Cara Mendidik Anak ala Buya Hamka

Jalannya kehidupan, mulai dari masa kecil hingga tua, baik kejayaan maupun kegagalan, sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan dan pelatihan sejak dini. Zaman yang akan datang, yang mencakup impian individu, masyarakat, dan bangsa, menjadi penentu nasib. Segala harapan, angan-angan, dan cita-cita kita bergantung pada masa depan. Meskipun seorang anak terus diingatkan untuk menyadari arti zaman yang akan datang, pemahamannya mungkin terbatas. Yang seharusnya memahami hal tersebut adalah pendidiknya, yakni orang tua dan guru-gurunya.

Orang tua umumnya memiliki dua pendekatan yang berbeda: pertama, mereka yang memberikan batasan dan tekanan agar anak mengikuti kehendak orang tua; kedua, orang tua yang memberikan kebebasan agar anak dapat tumbuh kembang dengan sendirinya. Lalu pendidikan seperti apa yang ideal menurut Buya Hamka?

Menurut pendekatan pertama, anak-anak tidak memiliki kebebasan untuk mengikuti dorongan hati mereka. Mereka dianggap seperti milik orang tua mereka, dengan harapan bahwa mereka akan mengikuti jejak dan keinginan orang tua mereka. Misalnya, jika orang tua berprofesi seorang guru, mereka mengharapkan anak mereka juga mengikuti profesi tersebut. Begitu pula jika orang tua berprofesi sebagai militer, mereka berharap anak mereka mengikuti jalur yang sama.

Orang tua mungkin tidak selalu menginginkan anak mereka menjadi salinan diri mereka, tetapi mereka berharap anak mereka akan sesuai dengan harapan yang mereka tetapkan. Akibatnya, setiap tindakan, keputusan, dan bahkan pilihan pasangan hidup anak harus sesuai dengan kehendak orang tua. Terkadang, hal ini dapat menjadi sulit bagi anak yang mungkin tidak memiliki pendirian yang jelas. Hal ini menjadi tantangan yang serius bagi nasib anak, dan bisa menghambat pencapaian tujuan hidup mereka yang sebenarnya sudah dimiliki sejak lahir, yaitu bakat.

Baca juga:  Islam di Indonesia dalam Kacamata Fazlur Rahman (1)

Kemudian pendekatan kedua, Pendidikan yang membiarkan anak bebas tanpa bimbingan dapat berbahaya, mencelakakan anak itu sendiri. Meskipun setiap individu memiliki bakatnya sendiri, anak-anak belum tentu tahu bakat mereka saat masih kecil. Pendekatan ini bisa membuat anak menjadi manja, pemalas, dan sombong karena selalu mendapatkan apa yang diinginkan tanpa usaha. Mereka cenderung kurang mandiri dan tidak menghormati orang lain. Anak-anak seperti ini sering mendapat perhatian berlebihan, membuat mereka sulit beradaptasi dengan lingkungan. Orang tua yang akhirnya marah dapat menghadapi kesulitan dalam mengubah perilaku anak yang sudah rusak akibat perlakuan berlebihan.

Hamka dalam bukunya Falsafah Hidup (2015). Anak-anak sebaiknya dididik sesuai bakat, kemampuan, dan perkembangan zaman. Penting memberikan kebebasan berpikir kepada anak dan membimbing mereka di dalam kebebasan tersebut. Jangan memaksa anak menerima pelajaran yang tidak sesuai dengan bakatnya, agar tidak menjadi seperti kayu yang layu. Pendidikan yang memimpin dan membuka jalan, memungkinkan anak berkembang dan hidup mandiri. Mendidik anak bukan hanya melalui mulut, tetapi juga melalui contoh dan keteladanan orang tua.

Keluarga, sebagai lembaga pendidikan informal, merupakan lingkungan pertama yang dihadapi oleh manusia. Dalam konteks keluarga, seseorang memperoleh pengetahuan awal mengenai prinsip-prinsip dasar dalam hidup dan tata cara bersosialisasi dalam masyarakat. Pendidikan pertama kali diperoleh dalam lingkungan keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam pendidikan, dan tanggung jawab utama dalam sebuah rumah tangga terletak pada bahu ayah dan ibu. Dalam menyiapkan anak menghadapi kehidupan, orang tua perlu memberikan pendidikan agama guna meningkatkan akhlak anak, menjadi modal penting bagi mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua di lingkungan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jiwa anak.

Baca juga:  Ulama Banjar (88): KH. Anang Ramli HAQ

Tujuan pendidikan utamanya adalah menciptakan anak-anak yang di masa depan dapat merasakan makna kemerdekaan. Dan dasar pendidikan adalah membentuk manusia merdeka di tanah air yang merdeka, bukan menjadi budak di negara merdeka ini. Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin anak-anaknya menjadi individu yang merdeka, sebaiknya dididik dalam suasana sederhana. bersahaja dalam kehidupan sehari-hari diajarkan untuk memudahkan adaptasi dengan lingkungan di sekitarnya kelak. Hal ini bertujuan agar anak tidak merasa kaku dan memberikan beban kepada orang lain.

Karena menurut Hamka dalam bukunya pribadi hebat (2014). Negara dan bangsa yang merdeka dapat menciptakan kemerdekaan pribadi. Orang menerima pembagian pekerjaan dengan rela, tanpa merasa ditekan maupun itu guru, tentara, tukang becak, tukang sayur, kuli bangunan. Dalam berbagai profesi, mereka melaksanakan kewajiban dengan tanggung jawab penuh. Mereka menyadari bahwa setiap pekerjaan memiliki peran penting dalam keseluruhan, menjadikan mereka bagian dari satu bangsa besar yang solid.

Referensi:

Hamka (2015), Falsafah Hidup, Republika Penerbit

Hamka (2014), Pribadi Hebat, Gema Insani

Abdul, M. R., Rostitawati, T., Podungge, R., & Arif, M. (2020). Pembentukan Akhlak Dalam Memanusiakan Manusia: Perspektif Buya Hamka. Pekerti: Jurnal Pendidikan Islam & Budi Pekerti, 1(1), Februari.

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/mho/cara-mendidik-anak-ala-buya-hamka-b248882p/