Daftar Isi:
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
2.2 Guru Beliau
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Pesantren
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Nyai Halimah terlahir bernama Putri Winih yang berarti benih pada tahun 1268 H bertepatan dengan 1851 M. Beliau merupakan putri pertama dari Kyai Utsman dengan istrinya Nyai Hj. Layyinah yang saat itu adalah Pengasuh pondok Gedhang atau yang biasa disebut Pondok Selawe atau Pondok Telu. Lokasinya di bagian timur Pondok Bahrul Ulum Tambakberas sekarang.
“Nama aslinya Nyai Halimah, tapi semenjak kecil beliau ini dipanggil Winih, bahkan kalau dikeras lebih akrab dengan panggilan Mbah Putri atau mbah Guru,” ucap salah satu keturunannya, Abdul Gholib.
Beliau menyebut, nama Winih merupakan bentuk doa Kyai Utsman karena beberapa anak sebelum Nyai Halimah selalu meninggal dunia sebelum dewasa.
“Cerita yang saya dapat dari ibu dulu, nama Winih ini doa supaya anak ini jadi benih yang nanti memicu tumbuhnya keturunan baru, dan benar, setelah Mbah putri, keturunan yang lain menyusul yakni Mbah Tandur, Mbah Cukul, Mbah Lilir dan Mbah Jebul,” lanjutnya.
1.2 Riwayat Keluarga
Di usia muda, Nyai Halimah akhirnya dijodohkan ayahnya dengan salah satu santri senior yang berasal dari Salatiga yakni KH. Asy’ari. Kehidupan keduanya pun terjalin dengan ikatan agama yang cukup kuat. Dari pernikahan beliau, dikaruniai 11 putra-putri yakni:
- Nyai Nafiah,
- KH. Ahmad Sholeh,
- KH. Muhammad Hasyim Asy’ari,
- Nyai Rodliah,
- KH. Hasan,
- Nyai Anis,
- Nyai Fathonah,
- Nyai Maimunah,
- KH. Ma’shum,
- KH. Nahrowi,
- KH. Adnan.
1.3 Wafat
Kalau makam beliau sendiri terletak di komplek makam umum Desa Keras seperti juga KH. Asy’ari, makam beliau tepat di sebelah timur KH. Asy’ari itu,
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
Hidup di lingkungan Pesantren, Nyai Halimah dididik langsung oleh ayahanda dan ibunda.
2.2 Guru-Guru
- KH. Asy’ari (ayah)
- Nyai Hj. Layyinah (ibu)
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Pesantren
Setelah KH. Utsman wafat, keduanya pun pindah dari Pondok Gedhang menuju wilayah lain di Desa Keras. Lokasinya di bagian selatan Jombang dan membuka Pesanten baru, yang akrab dengan sebutan Pesantren Keras.
Bahkan dalam perkembangannya, Pesantren ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Pesantren Tebuireng setelah Muhammad Hasyim Asy’ari putra ketiganya, memutuskan untuk membuka Pesantren baru di dekat Pabrik Gula Cukir.
4. Teladan
Nyai Halimah dikisahkan suka melakoni tirakat dan praktik sufi lainnya. Kebiasaan tersebut mengikuti jejak ayahnya, KH. Usman, dalam sebuah riwayat, Nyai Halimah pernah berpuasa selama tiga tahun berturut-turut dengan niat tertentu.
Puasa tahun pertama ditujukan untuk kebaikan keluarga, tahun kedua diniatkan untuk kebaikan santrinya. Dan puasa tahun ketiga dimaksudkan untuk kemaslahatan masyarakat.
Ketika mengandung sampai melahirkan Hadhratussyekh KH. M. Hasyim Asy’ari, tampak adanya sebuah isyarat yang menunjukkan bahwa buah hati kelak akan menjadi orang besar.
Ketika mengandung KH. M. Hasyim Asy’ari, Nyai Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh kedalam kandungannya. Begitu pula ketika melahirkan Nyai Halimah tidak merasakan sakit seperti apa yang dirasakan wanita ketika melahirkan.
5. Referensi
- radarjombang.jawapos.com
- Nu Online/nu.or.id