Laduni.ID, Jakarta – Ada beberapa catatan penting dari Said Nursi perihal kelemahan dan kekuatan yang ada pada manusia.
Manusia Menjadi Kuat dengan Menyadari Kelemahannya di Hadapan Allah SWT
Di alam ini manusia menyerupai anak kecil yang lemah. Namun dalam kelemahannya tersimpan kekuatan besar, dan dalam ketidakberdayaannya terdapat kemampuan yang menakjubkan. Sebab, lewat kelemahan dan ketidakmampuan seluruh entitas ditundukkan untuknya. Jika manusia menyadari kelemahannya lalu meminta kepada Tuhan, baik lewat lisan, keadaan, maupun perilakunya, kemudian ia menyadari ketidakberdayaannya sehingga meminta tolong kepada Tuhannya seraya bersyukur karena alam ditundukkan untuknya, maka ia akan diberi taufik untuk dapat menggapai permintaannya.
Semua maksudnya menjadi tunduk serta impiannya akan terwujud. Sementara dia dengan kekuatannya sendiri tidak dapat meraih apa yang menjadi tujuannya. Namun kadang keinginan yang dicapai lewat doa lisân hâl ia nisbatkan pada kemampuannya sendiri. Sebagai contoh: Kekuatan yang terpendam dalam kelemahan anak ayam membuat sang induk menyerang singa. Lalu kekuatan yang tersimpan dalam kelemahan anak singa membuat sang induk yang buas mengalah untuk dirinya di mana ia rela menahan lapar demi anak-anaknya. Jadi, kekuatan besar yang terdapat dalam kelemahan layak diperhatikan.
Bahkan, wujud manifestasi rahmat dalam kelemahan tersebut patut dicermati dan dikagumi. Sebagaimana dengan kelemahan, anak kecil yang manja mendapatkan kasih sayang orang lain. Dan dengan tangisannya, ia memperoleh permintaannya. Maka, orang-orang kuat dan para pembesar pun tunduk padanya, sehingga ia bisa memperoleh apa yang tidak bisa diraihnya satu pun dari seribu keinginannya dengan kekuatannya yang kecil. Dengan demikian, kelemahan dan ketidakberdayaannya itulah yang menggerakkan dan membuat pihak lain mengasihi dan melindunginya.
Bahkan dengan telunjuknya yang kecil, ia dapat menjinakkan orang-orang besar. Andaikan anak kecil itu mengingkari kasih sayang tadi lalu menyangkal perlindungan tersebut di mana dengan sangat bodoh dan sombong ia berkata, “Akulah yang menundukkan semua orang kuat itu dengan kemampuan dan kehendakku sendiri,” tentu saja ia layak mendapat tamparan dan peringatan.
Karunia yang Diperoleh Manusia Bukan karena Kemampuannya tapi Karena Rahmat Allah SWT
Begitu pula kondisi manusia manakala ia mengingkari rahmat Penciptanya serta menyangkal hikmah-Nya lalu berkata dengan penuh kekufuran seperti ucapan Qarun yang tercatat dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 78:
قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ عِنْدِيْۗ اَوَلَمْ يَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهٖ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَّاَكْثَرُ جَمْعًا ۗوَلَا يُسْـَٔلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ
“Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta) itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu bahwa sesungguhnya Allah telah membinasakan generasi sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Orang-orang yang durhaka itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.”
Tentu saja sikap ini membuatnya layak mendapat siksa. Jadi, kedudukan dan kekuasaan yang diraih manusia, serta kemajuan dan peradaban umat manusia tidak bersumber dari keunggulan dan kekuatannya. Tetapi semua itu ditundukkan kepada manusia karena kelemahannya.
Pertolongan diberikan karena ketidakberdayaannya, karunia diberikan karena kefakirannya, ilham diberikan karena kebodohannya, dan anugerah diberikan karena kebutuhannya. Kekuasaan yang didapat manusia bukan lantaran kekuatan yang ia miliki dan bukan karena pengetahuan yang ia punyai. Tetapi ia merupakan wujud kasih sayang, rahmat, dan hikmah ilahi sehingga segala sesuatu ditundukkan untuknya. Manusia yang kalah oleh kalajengking yang tak memiliki mata, dan oleh ular yang tak memiliki kaki, bukan kekuatannya yang memakaikan ia sutra dari ulat kecil dan bukan pula yang memberi ia madu dari serangga beracun. Tetapi semua itu ia dapat dari buah kelemahannya yang berasal dari penundukan rabbani dan kemurahan rahmani.
Wahai manusia! Jika demikian keadaannya, tinggalkan sifat sombong dan egoisme. Perlihatkan kelemahan dan ketidakberdayaanmu di hadapan Tuhan lewat permintaan. Tampakkan kefakiran dan kebutuhanmu dengan lisan doa. Serta tunjukkan bahwa engkau benar-benar hamba Allah seraya berkata:
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’. Lalu naiklah menuju tangga kemuliaan.”
Manusia Sangat Mulia dengan Menjalankan Tugasnya sebagai Hamba Allah SWT
Jangan engkau berkata, “Aku tidak berarti. Apa pentingnya diriku sehingga alam ini ditundukkan oleh Allah untukku dengan penuh perhatian, dan bahkan dituntut untuk terus syukur.” Pasalnya, jika dilihat dari sisi dirimu dan bentuk lahiriahmu, engkau memang tidak berarti. Namun jika dilihat dari tugas dan kedudukanmu, maka engkau adalah penyaksi dan pengawas yang cerdas terhadap jagat raya. Engkau adalah lisan fasih yang berbicara atas nama seluruh entitas yang penuh hikmah. Engkau juga penelaah yang cermat terhadap kitab alam.
Engkau pengawas yang penuh perenungan terhadap makhluk-makhluk yang bertasbih. Serta engkau laksana profesor dan arsitek yang ahli dari alam yang beribadah dan bersujud ini. Sebab, dari sisi fisik biologismu dan diri hewanimu, engkau adalah partikel kecil dan hina, makhluk yang fakir, dan hewan yang lemah yang masuk ke dalam ombak entitas yang deras. Namun dari sisi kemanusiaanmu yang menjadi sempurna lewat tarbiyah Islamiah, yang bersinar dengan cahaya iman yang berisi kilau cinta Ilahi, engkau adalah raja dalam kehambaan ini. Engkau bersifat universal dalam kondisi parsialmu. Engkau adalah alam yang luas dalam kekerdilanmu. Engkau memiliki kedudukan yang tinggi meski tampak remeh.
Engkau pengawas alam yang memiliki basirah yang menjangkau wilayah yang luas dan terlihat ini, hingga engkau bisa berkata, “Tuhanku Yang Maha Penyayang telah menjadikan dunia ini sebagai tempat tinggalku, menjadikan matahari dan bulan sebagai lentera, menjadikan musim semi sebagai karangan bunga mawar, menjadikan musim panas sebagai hidangan nikmat, menjadikan hewan sebagai pelayan yang tunduk, serta menjadikan tumbuhan sebagai hiasan bagi rumahku.” Kesimpulan: Jika engkau mendengar bisikan nafsu dan setan, engkau akan jatuh ke tingkat yang paling rendah. Namun jika engkau mendengar hakikat dan al-Qur’an, engkau akan naik ke tingkat yang paling tinggi dan menjadi Ahsanu Taqwim di alam ini. []
Catatan: Tulisan ini diolah dan dikembangkan dari Kitab Risalah Nur karya Said Nursi Bab Iman Kunci Kesempurnaan.
Penulis: Hasbi Sen, M. Hum (Pembina Yayasan Nur Semesta Ciputat)
Editor: Kholaf Al Muntadar