Biografi Syekh Jamaluddin Al-Banjari, Datu Surgi Mufti Banjarmasin

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru Beliau

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Sebagai Mufti
3.2  Ahli Falaqiyah
3.3  Dakwah

4.    Karomah
4.1  Di dalam Buah Kelapa ada Ikan
4.2  Menemukan Perhiasan di Sungai
4.3  Berlayar dengan Perahu Bocor

5.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga
Syekh Jamaluddin Al-Banjari berperang tanpa konfrontasi, berjuang tanpa senjata, dan dihormati petinggi Belanda, tetapi tidak pernah mengkhianati bangsa. Begitulah sosok Syekh Jamaluddin Al-Banjari atau Tuan Guru Surgi Mufti.

1.1 Lahir
Syekh Jamaluddin Al-Banjari lahir di Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, tahun 1817 M/1238 H. Beliau putra pasangan KH. Abdul Hamid Kosasih dan Nyai Hj. Zaleha yang tumbuh di lingkungan agama yang kuat.

1.3 Wafat
Setelah bertahun-tahun menjadi mufti, Syekh Jamaluddin akhirnya berpulang ke Rahmatullah pada Sabtu, 8 Muharram 1348 H atau sekitar 16 Juni 1929 M. beliau wafat sekitar pukul 15.00 WITA menjelang Shalat Ashar di Sungai Jingah. Syekh Jamaluddin meninggalkan empat orang anak, yaitu Nyai Hj Mariam, Syekh Arsyad, Syekh Taher dan Syekh Berlian.

Syekh Jamaluddin kemudian dimakamkan di depan rumahnya, di Kampung Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Makamnya berada di dalam bangunan berupa kubah yang terletak di halaman sebuah rumah tradisional Banjar. Dulunya, kubah berwarna hijau dan kuning ini dibangun oleh Syekh Jamaluddin sebagai tempat menerima murid-muridnya.

Makam Syekh Jamaluddin ini kemudian ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu peninggalan dan cagar budaya yang dilindungi. Sampai sekarang kubah ini dikenal oleh masyarakat Banjar dengan nama Kubah Sungai Jingah.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Sejak remaja, Syekh Jamaluddin Al-Banjari sudah menimba ilmu di tanah suci Makkah Al-Mukarromah. Syekh Jamaluddin Al-Banjari juga salah seorang jaringan ulama Haramain (Dua Tanah Haram, Makkah dan Madinah).

2.2 Guru Beliau
Syekh Athaillah.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
 

3.1 Sebagai Mufti
Sekitar tahun 1894 M, Syekh Jamaluddin Al-Banjari kembali ke Banjarmasin, di masa-masa terjadinya konfrontasi Pemerintah Indonesia dengan Belanda.

Sekembalinya ke tanah Banjar, Syekh Jamaluddin Al-Banjari dihadapkan dengan dua pilihan. Apakah ikut konfrontasi menghadap penjajah dan bergabung dengan pasukan Pangeran Antasari, atau memilih berdakwah meski harus ‘berkawan’ dengan Belanda. Tahun 1899 M, Syekh Jamaluddin akhirnya memutuskan menjalankan dakwahnya setelah Belanda mengangkatnya sebagai mufti.

Jabatan mufti adalah jabatan penting pada masa itu, setarap dengan menteri atau hakim. Putusannya adalah menjalankan syariah hukum Islam bagi warga Banjar.

3.2 Ahli Falaqiyah
Syekh Jamaluddin juga terkenal sebagai ahli falaqiyah (astronomi). Syekh Jamaluddin sering dimintai pendapat memutuskan awal dan akhir Ramadan, berdasarkan perhitungan hilal yang beliau kuasai. Bahkan urusan bertani di masa itu, kapan waktunya bercocok tanam yang baik, juga menjadi bidang yang dikuasainya.

3.3 Dakwah
Meski hidup dan tumbuh di lingkungan Pemerintah Belanda, namun kelebihan Syekh Jamaluddin tetap bergaya ulama. Keteguhannya beribadah menjadi bukti, betapa kekuatan ilmu agama lebih mulia daripada urusan dunia.

Tak salah pula jika kepemimpinannya disukai Belanda, tetapi dakwahnya dinantikan murid-muridnya. Syekh Jamaluddin Al-Banjari terkenal mengadakan pengajian duduk. Beliau tidak berdakwah dari rumah ke rumah, tetapi justru warga yang berdatangan ke rumahnya. Tidak hanya jamaah dari Kalsel, tapi juga dari Kalteng, Kaltim dan Kalbar.

strong>4. Karomah

4.1 Di dalam Buah Kelapa ada Ikan
Sebagai ulama dan pendakwah, kekuatan ilmunya sudah mencapai titik tertinggi dengan berbagai karomah yang dimiliki. Dalam sebuah ceramah di hadapan murid-muridnya, Syekh Jamaluddin mengatakan bahwa di setiap ada air pasti ada ikannya.

Pernyataan ini terdengar petinggi Belanda dan memanggilnya untuk melakukan tes kebenaran ucapan itu, “Jika ada air ada ikan, maka apakah mungkin di dalam air kelapa juga ada ikannya?”

Sebiji kelapa muda dibawa ke hadapan Syekh Jamaluddin. Kelapa muda ini pun di belah, seketika airnya muncrat dan saat bersamaan seekor ikan sepat menggelepar keluar dari buah kelapa tadi.

Sejak kejadian itu, petinggi Belanda semakin menaruh hormat kepada Syekh Jamaluddin. Sebab tidak hanya ahli ibadah dan kuat dalam agama, tetapi juga piawai dalam perkara dunia. Sebagai bentuk penghargaannya, pihak Belanda saat itu menjuluki Syekh Jamaluddin Al-Banjari sebagai Surgi Mufti. Istilah Surgi itu berarti suci, Mufti artinya pemimpin. Julukan ini diberikan Belanda karena sikap istiqomahnya yang memiliki kesucian hati dan tekun dalam beribadah.
 

4.2 Menemukan Perhiasan di Sungai
Konon dalam kisah yang beredar di tengah masyarakat Banjar, Syekh Jamaluudin Al-Banjari memiliki banyak karomah, antara lain, Syekh Jamaluddin Al Banjari melakukan perjalanan dari Sungai Jingah menuju Desa Dalam Pagar, Martapura. Di perjalanan itu salah satu warga melapor perhiasan emas mereka terjatuh dan hilang di sungai. Dengan merentangkan salah satu tangannya ke sungai, perhiasan yang tenggelam itu tiba-tiba ada di tangannya.

4.3 Berlayar dengan Perahu Bocor
Lebih mengherankan, dalam perjalanan dari Sungai Jingah ke Desa Dalam Pagar, Syekh Jamaluddin Al-Banjari menyusuri Sungai Martapura dengan menggunakan jukung (perahu/sampan) yang dalam keadaan bocor. Berhari-hari Syekh Jamaluddin Al Banjari mengarungi Sungai Martapura dengan perahu bocor, namun perahu tidak tenggelam. Setelah tiba di tujuan Desa Dalam Pagar, Martapura, barulah perahu tersebut tenggelam.

Syekh Jamaluddin Al Banjari juga punya andil dalam membuka jalur jalan dari Desa Dalam Pagar menuju Desa Kelampayan. Bahkan dialah yang membuat atang (cungkup) makam datuknya, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

5. Referensi

koranbanjar.NET

https://www.laduni.id/post/read/517899/biografi-syekh-jamaluddin-al-banjari-datu-surgi-mufti-banjarmasin.html