Dalam mensyiarkan Agama Islam dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, hati hati dan penuh welas asih. Sebab masyarakat ada saat itu sudah memiliki keyakinan agama dan ajaran hidup yang sudah mapan dan terlembaga. Kehidupan masyarakat disana telah mapan atas ajaran ilmu dari para pendahulu yang juga dikenang sangat linuwih.
Keyakinan dan pedoman hidup masyarakat pada saat itu sudah sedemikian kuat. Struktur alam pegunungan telah menjadikan masyarakat sudah akrab dengan tanda tanda alam. Keseimbangan hidup dengan habit sosial maupun dengan flora dan fauna sudah diketahui oleh masyarakat. Kepercayaan dengan hal hal hal ghoib tentu sudah sangat familiar dengan aktifitas kehidupan sehari hari masyarakat. Sebab ritus ritus persembahan terhadap dewa dewa dan roh leluhur sudah sangat masif berlangsung dalam kehidupan masyarakat waktu itu sehingga kehidupan masyarakat waktu itu sudah terbiasa dengan segala ikhwal kesaktian dan keghoiban
Dengan memperhatikan kondisi masyarakat yang demikian maka pada saat itu untuk dapat melakukan syiar tauhid dalam agama Islam bukan perkara yang mudah sebab masyarakat waktu itu sudah memiliki pedoman hidup yang mapan dan terlembaga. Syiar Agama Islam jika tidak dilakukan dengan hati hati, cermat dan bijaksana tentu akan mendapatkan perlawanan dari tokoh dan masyarakat setempat yang justru sangat merugikan dan tidak akan membuahkan hasil kemanfaatan.
Namun nampaknya dengan melihat hasilnya kini Kyai Ageng Ngerang waktu itu dianggap telah mampu secara tepat dan bijaksana melakukan syiar Tauhid Agama Islam. Konon dikisahkan ajaran Islam di syiarkan dengan sangat tepat, penuh kasih sayang dan tanpa ada paksaanKeberhasilan dalam menyebarkan Agama Islam waktu itu dapat dianalisa dan dipelajari sebab dahulu beliau telah berhasil melakukan proses dialektika antara teks syariat dengan realitas budaya setempat hingga terbentuk nilai Islam teologis yang sinergi dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, adat istiadat masyarakat setempat. Sehingga tauhid Islam dapat diterima secara damai tanpa konflik oleh masyarakat setempat. Hal inilah yang selanjutnya terbingkai dalam kehidupan masyarakat yang toleran, harmonis, santun dan penuh kasih sayang. Beliau telah meninggalkan jejak wajah Islam yang rohmatan lilalamien pada masyarakat.
Konon dalam beberapa riwayat diceritakan, Versi menurut sesepuh Dusun Ngerang, kata Ngerang berasal dari kata sliweran dan pating kliwerran. Ketika beliau berdakwah dan menempati dusun, banyak Dhemit atau makhluk halus yang mondar-mandir atau sliweran atau pating sliweran. Dhemit tersebut mengganggu kekhusukan beribadah warganya. Dhemit tersebut berhasil diusirnya, oleh karena itu dusun tersebut dinamakan Dusun Ngerang.
Ki Ageng Ngerang mempunyai kedekatan dengan Syeh Siti Jenar, ulama tarekat dan sufi.Kyai Ageng Ngerang pun juga pernah menuntut ilmu dari Syeh Siti Jenar.Karena pengaruh konflik politik kerajaan Demak dengan Syeh Siti Jenar maka siapapun yang pernah dekat dengan Syeh Siti Jenar akan diburu prajurit kerajaan Demak. Maka demi keselamatan para santrinya Kyai Ageng Ngerang meninggalkan padepokan Ngerang Juwana pergi ke arah selatan menyusuri lereng Pegunungan Kendeng.Dan kemudian membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan mendirikan padepokan untuk menyebarkan islam di daerah lereng pegunungan kendeng ini.
Kisah hidup Kyai Ageng Ngerang adalah potret kehidupan yang tawadhu sebagai sebuah perilaku manusia yang memiliki watak rendah hati, tidak sombong atau merendahkan diri agar tidak terlihat sombong. Tawadhu bukan hanya sekadar tata kerama belaka, namun perilaku ini memiliki makna yang jauh lebih dahulu dari sopan santun, yaitu sikap batin yang menjelma dalam praktik lahiriyah secara wajar dan bijaksana.
Dalam menjalani kehidupan sehari hari nampaknya Kyai Ageng Ngerang mampu secara tepat menggabungkan laku hidup dalam tingkat stratifikasi sosial yaitu sebagai seorang Begawan, sebagai seorang Bangsawan sekaligus dapat berperan sebagai seorang Kawulo Dasih. Nyai Ageng Ngerang termasuk seorang yang didalam darahnya mengalir darah Trahing Kesumah, Rembesing Madu, Wijining Tapa, dan Tedhaking Andanawarih yang artinya bahwa seorang yang memiliki darah keturunan ningrat (kesumah / bunga) atau bangsawan, tapa /pertapa /alim ulama, berwawasan agama dan berasal dari keturunan pilihan utama.
Trahing kusumo rembesing madu maksudnya adalah keturunan bunga tirisan madu yang berarti keturunan orang yang mulia. Dalam keyakinan orang Jawa – Nusantara trahing kusumo rembesing madu seakan sudah menjadi jaminan bahwa setiap yang lahir dari garis keturunan tersebut pastilah orang yang baik yaitu baik etika, tikah laku, perbuatan, berbudi pekerti, ucapan, moral, akhlak dan adabnya, baik agamanya, baik segalanya. Selanjutnga dalam kajian Islam Trahing Kusumo Rembesing Madu meskipun tidak menjadi jaminan tingginya derajat seseorang, akan tetapi trah kusumo madu haruslah dibarengi dengan keteladanan ahlaq yang mulia sabagai manifestasi ketakwaan pada Allah SWT. Dengan demikian implementasi Trahing Kusuma, Rembesing Madu adalah perilaku yang harus dibarengi dengan laku wijining atapa, tedhaking andana warih sehingga dapat menginternalisasi antara bobot, bibit dan bebet.
Dengan demikian Kyai Ageng Ngerang adalah salah satu orang yang menjadi leluhur dinasti Mataram Islam karena melahirkan generasi yang mampu menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Mataram Islam yang masih lestari hingga saat ini yaitu Kasultanan Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Ngayogyakarta, Pura Mangkunegaran Surakarta dan Pura Pakualaman Yogyakarta.
5 Keteladanan Kyai Ageng Ngerang
Kyai Ageng Ngerang mendirikan padepokan pesantren di Ngerang Juwana dan muridnya datang dari berbagai daerah. Dalam mensyiarkan Agama Islam dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, hati hati dan penuh welas asih. Sebab masyarakat ada saat itu sudah memiliki keyakinan agama dan ajaran hidup yang sudah mapan dan terlembaga. Kehidupan masyarakat disana telah mapan atas ajaran ilmu dari para pendahulu yang juga dikenang sangat linuwih.
Keyakinan dan pedoman hidup masyarakat pada saat itu sudah sedemikian kuat. Struktur alam pegunungan telah menjadikan masyarakat sudah akrab dengan tanda tanda alam. Keseimbangan hidup dengan habit sosial maupun dengan flora dan fauna sudah diketahui oleh masyarakat. Kepercayaan dengan hal hal hal ghoib tentu sudah sangat familiar dengan aktifitas kehidupan sehari hari masyarakat. Sebab ritus ritus persembahan terhadap dewa dewa dan roh leluhur sudah sangat masif berlangsung dalam kehidupan masyarakat waktu itu sehingga kehidupan masyarakat waktu itu sudah terbiasa dengan segala ikhwal kesaktian dan keghoiban
Dengan memperhatikan kondisi masyarakat yang demikian maka pada saat itu untuk dapat melakukan syiar tauhid dalam agama Islam bukan perkara yang mudah sebab masyarakat waktu itu sudah memiliki pedoman hidup yang mapan dan terlembaga. Syiar Agama Islam jika tidak dilakukan dengan hati hati, cermat dan bijaksana tentu akan mendapatkan perlawanan dari tokoh dan masyarakat setempat yang justru sangat merugikan dan tidak akan membuahkan hasil kemanfaatan. Namun nampaknya dengan melihat hasilnya kini Kyai Ageng Ngerangdan Nyai Ageng Ngerang waktu itu dianggap telah mampu secara tepat dan bijaksana melakukan syiar Tauhid Agama Islam. Konon dikisahkan ajaran Islam di syiarkan dengan sangat tepat, penuh kasih sayang dan tanpa ada paksaan
6 Referensi
- Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
- Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
- Babad Wali Songo, Yudhi AW,2013
- Sejarah Wali Sanga, Purwadi,
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Suroyo, A.M. Djuliati, dkk. 1995. Penelitian Lokasi Bekas Kraton Demak.Kerjasama Bappeda Tingkat I Jawa Tengah dengan Fakultas Sastra UNDIP Semarang.
- Serat Kandhaning Ringgit Purwa. Koleksi KGB. No 7.
- Sudibya, Z.H. 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Proyek Peneribitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Kartodirdjo, Sartono (ed.). 1977. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.