Biografi Syekh Abdul Ghani Al-Bimawi, Sosok Ulama Matahari dari Timur

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-guru
2.3  Murid-murid

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Staf Pengajar di Masjidil Haram
3.2  Sempat Kembali ke Indonesia

4.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga
Nusa Tenggara atau hari ini dikenal dengan NTB terdiri dari dua pulau besar, yaitu pulau Lombok dan pulau Sumbawa, dan terdiri dari tiga Suku besar, yaitu Suku Sasak, Samawa, dan Mbojo. Di ujung timur pulau Sumbawa, terdapat Daerah yang kemudian disebut Bima, Daerah kelahiran Ulama besar, yakni Syekh Abdul Ghani Al-Bimawi Al-Jawi.

1.1 Lahir
Syekh Abdul Ghani Al-Bimawi Al-Jawi lahir pada akhir abad ke-18, diperkirakan tahun 1780 M. Kelak, beliau tercatat sebagai ulama besar di bumi Nusantara. Ayahnya, Syekh Subuh, diangkat oleh penguasa Bima, yaitu Sultan Auluddin Muhammad Syah (1731-1743).

Sebagai imam kesultanan atau penasehat keagamaan. Kedalaman ilmu agama Syekh Subuh terbukti dengan ditulisnya Mushaf Bima yang dikenal dengan sebutan La Lino. Ilmu agama Syekh Subuh mengalir kepada sang putra, sehingga beliau mencari ilmu ke berbagai daerah hingga ke tanah suci Makkah.

1.2 Riwayat Keluarga
Syekh Abdul Ghani memiliki seorang anak dari pernikahannya dengan putri Raja Dompu, bernama Syekh Mansyur. Suatu saat yang akan menggantikan posisi Syekh Abdul Ghani sebagai Qadhi Kesultanan Dompu setelah bertolak kembali ke Makkah. Syekh Mansyur menjadikan kawasan So Ja’do sebagai pusat dakwah, hingga beliau lebih dikenal dengan nama Sehe Ja’do. Saat ini So Ja’do masuk wilayah Kelurahan Bali Satu, Utara Jalan Lintas Luar Dompu.

1.3 Wafat
Syekh Abdul Ghani wafat di Makkah dan dimakamkan di pemakaman Ma’la, perkiraan pada tahun 1270 H atau dasawarsa terakhir Abad ke-19 M.

Syekh Abul-Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani, dalam tashhih kitab Kifâyatul-Mustafîd Limâ ‘Alâ Ladat-Tarmîsî Minal-Asânid, menyebut pribadi Syekh Abdul Ghani sebagai salah satu dari 103 tokoh Ulama Melayu yang begitu pakar dan banyak meriwayatkan Hadis Nabawi.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Di Makkah, Syekh Abdul Ghani Al-Bimawi Al-Jawi berguru ke berbagai ulama, seperti Allamah Muhammad Marzuqi dan Syekh Ahmad Marzuqi, penulis kitab ‘Aqidah Al-Awwam. Kemudian, beliau berguru kepada Syekh Muhammad Sa’id Al-Qudsi dan Allamah ‘Utsman Ad-Dimyathi.

Setelah belajar dari guru dan ulama ternama, kedalaman ilmunya diakui oleh ulama lain, sehingga beliau menjadi guru bagi para ulama Nusantara, dan “sebagaimana dicatat di buku Masterpiece Islam Nusantara karya zainul Milal Bizawie” merupakan salah seorang tokoh yang membentuk jejaring ulama Nusantara abad ke-19.

Salah satu sanad gurunya adalah Syeikh Baharudin dari Syekh Yusuf Al-Mahmudun, dari Syekh Abdul Yazid Al-Busthomi, dari Syekh Hasyaril Basyari, dari Syekh Ma’riful Qarhim, dari Syekh Hablul Adaami, dari Syekh Sirthotin, dari Syekh Baghdadin, dari Syekh Abdul Qasyim, dari Syekh Abdul Qasyimi, dari Syekh Abdul Qadir Jialani Ahlitturqi.

2.2 Guru-Guru

  1. Syekh Muhammad Marzuqi,
  2. Syekh Ahmad Marzuqi,
  3. Syekh Muhammad Sa’id Al-Qudsi,
  4. Syekh ‘Utsman Ad-Dimyathi

2.3 Murid-Murid
Disebutkan bahwa beberapa ulama besar Nusantara pernah belajar kepada Syekh Abdul Ghani Al-Bimawi Al-Jawi, dan ini dicatat oleh Khairuddin Az-Zirikli dalam karyanya, Al-‘Alam, diantaranya:

  1. Syekh Muhammad Ali bin Husein bin Ibrahim Al-Maliki dari Makkah,
  2. Syekh Nawawi Al-Bantani,
  3. Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi,
  4. Syekh Umar bin Abdurrasyid As-Sumbawi,
  5. Syekh Muhammad Ali bin Abdurrasyid As-Sumbawi
  6. KH. Muhammad Shaleh Darat
  7. Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan,
  8. Syekh Muhammad bin Muhammad bin Wasi’ Al-Jawi Al-Makki,
  9. Syekh Abdul Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Staf Pengajar di Masjidil Haram
Di Makkah, Syekh Abdul Ghani masih sejawat dengan Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan. Lama menetap dan matang dalam berbagai bidang ilmu, Syekh Abdul Ghani di angkat sebagai staf pengajar di Masjidil Haram.

3.2 Sempat Kembali ke Indonesia
Syekh Abdul Ghani pernah pulang ke kampung halamannya pada tahun 1857 M, di masa pemerintahan Sultan Salahuddin yang bergelar “Mawa’a Adil” (Sang Pembawa Keadilan). Beliau singgah di Dompu dan menikahi putri Raja Dompu. Menurut penuturan Syekh Mahdali (cucu Syekh Abdul Ghani), kakeknya bahkan diangkat menjadi Qadhi Kesultanan Dompu. Sultan Dompu juga menghadiahkan kepada beliau 57 petak sawah di So Ja’do.

Di lokasi petak sawah hibah itulah Syekh Abdul Ghani sempat mendirikan Masjid yang diberi nama “Masjid Syekh Abdul Ghani” sesuai namanya, dan sebuah Pesantren yang dikemudian hari ramai didatangi penuntut ilmu dari sekitar Dompu, Bima dan Sumbawa. Namun, Masjid dan Pesantren tersebut kini sudah tidak ada lagi. Bekas Masjid yang juga merupakan Masjid Kesultanan Dompu itu berlokasi di Kampo Sigi (sekarang Lingkungan Sigi, Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu).

4. Referensi 

  1. Jaringan Ulama dan Islamisasi Indonesia Timur/Hilful Fudhul Sirajuddin Jaffar, editor, Muhammad Ali Fakih-cet. 1-Yogyakarta:IRCiSoD, 2020
  2. Sidogiri Media Online

https://www.laduni.id/post/read/517978/biografi-syekh-abdul-ghani-al-bimawi-sosok-ulama-matahari-dari-timur.html