Laduni.ID, Jakarta – Keimanan bukanlah sesuatu yang statis. Iman bisa bertambah dengan ketaatan dan amal, namun juga dapat berkurang oleh kelalaian dan dosa. Sebagai seorang Mukmin, menjaga dan meningkatkan keimanan adalah tugas seumur hidup, yang membutuhkan usaha sungguh-sungguh, atau yang disebut sebagai sebuah ikhtiar.
Selain itu, karena iman adalah karunia terindah, maka memperjuangkannya adalah tugas yang tak boleh terhenti.
Ikhtiar dalam meningkatkan keimanan bukan sekadar semangat belaka, tetapi merupakan perjalanan hati dan perilaku yang dipenuhi muhasabah, pembelajaran, dan perjuangan melawan hawa nafsu. Apalagi iman itu bertingkat-tingkat karakternya, sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda:
الإِيمانُ بضْعٌ وسَبْعُونَ، أوْ بضْعٌ وسِتُّونَ، شُعْبَةً، فأفْضَلُها قَوْلُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأَدْناها إماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ، والْحَياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمانِ
“Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai tujuh puluh sembilan, atau enam puluh tiga sampai enam puluh sembilan cabang. Yang tertinggi adalah ucapan ‘La ilaha illallah,’ dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu juga merupakan bagian dari iman.” (HR. Muslim)
Ikhtiar tersebut terus berkelanjutan, sebab iman itu sering kali bertambah dan berkurang. Karenanya, ikhtiar untuk selalu memperbaharuinya tidak boleh berhenti. Rasulullah SAW pernah bersabda:
https://www.laduni.id/post/read/526359/cara-seorang-mukmin-berikhtiar-meningkatkan-keimanan.html