Mojokerto, NU Online Jatim
Founder komunitas perempuan membaca, Ning Iffah Hannah mengulas komunitas yang ia dirikan itu mulai sejak tahun 2016. Diceritakan, usai menikah produktivitas membaca Ning Iffah mulai berkurang dengan banyaknya aktivitas baru.
“Mulailah muncul ide dengan mengumpulkan teman-teman yang se-frekuensi untuk mengajak membicarakan ilmu,” katanya saat Podcast di kanal Youtube Runding bersama Ning Uswah Syauqi yang tayang pada Sabtu (12/10/2024).
Dijelaskan, komunitas perempuan membaca ini seperti support group, jadi saling memberi support untuk semangat membaca, berdiskusi keilmuan dan pengetahuan.
Menurut Ning Iffah, ilmu selalu berkembang, oleh karenanya jika tidak membaca maka kualitas diri juga tidak akan akan berkembang.
“Kita harus upgrade atau meningkatkan diri terus, karena masalah yang dihadapi itu terus bertambah. Misalnya jadi istri atau ibu, itu tidak ada sekolahnya. Kalau tidak belajar terus bagaimana?,” ungkapnya.
Dalam banyak hal, zaman dulu sering kali tidak boleh ini atau itu tanpa ada alasan yang jelas untuk memverifikasi kebenarannya. Maka harus belajar bagaimana cara merawat dan mendidik anak, dan ilmu-ilmu seperti itu bisa didapat dari membaca, ikut kelas atau berdiskusi.
“Pengalaman perempuan itu sumber pengetahuan. Misalnya Ning Uswah punya pengalaman mengasuh anak, itu saya bisa belajar dari Ning Uswah,” jelasnya.
Ia menyebut, pada perempuan membaca itu wadah untuk belajar dari satu ke yang lainnya. Belajar dari hasil riview bacaan dari anggota lain kemudian mendiskusikan. Di komunitas ini juga ada hukum yang tidak tertulis yakni tidak boleh menghakimi.
“Jadi kalau ada yang curhat di grub, kita tidak lantas menghakimi tapi berusaha memahami,” paparnya.
Ning Iffah lantas mengomentari terkait fenomena media sosial saat ini. Baginya, media sosial telah mengubah banyak hal. Seperti pola komunikasi, dakwah dan di media sosial semuanya ada. Salah satu kelebihan dan kekurangan dari media sosial adalah semua orang bisa menjadi produsen.
“Dulu kita-kita ini jadi konsumen, sekarang kita bisa jadi produsen. Kita mau bicara apa sudah ada audiensnya. Di media sosial semua bisa berbicara karena memiliki akun pribadi masing-masing, hal ini membuat media sosial tidak bisa di kontrol. Maka yang diperlukan adalah literasi digital,” tandasnya.