Laduni.ID, Jakarta – Bertamu dan menerima tamu adalah bagian penting dari kehidupan sosial dalam Islam. Keduanya memiliki adab yang jelas dan tuntunan yang luhur. Rasulullah SAW dengan tegas mengajarkan bahwa memuliakan tamu adalah salah satu tanda keimanan kepada Allah dan hari akhir. Beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Namun, dalam praktiknya, muncul sejumlah problematika terkait dengan bertamu. Bagaimana jika tamu datang di waktu yang tidak tepat? Apakah memuliakan tamu harus selalu diutamakan meskipun itu berarti mengorbankan rutinitas penting seperti ibadah, pekerjaan, atau istirahat?
Islam sangat menekankan nilai memuliakan tamu sebagai bagian dari akhlak mulia seorang Muslim. Dalam salah satu Hadisnya, Rasulullah SAW menggambarkan betapa besar pahala bagi orang yang memuliakan tamu. Bahkan, seorang tamu diyakini membawa keberkahan.
Rasulullah SAW bersabda:
اَلضَّيْفُ يَأْتِي بِرِزْقِهِ وَيَرْتَحِلُ بِذُنُوبِ الْقَوْمِ يُمَحِّصُ عَنْهُمْ ذُنُوبَهُمْ
“Tamu datang membawa rezekinya sendiri dan pergi dengan membawa dosa-dosa penghuni rumah, sehingga dosa-dosa mereka dihapuskan.”
https://www.laduni.id/post/read/526360/dilematika-bertamu-dalam-pandangan-islam.html