Biografi Kyai Gede Sebayu (Ulama dan Pendiri Kota Tegal)

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Kyai Gede Sebayu
1.3  Nasab Kyai Gede Sebayu
1.4  Wafat

2.1  Guru-guru Kyai Gede Sebayu

3.1  Anak-Anak Kyai Gede Sebayu
3.2  Murid-murid Kyai Gede Sebayu

1   Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Kyai Gede Sebayu adalah keturunan darah bangsawan dari Bathara Katong (Adipati Wengker Ponorogo). Ayahnya bernama Pangeran Onje adalah Adipati Purbalingga. Beliau diperkirakan lahir sekitar tahun 1530 an

1.2 Riwayat Keluarga Kyai Gede Sebayu

Kyai Gede Sebayu dikaruniai 2 orang anak yaitu :

  1. Raden Ayu Giyanti Subalaksana istri dari Pangeran Selarong (Pangeran Purboyo)
  2. Kyai Gede Honggowono ayah dari Kyai Gede Hanggowono Seco Menggolo Jumeneng Tumenggung Reksonegoro Ke-I

1.3 Nasab Kyai Gede Sebayu

Nasab Kyai Ageng Tarub beliau masih keturunan dari Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi. Dengan Silsilah sebagai berikut :

  1. Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi + Selir dari Campa
  2. Raden Joko Piturun atau Bathara Kathong atau Syekh Sekar Delima
  3. Pangeran Onje
  4. Kyai Gede Sebayu

1.4 Wafat

Kyai Gede Sebayu wafat sekitar tahun 1625M dan dimakamkan di daerah Danawarih, Kec. Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Kyai Gede Sebayu

Beliau dibesarkan dan dididik oleh kakeknya Kyai Ageng Wunut

2.1 Guru-guru Kyai Gede Sebayu

  1. Kyai Ageng Wunut
  2. Pangeran Onje

3  Penerus Kyai Gede Sebayu

3.1 Anak-anak Kyai Gede Sebayu

  1. Raden Ayu Giyanti Subalaksana 
  2. Kyai Gede Honggowono

3.2 Murid-murid Kyai Gede Sebayu

  1. Kyai Sura Lawayan
  2. Kyai Jaga Sura 

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Kyai Gede Sebayu

Masyarakat Tegal khususnya, pasti tidak asing dg nama Kyai Gede Sebayu. Ya, hal ini karena beliau merupakan Tokoh Pendiri Pemerintahan Tegal pada 1585-1625.Identitas Kabupaten Tegal dijiwai oleh semangat kejayaan Kyai Gede Sebayu dalam membangun Tlatah Tegal. Sebagaimana tertera dalam buku silsilah raja-raja se-Tanah Jawa. Kyai Gede Sebayu adalah keturunan bangsawan yang bernama Bathara Katong Adipati Ponorogo dan beliau adalah putra ke-22 dari 90 bersaudara, kemudian Kyai Gede Sebayu mempunyai 2 orang anak yaitu: Raden Ayu Giyanti Subalaksana istri dari Pangeran Selarong (Pangeran Purboyo), dan Kyai Gede Honggowono.

Sejak kecil, Kyai Gede Sebayu diasuh oleh eyangnya yaitu Kyai Ageng Wunut yang selama hidupnya menekuni Agama Islam. Hal ini membawa dampak bagi perkembangan Kyai Gede Sebayu yang tumbuh menjadi anak yang berperilaku ramah dan santun. Setelah menginjak dewasa, Kyai Gede Sebayu oleh ayahnya disuwitakan di Keraton Pajang yaitu Sultan Hadiwijaya. sebagai prajurit tamtama sehingga Kyai Gede Sebayu memperoleh pendidikan keprajuritan dan ilmu kanuragan. Ketika Arya Pangiri berkuasa di Kesultanan Pajang.

Kyai Gede Sebayu banyak pengabdiannya pada Pemerintah Kanjeng Sultan Adiwijaya, penguasa Pajang. Setelah Sultan Pajang meninggal, keadaan pemerintahan menjadi sangat kisruh dan banyak yang menjadi korban. Melihat kondisi negeri seperti itu Kyai Gede Sebayu beserta keluarganya meninggalkan negeri Pajang. Pada saat terjadi pergolakan perebutan kekuasaan beliau lebih memilih diam. Bahkan pada saat suasana makin kacau, Kyai Ageng Ngunut (kakek Sebayu) mendesak Kyai Gede Sebayu agar menyelamatkan Kerajaan Pajang. Namun, Kyai Gede Sebayu menolak. Melihat penderitaan manusia akibat perebutan kekuasaan antar keluarga itu tidak kunjung reda, 

Ketika terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Pangeran Benowo yang didukung oleh Panembahan Senopati dari Mataram. Pangeran Benowo mengajak Kyai Gede Sebayu untuk membantunya merebut tahta Kesultanan Pajang dari tangan Arya Pangiri yang semakin semena—mena terhadap rakyat nya. Ketokohan Kyai Gede Sebayu mulai tampak ketika terjadi perang antara Kesultanan Pajang dengan Kadipaten Mataram. Kyai Gede Sebayu bergabung dengan prajurit Mataram bersama Pangeran Benawa untuk menyingkirkan Aryo Pangiri. Ketika itu Kyai Gede Sebayu dengan tombak pendeknya menyerang prajurit Pajang sehingga banyak yang tewas dan akhirnya Aryo Pangiri menyerah dan diusir dari Keraton Pajang. Kemudian Keraton pajang diserahkan kembali kepada Pangeran Benawa.  

Setelah selesai pertempuran (1587), Selepas peperangan tersebut Kyai Gede Sebayu malah pilih pamit untuk menyingkir ke barat. Beliau melepas atribut kebangsawanannya dan mengembara mencari hakikat hidup. Kyai Gede Sebayu dan pengikutnya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke arah barat dan sampai di Desa Taji (wilayah Bagelan) disambut oleh Demung Kyai Gede Karang Lo. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Banyumas (Kadipaten Purbalingga) untuk ziarah ke makam ayah Kyai Gede Sebayu dan akhirnya sampai di Desa Pelawangan kemudian menyusuri pantai utara ke arah barat dan sampailah di Kali Gung (Padepokan Kyai Gede Wonokusumo). 

Kyai Gede Wonokusumo, adalah sesepuh dan penanggung jawab makam Pangeran Drajat (Mbah Panggung). Mengetahui tujuan mulia dari kedatangan Kyai Gede Sebayu ke tlatah Tegal yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka Kyai Gede Wonokusumo dengan tulus ikhlas membantu menata rombongan Kyai Gede Sebayu dengan menitipkan keluarga-keluarga dari rombongan itu ke daerah-daerah sepanjang Kali Gung sesuai bidang-bidang keahlian masing-masing dan berakhir di Dukuh Karangmangu Desa Kalisoka (Kecamatan Dukuhwaru-sekarang) sesuai bidang keahlian yang dimilikinya. Kedatangan keluarga dari rombongan Kyai Gede Sebayu di masing-masing daerah itu dapat memotivasi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan daerahnya. Kegiatan yang dilakukan oleh keluarga dari rombongan. 

Kyai Gede Sebayu mulai menyusun rencana dan strategi untuk melakukan pembangunan yaitu:

Mengatur penempatan para pengikutnya sesuai dengan ketrampilan dan keahlian.

  • Ahli kerajinan dan pertukangan ditempatkan di pusat perniagaan dan perdagangan
  • Ahli pertanian ditempatkan di daerah pertanian yaitu dataran rendah dan tinggi
  • Ahli kemasan, ahli tenun (termasuk keluarga Kyai Gede Sebayu) .

Sampailah Kyai Gede Sebayu di sebuah daerah penuh ilalang, padang rumput luas dengan sungai besar yang dialiri air bening sampai muara laut utara. Beliau terperangah melihat hamparan padang rumput luas yang nyaris tak berpenghuni itu. Di sana hanya ada beberapa bangunan semipermanen yang dihuni sejumlah santri dan sebuah makam keramat. Makam tersebut adalah tempat jenazah Sunan Panggung atau Mbah Panggung dikebumikan. Diajaknya warga setempat membabat alang-alang agar jadi tegalan.

Menyikapi perkembangan peningkatan kesejahteraan rakyatnya yang belum tampak nyata, sedangkan sebagian besar bermata pencaharian tani ladang ( tanah kering ) yang hasilnya kurang menguntungkan. Kyai Gede Sebayu beserta dua orang pengikut setianya, Kyai Sura Lawayan dan Kyai Jaga Sura berjalan sepanjang tepi Kali Gung ke selatan sampai di suatu pinggir gunung selapi. Dan muncullah niat membangun bendungan untuk mengalirkan air dari Kali Gung ke persawahan. Perkembangan selanjutnya, dengan keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh Kyai Gede Sebayu beserta pengikut dan masyarakat sekitarnya dalam membendung Kali Gung hingga menjadi sumber pengairan bagi pertanian di daerah sekitarnya yang kemudian disebut Bendungan Danawarih, Memberikan penamaan terhadap wilayah sesuai dengan kondisi daerah, seperti: Danawarih yang berarti memberi air. Selain itu membuat Kali Jembangan, Kali Bliruk dan Kali Wadas yang terletak di Dukuh Kemanglen dengan sebutan Grujugan Curug Mas.

Untuk memenuhi kebutuhan rohani, Kyai Gede Sebayu membangun masjid dan pondok pesantren di Dukuh Pesantren sebagai tempat kegiatan agama. Di sinilah diajarkan cara membaca Al-Qur’an, pengajian yang mengajarkan kewajiban muslim dalam menjalankan agamanya. Bahkan beliau dengan tangan terbuka siap menerima para Ulama-ulama yang ingin berdakwah di daerah Tegal.

Slawi berarti tempat berkumpulnya para satria yang berjumlah selawe atau dua puluh lima yang dalam perkembangannya menjadi pusat kekuasaan (pangreh praja) di Kabupaten Tegal. Ide dan pemikiran Kyai Gede Sebayu memberikan banyak kemajuan bagi masyarakat

Para petani dapat memanfaatkan alat-alat pertanian dengan adanya hasil kerajinan pandai besi. Pasar perdagangan semakin ramai karena banyak masyarakat yang memiliki ketrampilan pertukangan kayu, menjahit, pembuatan alat dapur dari tembaga, pertukangan emas dan sebagainya. Taraf hidup masyarakat meningkat dengan didukung pembuatan jalan desa, pembangunan rumah penduduk yang dilakukan secara gotong royong, mengatur keamanan secara bersama-sama.

Sementara itu, Pangeran Benowo diangkat menjadi raja Pajang. Beliau membutuhkan sepupunya, yang tak lain adalah Kyai Gede Sebayu, untuk menjadi patih. Pangeran Benowopun mengutus sejumlah prajurit untuk mencari Kyai Gede Sebayu. Di Desa Tegal, tempat Sebayu bermukim, sepupu Pangeran Benowo itu ditemukan. Namun karena Kyai Gede Sebayu tidak mungkin meninggalkan rakyat Tegal, maka Pangeran Benowo melantik beliau menjadi Demang atau sesepuh Desa Tegal. Anugerah sebagai sesepuh desa diberikan pada malam Jumat Kliwon, 15 Sapar Tahun 988 Hijriah, atau tahun 588 EHE. Waktu itu bertepatan dengan 12 April 1580 Masehi. Keberhasilan Kyai Gede Sebayu dalam mengelola Tlatah Tegal gaungnya sampai ke negeri Mataram. 

Kemudian atas jasa-jasa Kyai Gede Sebayu dalam membangun tlatah Tegal, oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng Panembahan Senopati Sayyidin Penata Gama Ratu Bimantoro di negeri Mataram diangkat menjadi Juru Demang setara dengan Tumenggung di Kadipaten Tegal pada Rabu Kliwon tanggal 18 Mei 1601 Masehi atau tanggal 12 Robiul Awal 1010 Hijriyah atau 1524 Caka. Dengan berpedoman inilah disepakati sebagai Hari Jadi Kabupaten Tegal. 

Perjalanan Kyai Gede Sebayu yang sangat luar biasa tersebut seolah hanya peristiwa biasa.Padahal peristiwa tersebut dari aspek politik dan sosial budaya memiliki nilai yang sangat besar, yakni: 

  1. Menguatnya legitimasi kekuasaan Mataram di wilayah barat, terbukti kemudian dengan diangkatnya keturunan Kyai Gede Sebayu menjadi Adipati di Tegal dan Brebes. 
  2. Terbangunnya pranata sosial dan kemakmuran melalui budaya bercocok tanam sebagai modal dasar ketahanan dan pertahanan suatu wilayah.Hal ini perlu dilakukan,karena waktu itu adalah awal masuknya kolonialisme Belanda (1601) yang diyakini akan menguasai dan menghancurkan kerajaan-kerajaan di tanah Jawa. 
  3. Membangun karakter sambil membangkitkan imajinasi. Dengan peringatan Hari Jadi Kabupaten Tegal yang diselenggarakan setiap tahun,diharapkan akan terbangun karakter warga yang memiliki ciri dan perilaku sebagaimana yang ingin diteladankan Kyai Gede Sebayu. 

Salah satu keturunan Ki Gede Sebayu dari jalur Raden Mas Hanggawana yang terkenal di wilayah Kabupaten Tegal adalah KH Mufti Salim atau biasa disebut dengan Mbah Mufti. Seorang ulama yang mendirikan Pondok Pesantren di wilayah Babakan Lebaksiu.
Pondok Pesantren Babakan tercatat berdiri tahun 1916 dan sampai saat ini masih eksis dengan santri yang berjumlah ribuan baik bertempat di pesantren utama bernama Pondok Pesantren Mahadut Tholabah atau di pesantren cabang milik keturunan Mbah Mufti seperti Pondok Pesantren Al Rizqi dan lainnya.

5   Keteladanan Kyai Gede Sebayu

Perjalanan Kyai Gede Sebayu yang sangat luar biasa tersebut seolah hanya peristiwa biasa.Padahal peristiwa tersebut dari aspek politik dan sosial budaya memiliki nilai yang sangat besar, yakni: 

  1. Menguatnya legitimasi kekuasaan Mataram di wilayah barat, terbukti kemudian dengan diangkatnya keturunan Kyai Gede Sebayu menjadi Adipati di Tegal dan Brebes. 
  2. Terbangunnya pranata sosial dan kemakmuran melalui budaya bercocok tanam sebagai modal dasar ketahanan dan pertahanan suatu wilayah.Hal ini perlu dilakukan,karena waktu itu adalah awal masuknya kolonialisme Belanda (1601) yang diyakini akan menguasai dan menghancurkan kerajaan-kerajaan di tanah Jawa. 
  3. Membangun karakter sambil membangkitkan imajinasi. Dengan peringatan Hari Jadi Kabupaten Tegal yang diselenggarakan setiap tahun,diharapkan akan terbangun karakter warga yang memiliki ciri dan perilaku sebagaimana yang ingin diteladankan Kyai Gede Sebayu. 

Salah satu keturunan Ki Gede Sebayu dari jalur Raden Mas Hanggawana yang terkenal di wilayah Kabupaten Tegal adalah KH Mufti Salim atau biasa disebut dengan Mbah Mufti. Seorang ulama yang mendirikan Pondok Pesantren di wilayah Babakan Lebaksiu.
Pondok Pesantren Babakan tercatat berdiri tahun 1916 dan sampai saat ini masih eksis dengan santri yang berjumlah ribuan baik bertempat di pesantren utama bernama Pondok Pesantren Mahadut Tholabah atau di pesantren cabang milik keturunan Mbah Mufti seperti Pondok Pesantren Al Rizqi dan lainnya.

6   Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. Sudibya, Z.H. 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Proyek Peneribitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  4. Kartodirdjo, Sartono (ed.). 1977. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
  5. Terjemahan Babad Tegal
     

https://www.laduni.id/post/read/517130/biografi-kyai-gede-sebayu-ulama-dan-pendiri-kota-tegal.html