Cak Ipul, Sang Penggerak Literasi Media NU

Perkenalan saya dengan Syaifullah Ibnu Nawawi atau yang akrab disapa Cak Ipul bermula dari keterlibatan saya di LTNNU Jatim 2015. Saat rapat kecil di kantin PWNU Jatim, Gus Najib (Ketua LTNNU Jatim) memperkenalkan saya kepada beberapa pengurus lama yang dapat dimintai advice dan arahannya. Salah satunya adalah Cak Ipul, begawan literasi dari majalah Aula dan NU Online.

 

Cak Ipul mengusulkan agar LTN berkolaborasi dengan beberapa media seperti Majalah Aula, NU Online, pwnujatim.or.id dan juga membikin website sendiri. Sehingga kemudian lahirlah halaqoh.net.

 

Saya dan Cak Ipul ditugaskan oleh Gus Najib mengelola website tersebut. Cak Ipul bagian news atau berita, dan kegiatan LTN, saya bagian biografi dan kisah para ulama. Saya yang masih newbie merasa minder dan matur: “Kulo belum bisa menulis bagus,” kataku.

 

“Ga papa, yang penting ditulis, nanti ditata bareng,” katanya.

 

Beberapa berita tentang kegiatan LTN pun dihandle olehnya, sedangkan kisah keteladanan, biografi para ulama, saya yang menulis namun melalui monitoring dan editingnya Pak Ipul. Tak jarang beliau mengoreksi dan njapri saya jika ada kekeliruan dalam tulisan saya.

 

Misalnya, biografi KH Miftachul Akhyar ketika diangkat Pj Rais Aam PBNU yang saya tulis, maupun kisah tentang kewalian Gus Kelik yang ditulis Pak Ifdlol, itu semua langsung diedit oleh Cak Ipul hingga viral.

 

“Sing penting ditulis,” tegas pemilik nama alias Ibnu Nawawi ini.

 

Melalui ketelatenan dan program literasi yang digagas LTN mendapat sambutan hangat dari beberapa kalangan. Bahkan Madrasah Jurnalistik yang dikomandoi Cak Ipul menjadi program andalan LTN Jatim. Belakangan program ini beralih nama menjadi Literacy Center.

 

Arahan dan bimbingan beliau khususnya kepada saya tidak cukup dalam program internal LTN saja, sebab di kesempatan lain, Cak Ipul mengajak saya bergabung di NU Online Jatim untuk mengisi khutbah Jumat bahasa Jawa dan konten Keislaman. Baginya, rubrik khutbah Jumat bahasa Jawa dan Keislaman harus dibanjiri oleh alumni pesantren.

 

“Teman-teman pesantren itu sebenarnya kaya gagasan, padat konten, hanya saja belum terbiasa menuliskannya di media. Mereka perlu dikancani,” nasihat Cak Ipul yang saya ingat hingga saat ini.

 

Saya pun menyanggupi untuk mengajak teman-teman alumni pesantren, utamanya Ma’had Aly agar mengirimkan naskah keislaman untuk NU Online Jatim. Beliau mengingatkan agar menulis sebanyak-banyaknya untuk NU Online Jatim. Sebab, NU Online adalah media yang tepat untuk mengabadikan tulisan para kader dan teman-teman pesantren.

 

Ada satu perkataan yang saya ingat poinnya adalah: “Kaderisasi itu bukan sekadar pelatihan, tapi juga membimbing hingga mandiri. Tak peduli dia kelak akan menjadi tokoh besar yang akan ingat kita ataukah tidak, yang penting tugas kita sekarang adalah membimbing dan mengantarkannya sukses. Tidak lebih dari itu.”

 

Apresiasi dan kecintaan beliau terhadap kolega maupun kader-kadernya (beliau mengistilahkan anak-anak) bukan isapan jempol belaka. Entah berapa puluh kader yang dikasih oleh-oleh kaos, sarung, sebagai tanda kasih. 

 

Masih hangat dalam kenangan teman-teman NU Online, betapa pedulinya beliau terhadap beberapa kadernya yang tengah kesulitan ekonomi, sakit parah, dan seterusnya. Beliau berusaha mencarikan obat, maupun dermawan yang siap membantu pengobatan kadernya yang sakit.

 

Saya sebagai sahabat, murid, partner yang kerap mendapat bimbingannya, merasa bahwa tulisan ini tidak akan mampu menggambarkan sosok Cak Ipul yang telaten, sederhana, ngemong, penuh kasih, loman, ahli silaturahim. 

 

Lebih dari itu, cinta kasihnya kepada keluarga beliau tunjukkan dalam beberapa postingannya; mengantarkan anak ke stasiun, menjemput anak istri, hingga pernikahannya. Beliau memang suka berbagi keharmonisan, kebersamaan dan jauh dari rasan-rasan maupun status provokatif.

 

Tulisan ini sekadar pengingat untuk kita semua, bahwa media NU sangat kehilangan sosok besar yang separoh hidupnya diabdikan untuk jamiyah. Semoga kita dapat melanjutkan perjuangannya membesarkan media NU dan mengkader generasi muda.

 

Sebagai pamungkas tulisan, saya teringat sebuah syair yang disenandungkan oleh Gus Dur yang dikutip dari syiiran Arab: 

ولدتكَ أُمُّكَ يابنَ آدمَ باكياً
والنَّاس حَولكَ يَضحَكونَ سُروراً

فاعمَل لِنَفسِك أن تكون إذَا بكَوا
فِي حينِ مَوتِكَ ضاحِكاً مسروراً

Artinya: “Hai Anak Adam engkau terlahir dari rahim Ibumu dalam keadaan menangis, sedangkan orang di sekitarmu riang gembira akan kelahiranmu”.

 

Maka bersungguh-sungguhlah untuk dirimu sendiri sebagai bekal di harimu mati nanti, engkau pergi (meninggal) dalam keadaan tersenyum bahagia, sedangkan orang di sekitarmu menangisi kepergianmu.

 

Ala kulli haal, bagi saya, Cak Ipul sukses menorehkan tinta emas. Beliau telah pergi dalam keadaan tersenyum. Namun harus kita ingat, bahwa semangat beliau untuk nguripi media NU tetap membersamai kader-kadernya dan berjuang untuk membanjiri media dengan konten positif, utamanya di media NU.

 

*) Sekretaris LTN PWNU Jawa Timur dan Redaktur Keislaman NU Online Jatim.


https://jatim.nu.or.id/opini/cak-ipul-sang-penggerak-literasi-media-nu-msKjr