Read Time:9 Minute, 6 Second
Oleh Masyhari, Lc., M.H.I
Bisa kuliah di kampus luar negeri merupakan nikmat dan kesempatan yang amat berharga, tidak semua orang bisa mendapatkannya. Apalagi bila berbeasiswa, gratis uang pendidikan dan buku diktatnya, ditambah dapat mukafaah (uang saku bulanan). Ya, memang, (ke)banyak(an) kampus di luar negeri, baik di Eropa, Australia, Amerika, Asia, Arab Timteng, memberikan beasiswa, alias kuliah dengan free (majanan), tanpa uang sepeser pun, khususnya timur tengah. Semoga negeri ini makin sejahtera, sehingga, seluruh bea pendidikan dan institusi kesehatan bisa gratis, khususnya bagi warga miskin. Ämïn.
Sebut saja misalnya Al-Azhar University Kairo Mesir memberikan banyak beasiswa untuk mahasiswa luar negeri dari dana wakaf, katanya hanya untuk jurusan keagamaan saja, sementara kedokteran dlsb berbayar. Di seluruh Universitas di Saudi Arabia, yang saya dengar gratis semua, dan mendapatkan uang saku. Dana berasal dari kas negara yang katanya kebanyakan dari hasil minyak, dan mungkin dari pariwisata. Mekkah-Madinah magnet umat Islam seluruh dunia. Ya, beasiswa tak didapat oleh semua. Fa-bi ayyi äläi rabbikumä tukadzdzibän. “Nikmat mana lagi yang kalian berdua (hai jin dan manusia) dustakan?! (QS ar Rahmän).
Adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), satu dari sederet kampus yang memberikan beasiswa itu. Selain buku biaya studi, buku diktat, uang gedung, fasilitas perpus, mahasiswa juga memperoleh uang saku bulanan, meski besarannya tidak seberapa. Kampus ini meskipun berdiri di atas tanah air Indonesia, bumi Nusantara, di mana saat ini masih menyewa di sebuah gedung kaca biru tua di jalan Buncit Raya Ragunan (seberang Pejaten Village), namun dianggap sebagai kampus luar negeri.
Kampus tersebut merupakan cabang dari Universitas Islam el-Imam Muhammad Bin Saud di Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia. Sehingga ijazah (strata satu fakultas Syariah) yang diterbitkannya dianggap ijazah luar negeri yang diharuskan untuk dilakukan penyetaraan di institusi negeri ini. Memang, katanya, sudah ada penyetaraan ijazah S1 LIPIA dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat, namun secara individual, mahasiswa alumni harus mengupayakannya sendiri untuk mendapatkan Surat Penyetaraan ijazah. Tentunya, sebagai mahasiswa sangat bersyukur bila seandainya proses ini tidak perlu dilakukan, dan cukup kampus yang membereskannya. Tapi bagaimana lagi, kenyataannya tidak begitu.hehehe
Lantas, untuk Apa Disetarakan?
Sebenarnya, tulisan ini dibuat karena pesanan seorang kawan penulis (ini saya yang penulis atau kawan saya yang penulis?hehe) seangkatan di LIPIA, Denis Arifandi (nama penanya DA Pakih Sati), meskipun sebenarnya sudah lama saya sendiri ingin menuliskannya. Tapi ragu, untuk apa dituliskan dan apa pula gunanya ijazah ini disetarakan? Toh, mau ngisi kajian di majelis taklim, di sekolah Islam, jadi khatib, berbisnis, apalagi menulis, tidak diperlukan selembar ijazah, apalagi SK yudisium. Ya toh! Kecuali bila mau lanjutkan studi formal di S2 dan S3.
Sebenarnya, tulisan ini dibuat karena pesanan seorang kawan penulis (ini saya yang penulis atau kawan saya yang penulis?hehe) seangkatan di LIPIA, Denis Arifandi (nama penanya DA Pakih Sati), meskipun sebenarnya sudah lama saya sendiri ingin menuliskannya. Tapi ragu, untuk apa dituliskan dan apa pula gunanya ijazah ini disetarakan? Toh, mau ngisi kajian di majelis taklim, di sekolah Islam, jadi khatib, berbisnis, apalagi menulis, tidak diperlukan selembar ijazah, apalagi SK yudisium. Ya toh! Kecuali bila mau lanjutkan studi formal di S2 dan S3.
Meskipun demikian, zaman sudah berubah, berbeda. Kita berada di zaman yang serba birokratis dan formalitas, zaman tulisan, zaman kertas, dimana selembar kertas menjadi begitu penting. Apapun harus ditulis dan dibuktikan dengan selembar kertas, tak terkecuali ijazah. Terkait dengan ijazah yang dikeluarkan luar negeri ada kebijakan regulasi, dimana semua ijazah terbitan luar negeri, bila mau dianggap sah untuk dipergunakan di dalam negeri harus disetarakan terlebih dahulu. Penggunaan itu misalnya untuk daftar PNS, kelengkapan berkas sertifikasi, daftar S2 dalam negeri, dan lain sebagainya.
Sebenarnya, penyetaraan ijazah ini bukan suatu keharusan, tapi sebatas kebutuhan dan hak pemegang ijazah luar negeri, agar ijazahnya teregistrasi di dinas pemerintah dan diakui oleh institusi-institusi di dalam negeri, baik pendidikan, maupun profesi. Artinya, kalau seorang alumni PTLN (Perguruan Tinggi Luar Negeri) ingin bekerja di luar negeri, penyetaraan ini tidak terlalu penting, tampaknya.
Lantas, Ke Mana Mengurusnya?
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis (saat mengurus ijazah sendiri sekitar tahun 2011, dan sebelumnya sekitar tahun 2009 juga sempat membantu seorang senior), penyetaraan ijazah LIPIA ini diurus di kantor Kementrian Agama RI (pusat), di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Nama ruangnya lupa saya, tapi kalau sudah berada di lantai 7 atau 8, bisa ditanyakan di sana.
Selain LIPIA, tampaknya alumni kampus-kampus Islam di Timur Tengah juga ada yang mengurus di ruang itu. Saat mengurus ijazah saya, tampak beberapa ijazah alumni al-Azhar Mesir, Libia, Sudan, Suria, dlsb. Ada sedikit catatan, bila dalam ijazah Strata Satu alumni al-Azhar terlulis titel “License” (Lc), di ijazah alumni LIPIA tertulis titel ” Bachelor” (Bakalorius). Saya sendiri belum begitu ngeh, apa bedanya? Namun, entah kenapa pada nama-nama alumni LIPIA diberi titel Lc. Ya, mungkin karena wes kadung (sudah terlanjur begitu terkenalnya. Seakan, semua alumni S1 timteng bertitel Lc. Entahlah.
Kembali ke topik ya. Udah Oot nih. Oya, beberapa waktu lalu, ada seorang kawan di kampus pascasarjana, alumni Universitas Al-Azhar Mesir, yang punya info berbeda yang juga based on pengalaman. Katanya, ia mengurus penyetaraan ijazahnya di dikti, di bawah Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Info serupa juga saya dapatkan dari kawan alumni LIPIA, ia mengurus penyetaraan ijazahnya di dikti. Katanya prosesnya lebih cepat, 2-7 hari kerja.
Setelah saya googling terkait info tersebut, ternyata benar, bahwa selain di kemenag, penyetaraan ijzah luar negeri juga bisa di dikti Kemendiknas, selengkapnya bisa dibaca di sini.
Bagaimana Alur dan Prosedurnya?
A. Di Kemenag
Sebenarnya, dengan kita datang langsung ke kantor Kemenag di jalan Lapangan Banteng lt. 7 akan dijelaskan prosedur teknisnya. Di sana, kita akan diberi selembar kertas kecil berisi syarat-syaratnya, bila tidak diberi, kita bisa minta. Namun, ada baiknya bila kita telah menyiapkan segala berkas yang dipersyaratkan sebelum ke sana, sehingga di sana tinggal menyerahkan berkas. Khususnya bagi yang tidak lagi tinggal di DKI Jakarta.
Di antara berkas yang dipersyaratkan yaitu:
Pertama, Pas photo berwarna. Siapkan ukuran 3×4. Tidak ada salahnya jika kita juga menyiapkan yang 4×6. Berapa lembar banyaknya, ya, sebanyak-banyaknya, sekedar buat persiapan. Kalau kuatir gak muat dompetnya, bawa minimal 6 lembar.
Kedua, surat permohonan penyetaraan ijazah Perguruan Tinggi Islam luar negeri. Surat ini kita buat sendiri, bisa pakai tulisan tangan atau ketikan komputer, disertai tanda tangan.
Oya, bila kita tidak bisa datang sendiri mengurusnya, bisa menitipkan pengurusan ke teman atau kenalan kita (itu kalau dia mau dan tidak keberatan. Jangan lupa dikasih uang transport dan jasa, sebagai bentuk nyata dari manusia waras dan sadar, bersyukur). Bila nitip, jangan lupa buat SURAT KUASA kepada yang kita tunjuk sebagai penerima kuasa, disertai tanda tangan pemberi kuasa di atas materai 6 ribu (oya, harga materai di kantor pos biasanya Rp 7rb.).
Ketiga, foto copy ijazah SD-SMA atau sederajat yang sudah dilegalisir, sebanyak 7 (tujuh) rangkap. Dan jangan lupa bawa aslinya untuk diperlihatkan. Namun, berdasarkan pengalaman bantu menguruskan punya kawan pada awal Oktober 2015, untuk foto copy ijazah SD-SMA tidak dilegalisir pun diterima oleh petugas (Saat itu bernama Bapak Simon). Pun, ternyata, saat itu hanya diminta 2 (dua) rangkap.
Keempat, foto copy ijazah S1 luar negeri dan transkip nilai, beserta terjemahannya, dan jangan lupa bawa aselinya.
Untuk ijazah dan terjemahannya diperbanyak 7 lembar. Namun, saat Oktober 2015, saya hanya diminta 2 (dua) rangkap.
Untuk terjemahannya melalui penerjemah resmi atau yang mendapat stempel resmi dari kampus Anda. Untuk yang pertama, kita bisa mengurusnya di Penerjemah Zen alHadi di Kramat Jati, perlembar sekitar Rp 50.000-75.000 (tampaknya, kita yang alumni kampus Arab pantas untuk menghandle soal ginian. Menurut info yang masuk ke telinga saya, setiap tahun, lembaga bahasa UI membuka pendaftaran ujian penerjemah resmi tersumpah. Ikutlah kita, agar bisa jadi penerjemah resmi). Hanya saja, sayangnya, menurut info resmi dari edaran penyelenggara, ujian tersebut hanya diperuntukkan bagi pemegang KTP DKI Jakarta. Alasannya, karena ini proyek kerjasama Pemda DKI dengan Universitas Indonesia. Ya, semoga nantinya bisa diperluas untuk seluruh warga Nusantara. Amiin.
Transkip nilai yang diterjemah dan diperbanyak adalah dari semester 1-8. Tapi, pengalaman pribadi, kita serahkan yang semester satu dan delapan pun bisa diterima. Lagi pula, kalau transkip seperti di LIPIA yang 8 lembar diterjemah semua, bisa habis banyak duit kita. Lain cerita bila langsung satu lembar untuk 8 semester.
Kelima, membayar biaya Rp 50.000 (dulu, sekitar 2011). Dulu saya diminta uang segitu oleh petugas. Uang ini bukan biaya penyetaraan ijazah, tapi uang legalisir 10 rangkap setelah SK yudisium keluar.
Setelah diserahkan berkas tersebut, kita tanya petugas, kapan selesai dan bisa diambil. Waktu itu petugas menjelaskan bahwa sesuai dengan jadwal sidang yudisium yang dalam setahun dilakukan dua kali, dan kita akan diberi info soal ini. Dan, jangan lupa minta nomor telepon atau hape petugas.
Bila sudah tiba waktu yang dijanjikan, jangan lupa telpon petugas yang bersangkutan. Jangan menunggu info dari petugas.
B. Di Dikti Kemendiknas
Setelah membuka situs penyetaraan ijazah luar negeri di dikti, di sana disebutkan kalau pendaftaran bisa onlen dan pengurusan lebih cepat, tidak sampai 7 hari. Maka, saat diminta bantu uruskan penyetaraan ijazah LIPIA punya kawan, pada awal Oktober 2015 saya pun coba mengurusnya di sana.
Letak gedung dikti berada di sebelah barat menghadap bersebrangan dengan istora Senayan. Gedung ini sebenarnya masih di dalam pagar komplek Kemendiknas yang berdekatan dengan Ratu Plaza Jakarta Selatan. Setelah saya lewati bagian FO di pintu lobi gedung dikti, saya langsung diarahkan ke atas, bagian penyetaraan ijazah luar negeri, dan setelah ditanya petugas kalau saya sudah melakukan registrasi online. Karena petugas tidak mau terima tanpa register secara onlen terlebih dahulu dan lakukan janji datang secara online juga, deng bawa kertas berisi nomor dan jadwal yang kita print-out sendiri.
Sampai di sana, saya bertemu petugas. Saat itu petugasnya seorang ibu berusia 50 tahunan tak bertudung. Setelah baca kertas yang saya bawa, dia cek di komputernya yang online. Lantas dia minta ijazah aseli, transkip nilai aseli dan terjemahannya ke bahasa Inggris, serta paspor (berikut visanya) sebagai bukti bahwa nama yang bersangkutan pernah studi di luar negeri. Karena ijazah kawan saya dari LIPIA, dan sebagaimana mafhum bahwa proses perkuliahannya di dalam negeri (Jakarta), maka dikti tidak mengakui ijazah semacam itu. Dikti hanya mengakui ijazah luar negeri yang proses studinya dilakukan di luar negeri, dibuktikan dengan paspor dan visa. Begitu kata petugasnya.
Dengan demikian, untuk LIPIA, berdasarkan pengalaman itu, tidak bisa disetarakan di dikti-kemendikti, tapi ke Kemenag. Berbeda dengan yang proses perkuliahannya langsung dilakukan di Saudi Arabia, Mesir, Sudah, Malaysia, Qatar, Australia, Yaman, Amerika, Jerman, Perancis, dsb. dimana proses penyetaraannya lebih simpel dilakukan di dikti.
Kendatipun demikian, untuk alumni LIPIA ada kabar angin segar. Sejak Januari 2015, Program Studi Sarjana Ilmu Syariah LIPIA Jakarta sudah terakreditasi A oleh BAN-PT. Artinya, menurut sumber yang cukup bisa dipercaya, bahwa dengan menyertakan foto kopian Sertifikat Akreditasi tersebut, ijazah Fakultas Syariah LIPIA sudah tidak harus peroleh SK Yudisium dari Kemenag, tentunya dengan tetap menyertakan terjemahan ijazah dan transkip nilainya. Syukur-syukur bila ke depan pihak rektorat kampus LIPIA berkenan untuk mengeluarkan ijazah dan transkip nilai versi bahasa Indonesia, serta permudah alumninya dalam proses legalisir ijazah. Semoga saja. Amiin.
Sekian, semoga bermanfaat.
Tulisan ini pernah dimuat di mengaisembun.blogspot.com.