Daftar Isi Biografi Nyai Hj. Nonoh Hasanah
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
2.2 Guru-guru
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Menjadi Pengasuh Pesantren
4. Karya-Karya Beliau
5. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
Nyai Hj. Nonoh Hasanah adalah seorang tokoh perempuan sederhana, cerdas dan pantang menyerah. Hal tersebut tercermin dari usaha beliau dalam merintis pesantren putri selama 27 tahun bersama sang suami, K.H. Ahmad Dimyati.
1.1 Lahir
Nyai Hj. Nonoh Hasanah lahir pada 1935. beliau anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan KH. M. Syamsuddin dan Hj. Qomariyah. Keluarga ini tinggal di kampung Nagrog, Desa Jaya Ratu, kecamatan Leuwi Sari Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat.
Keluarga Nyai Hj. Nonoh adalah keluarga yang taat menjalankan agama dan mempunyai perhatian yang besar terhadap pendidikan agama. Ayah beliau mendorong seluruh putra-putri beliau untuk menuntut ilmu. Karena itu Nyai Hj. Nonoh sejak kecil sudah mendapat pelajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama dari keluarga beliau.
1.2 Riwayat Keluarga
Nyai Hj. Nonoh menikah dengan KH. Ahmad Dimyati tidak diketahui sebelumnya. Bahkan beliau sendiri tidak hadir dalam akad nikah itu. Seperti banyak berlaku di dalam tradisi Pesantren Salaf, kecuali atas permohonan kedua belah pihak calon mempelai laki-laki dan perempuan, pernikahan seorang santri sering melibatkan kyai beliau.
Kendati sudah menjadi istri sah KH. Ahmad Dimyati, Nyai Hj. Nonoh masih tetap melanjutkan belajar di Pesantren Cipasung, sementara suami beliau nyantri di Banten selama satu tahun. Pada tahun 1959 setelah diadakan sukuran pernikahan, dan atas restu guru beliau, Nyai Hj. Nonoh pindah ke Cintapada, 4 km dari kota Tasikmalaya.
1.3 Wafat
Nyai. Hj. Nonoh Hasanah wafat pada 20 November 1986 M.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
Masa kecil Nyai Hj. Nonoh dilalui dengan kesibukan mencari ilmu. Hampir-hampir beliau tidak mempunyai kesempatan untuk bermain. Pukul 07:00 – 12:00, beliau menuntut ilmu di Sekolah Rakyat (SR). Setelah dzuhur sampai ashar, beliau pergi ke Madrasah Diniyah. Setelah ashar, bersama adik perempuan beliau ngaji ngalong ke Pesantren yang didirikan oleh kakak kandung beliau.
Nyai Hj. Nonoh termasuk anak yang cerdas, bahkan terbilang yang paling cerdas dibanding dengan teman-teman satu kelas beliau. Kecerdasan beliau ini memotivasi kedua orang tua beliau untuk memberikan perhatian khusus dengan cara memberikan pendidikan yang cukup.
Pendidikan formal (SR) hanya diselesaikan Nyai Hj. Nonoh sampai kelas empat. Setelah itu, ketika itu masa agresi militer Belanda II. Beliau tetap menuntut ilmu dengan mengikuti pengajian di tempat-tempat yang letaknya tidak terlalu jauh, misalnya belajar kepada KH.Khaerudin di Cisaro.
Tidak lama setelah itu, beliau bersama adik lelaki beliau, nyantri ke Pesantren Cipasung yang dipimpin oleh KH. Ruhiyat. Di sinilah untuk pertama kalinya beliau mendalami berbagai ilmu agama secara serius, seperti kitab-kitab fiqh, ushul fiqh, tauhid, tata bahasa Arab, mantiq, tafsir, hadis dan kitab-kitab kuning lainnya.
Kecerdasan Nyai Hj. Nonoh semakin terasah di Pesantren Cipasung ini. Beliau menjadi salah satu santri yang paling cerdas diantara santri laki-laki maupun perempuan. Salah satu bukti kecerdasan beliau adalah berhasil memenangkan sebuah perlombaan membaca kitab (musbaqah tilawah kutub) dan mubalighan.
Guru beliau, KH. Ruhiyat, lalu mengangkat Nyai Hj. Nonoh menjadi asisten. Bersama KH. Ilyas Ruhiyat, putra KH. Ruhiyat, akhirnya Nyai Hj. Nonoh menjadi staf pengajar di Pesantren Cipasung. Masa belajar Nyai Hj. Nonoh di Pesantren Cipasung ditempuh dalam masa sembilan tahun, sampai akhirnya beliau menikah dan pindah ke Cintapada.
2.1 Guru – Guru beliau
- KH. M. Syamsuddin (ayah),
- Hj. Qomariyah (ibu),
- KH.Khaerudin di Cisaro,
- KH. Ruhiyat, pimpinan Pesantren Cipasung.
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Menjadi Pengasuh Pesantren
Nyai Hj. Nonoh Hasanah bersama suami beliau, KH. Ahmad Dimyati, mendirikan Pesantren Putri Cintapada pada 23 Desember 1959. Pesantren Cintapada sebetulnya telah didirikan pada 1918 oleh almarhum KH. Dimyati (mertua Nyai Hj. Nonoh). Tahun 1947, pesantren ini mengalami masa fatrah’ karena kyai dan santri beliau harus mengungsi akibat pengaruh revolusi fisik agresi Belanda II.
Tahun 1955, KH. Yusuf Fiqih (cucu KH. Dimyati), menghidupkan kembali pesantren Cintapada, dengan menerima santri laki-laki dan perempuan. Namun setelah KH. Ahmad Dimyati dan Nyai Hj. Nonoh Hasanah, pewaris pesantren Cintapada datang, kebijakan dirubah dengan hanya menerima santri perempuan. Pesantren kemudian diberi nama Pesantren Putri Al Hasanah Cintapada. Adapun, K.H Yusuf dengan para santri beliau yang sudah ada, pindah ke sebelah selatan menempati lokasi baru.
Dalam proses belajar mengajar, Nyai Hj. Nonoh Hasanah berbagi tugas dengan suami beliau KH. Ahmad Dimyati. Nyai. Hj. Nonoh bertugas untuk mengajarkan agama yang bersumber dari kitab kuning, baik dalam bidang tauhid, fiqh, tasawuf, nahwu, sharaf, tafsir, hadist dll. Sementara suami beliau khusus mengajarkan bacaan Al-Qur’an dan seluk beluknya.
Setelah santri bertambah banyak, khusus untuk kitab-kitab kecil, Nyai Hj. Nonoh dibantu oleh beberapa asisten (adik dan santri senior). Untuk kitab-kitab besar seperti; Al Fiyah, Jam’ul Jawami’, Janah, Tafsir, tetap diajarkan oleh beliau sendiri.
Di sela-sela kesibukan beliau mengajar, mengisi pengajian bulanan, memenuhi undangan ceramah di berbagai tempat dan kesempatan, beliau juga aktif sebagai pengurus cabang Muslimat NU.
4. Karya-Karya Beliau
- Menulis kisah Ashabul Kahfi, Nyai Hj. Nonoh Hasanah,
- Menulis sejarah ‘ Am Alfil,
5. Referensi
Artikel ini disarikan dari buku dengan judul Ulama Perempuan Indonesia, tahun 2002.