Biografi Sayyid Muhammad Shahib Marbad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi
Daftar Isi Biografi Sayyid Muhammad Shahib Marbad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Nasab
1.4 Wafat
2. Sanad Keilmuan
2.1 Guru-guru
3. Penerus
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1 Masa Tinggal di Tarim
4.2 Masa Hijrah ke Marbad
5. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Sayyid Muhammad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi lahir di Kota Tarim. Ayah beliau adalah Sayyid Ali Khala’ Ghasam dan Ibunda beliau adalah Syarifah Fathimah binti Muhammad bin Ali bin Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir
1.2 Riwayat Keluarga
Habib Muhammad Shahib Marbad dikarunai empat orang anak lelaki antara lain:
- Abdullah, menurut sumber-sumber sejarah, antara lain dalam kitab Al-Madkhal karya Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad, mempunyai keturunan yang kemudian menjadi pelopor dakwah di Asia Tenggara. Muhammad bin Ali Al-Qal’iy pernah memberikan suatu ijazah kepada beliau. Demikian juga Al-Faqih Ibnu Faris pernah menyebutkan nama beliau di kitabnya Jami’ At-Turmudzi.
- Ahmad, mempunyai seorang putri bernama Zainab, yang dijuluki Ummul Fuqara, istri Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali.
- Alwi Ammil Faqih, adalah sumber pertalian darah beberapa habib, seperti Al-Haddad, Al-Aidid, bin Smith.
- Ali, beliau adalah ayah Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali.
Dari beliau-beliaulah kemudian keturunan Bani Alawiyin berkembang lebih kurang lebih kurang 75 leluhur, disamping leluhur Alawiyin lainnya dari keturunan Al-Imam Alwi Ammil Faqih Al-muqaddam bin Habib Muhammad Shahib Marbad, yang akhirnya beranak pinak menjadi lebih kurang 16 leluhur.
Adapun Ba’Alawi adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada keturunan Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumir yang bernama Alwi adalah orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh karena itu anak cucu Alawi mendapat gelar Ba’Alawi, yang bermakna “keturunan Alawi”.
Panggilan Ba’Alawi juga bertujuan memisahkan kelompok keluarga ini dari cabang-cabang keluarga lain yang berketurunan dari Rasulullah SAW. Ba’Alawi juga dikenal dengan panggilan Sayyid.
1.3 Nasab
Sayyid Muhammad Shahib Marbad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi masih keturunan dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Dengan urutan silsilah sebagai berikut :
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW
- Sayyidah Fatimah Az-Zahra Istri Sayyidina Ali bin Abi Thalib
- Al- Imam Husein
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far Shodiq
- Al-Imam Ali Uraidhy
- Al-Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
- Sayyid Ubaidillah
- Sayyid Alwi Alawiyyin
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Alwi
- Sayyid Ali Khala’ Ghasam
- Sayyid Muhammad Shahib Marbad
1.4 Wafat
Sayyid Muhammad Shahib Marbad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi diperkirakan wafat di Marbad, Oman pada tahun 556 H / 1161 M dan dimakamkan di desa yang dicintainya, Marbad. Sampai sekarang makam beliau banyak diziarahi orang-orang yang ingin mengambil barakah dan terkabulnya doa.
2. Sanad Keilmuan
Imam Muhammad bin Ali Shahib Marbad belajar kepada ayahnya dan Beliau juga hafal Alqur’an, alim, banyak beribadah, mengerjakan amal kebajikan, berkhidmat untuk lingkungannya dan menguasai berrbagai cabang ilmu.
Sejak kecil Sayyid Muhammad Shahib Marbad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi dididik oleh ayahnya Sayyid Ali Khala’ Ghasam, dengan pendidikan agama termasuk memperdalam dan menghafal Al-Qur’an. Menjelang dewasa, beliau merantau keberbagai tempat untuk menimba ilmu dan mencari pengalaman ke beberapa ulama besar di Hadramaut, Yaman, Mekkah, Madinah.
2.1 Guru beliau adalah Sayyid Ali Khala’ Ghasam
3. Penerus
Sayyid Muhammad Shahib Marbad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi mempunyai banyak murid yang menjadi Ulama-ulama besar. Selain keempat putra beliau sendiri. Murid-murid sebagai berikut:
- Syekh Muhammad bin Ali Taj al-Arifin (yang disemayamkan di kota Sihr),
- Syekh Al-Imam Ali bin Abdullah Adh-Dhafariyyin,
- Syekh Salim bin Fadhl
- Syekh Ali bin Ahmad Bamarwan
- Al-Qadhi Ahmad bin Muhammad Ba’isa
- Syekh ali bin Muhammad Al-Khatib.
- Syaikh Saad bin Ali Al-Zhufari,
- Syaikh Ali bin Abdullah Al-Zhufari,
- Syaikh Salim Bafadhol,
- Syaikh Ali bin Ahmad Bamarwan,
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1 Masa Tinggal di Tarim
Yang pertama kali dijuluki ‘Shahib Marbat’ adalah Sayyid Muhammad Shahib Marbad bin Ali Khala’ Ghasam bin Alwi . Soal gelar ‘Shahib Mirbat’ , karena beliau bermukim di suatu tempat yang disebut Mirbat di Dhafar setelah pindah dari Tarim. Sedangkan kata shahib yang sinonimnya kata ‘maula’ berarti seseorang yang bermukim atau berkuasa di suatu tempat.
Beliau adalah seorang imam yang agung, unggulan di jamannya. Beliau banyak menguasai berbagai macam ilmu dan gemar mengamalkannya. Beliau seorang yang hidup dalam keadaan zuhud dan wara’. Hidupnya penuh dengan ibadah dan berbuat kebajikan. Seseorang yang melihat kehidupan beliau, pasti terkagum akan keindahan akhlak dan kemuliaan sifat-sifatnya.
Selain itu beliau juga seorang yang sangat dermawan dan pemurah. Kedalamannya di dalam menguasai ilmu menjadikan beliau sebagai seorang guru yang agung. Dengan kemuliaan dan kebaikan kehidupannya, muncullah di dalam diri beliau berbagai macam karomah.
Awalnya Sayyid Muhammad Shahib Marbad tinggal di Tarim dan Hampir semua tempat telah beliau kunjungi. Setiap kali beliau berkunjung ke sebuah desa selalu disambut beramai-ramai oleh penduduk setempat. Beliau memang sangat terkenal dan berpengaruh di kalangan rakyat kecil. Beliau seorang yang dermawan, mempunyai rasa kasih sayang kepada sesama dan peduli terhadap lingkungannya, sampai-sampai beliau menginfaqkan rumahnya yang berjumlah tujuh puluh rumah.
Dari Tarim beliau pindah ke Zhufar. Kepindahannya ke Zhufar kemungkinan disebabkan karena sampainya berita tentang kaum Khawarij di Gaza yang dipimpin oleh Usman bin Ali al-Zanji al-Takriti yang haus akan darah dan membunuh para ulama dan fuqaha. Di antara ulama Tarim yang dibunuh adalah dua bersaudara bernama: Ahmad dan Yahya Ibnu Salim bin Abi Akdar. Terbunuhnya mereka karena keduanya menganut paham Ahlu Sunnah Waljamaah.
Zhufar adalah daerah yang terletak di sebelah Timur Hadramaut, yaitu Zhufar lama. Dan terdapat pula Zhufar Habuzhi dimana nama kota tersebut dinisbahkan kepada Ahmad bin Muhammad Al-Habuzhi yang mendiami Zhufar baru. Di Yaman selain Zhufar tersebut terdapat pula Zhufar yang lain yaitu Zhufar San’a dan Zhufar Asrof akan tetapi yang lebih dikenal adalah Zhufar Habuzhi.
Sesudah segala bencana dan kezaliman berlalu dari Hadramaut, maka keluarga Alawiyin kembali menguasai negeri tersebut dan berubahlah negeri itu menjadi negeri yang aman. Setelah itu banyak keluarga Alawiyin yang bepergian keluar Hadramaut di antaranya ke Sawahil, Afrika Timur, Jawa, India dan negeri lainnya. Setelah merasa cukup aman, belakangan beliau mengabdikan ilmu beliau seperti Syari’at, tasawuf dan bahasa arab di Hadramaut, sebelum tiba saatnya hijrah ke Marbad.
4.1 Masa Hijrah ke Marbad
Pada awal abad kelima Hijriyah, beliau pindah dari Tarim ke Marbad dan selanjutnya bermukim disana sampai akhir hayatnya. Sejak beliau tinggal di Marbad, banyak orang yang mengunjungi beliau. Bukan sekedar bersilaturahmi, tapi juga menimba ilmu agama. Maka dengan senang hati, beliau berdakwah dan mengajar.
Di Hadramaut maupun Oman, nama beliau termasyhur, bahkan dikenal sebagai wali, terutama lantaran akhlak beliau yang mulia, perilakunya istiqamah, lapang dada, dengan wawasan keagamaan yang luas. Selain sebagai Mubaligh, beliau juga dikenal dermawan, suka membantu orang yang membutuhkan dan berkorban harta bagi kepentingan umum. Rumahnya di Marbad senantiasa terbuka bagi para tamu dari segala lapisan, mulai dari ulama, politikus sampai orang biasa, dari perbagai penjuru. Beliau memang sangat dekat dengan masyarakat.
Kesibukan beliau dalam menerima tamu dan mengajar tak mengurangi aktivitas beriktikaf yang sering beliau lakukan di berbagai masjid, terutama Masjid Jami’ Marbad. Masjid ini memang sengaja beliau bangun khusus untuk masyarakat sekitar Marbad. Disana pula, beliau mengajar dan berdakwah, selain beriktikaf.
Penduduk Marbad sangat menghormati beliau, terutama karena pribadinya yang penuh dengan keteladanan dan berwibawa. Tutur katanya lembut dan menarik, akhlaqnya mulia dan sangat mempesona. Selain bertaqwa, hidupnya juga waraq dan zuhud. Sebagaimana ditulis oleh Sayid Muhammad dalam kitab Al-Masyrau’r Rawy, tingkat keulamaan Shahib Marbad telah mencapai Syaihul Masyakhil Islam ( guru besar luar biasa dalam bidang ilmu agama islam ) dan ‘Ilmul-ulama al-alam ( sumber ilmu para ulama ). Dapat disimpulkan, kehadiran Shahib Marbad di Marbad banyak memberi manfaat bagi penduduk sekitarnya.
Bukan hanya itu, beliau juga suka menyantuni keluarga yang tidak mampu. Tak kurang dari 120 kepala keluarga menerima santunannya setiap bulan secara rutin. Beliau juga suka membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Setiap tamu yang datang ke rumah beliau selalu jamu dengan penuh penghormatan.
Beliau juga seorang pengusaha besar. Bisnisnya meliputi bidang pertanian, peternakan ayam dan berbagai usaha yang berhubungan dengan hajat orang banyak. Tanah beliau di Bait Jubair cukup luas dan subur. Hasil ladang pertaniannya luar biasa banyak. Salah satu ladangnya di Bait Jubair dalam satu musim pernah menghasilkan sekitar 40 kuintal gandum.
Dalam salah satu bait Syair, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad melukiskannya : ”Shahib Marbad ( adalah ) seorang Imam, pusat bermuaranya keturunannya, yang ( kemudian menjadi ) para ahli dakwah.”
Sebagaimana disebut oleh penulis buku al-Masyra’ al-Rawy, Sayyid al-Imam Muhammad Shahib Marbad bin Ali adalah Syaikh Masyayikhil Islam (guru besar luar biasa dalam bidang ilmu agama Islam) dan ‘Ilmul-‘Ulama al-A’lam (Sumber Ilmunya kaum ulama kenamaan). Selanjutnya penulis buku tersebut mengatakan: ” Seorang ulama ahli syariat dan thariqat dan guru besar terkemuka bagi kaum penghayat ilmu hakikat, ahli fiqih dan mufti negeri Yaman, seorang penasihat berbagai cabang ilmu dan pengetahuan agama di negeri itu …”. Dapat disimpulkan, kehadiran Shahib Marbad di Marbad banyak memberi manfaat bagi penduduk sekitarnya.
5. Referensi
Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy