Laduni.ID, Jakarta – Sebagai umat Islam, kita tahu bahwa banyak doa yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya kepada kita dengan Bahasa Arab. Apabila memungkinkan, semua doa tersebut dihafalkan dengan artinya. Bila tidak bisa, maka semampunya saja. Sebab doa dalam bahasa Arab bukanlah suatu kewajiban. Kecuali kalau di dalam shalat. Maka semua bacaan diwajibkan menggunakan Bahasa Arab, sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Kalau tidak bisa atau tidak lancar berbahasa Arab dalam berdoa, maka diperbolehkan dengan bahasa setempat, termasuk berbahasa Jawa. Bahkan di banyak riwayat dinyatakan bahwa para ulama asal Persia, seperti Imam Ahmad, Imam Ghazali dan lain-lain, mempunyai wirid doa dengan Bahasa Persia.
Dalam hal ini, tidak sedikit ulama nusantara yang juga mempunyai doa-doa ampuh berbahasa Jawa. Dikatakan ampuh, sebab sudah banyak dibuktikan oleh banyak orang akan khasiat doa tersebut.
Terkait dengan hal ini, KH. Idris Marzuqi Lirboyo pernah berkata:
“Kowe ki nek nompo dungo-dungo Jowo seko kiyai sing mantep. Kae kiyai-kiyai ora ngarang dewe. Kiyai-kiyai kae nompo dungo-dungo Jowo seko wali-wali jaman mbiyen. Wali ora ngarang dewe kok. Wali nompo ijazah dungo Jowo seko Nabi Khidlir. Nabi Khidlir yen ketemu wali Jowo ngijazaji dungo nganggo boso Jowo. Ketemu wali Meduro nganggo boso Meduro.”
(Kamu jika mendapat doa-doa Jawa dari kiyai yang mantap, jangan ragu. Kiyai-kiyai itu tidak mengarang sendiri. Mereka mendapat doa Jawa dari wali-wali zaman dahulu. Wali itu mendapat ijazah doa dari Nabi Khidlir a.s. Nabi Khidlir a.s. jika bertemu wali Jawa memberi ijazah doa memakai bahasa Jawa. Jika bertemu wali Madura menggunakan bahasa Madura)
Karena itu, maka tidak heran banyak ulama nusantara yang mengijazahi doa dengan bahasa daerah. Tapi yang lebih penting di dalam berdoa adalah tidak merasa minder dan harus yakin pasti diterima doanya oleh Allah SWT, meskipun menggunakan bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa misalnya.
Konon, ada kisah unik mengenai doa bahasa Jawa ini. Suatu ketika di Tanah Arab terjadi kekeringan, lama sekali tidak turun hujan. Mengatasi masalah ini, Raja Hijaz mendatangkan ulama-ulama Makkah dan Madinah, mereka dimintakan doa di depan Kakbah agar hujan turun segera. Usai seluruh ulama berdoa, hujan tak kunjung turun, malah semakin panas hingga beberapa bulan. Raja Hijaz pun tiba-tiba ingat ada satu ulama yang belum diundang untuk dimintai doa.
Dicarilah ulama tersebut, setelah ketemu, ternyata perawakan ulama tersebut pendek, kecil dan kulitnya hitam. Tak disangka, ulama tersebut bernama Syaikh Nawawi bin Umar Tanara Al-Bantani Al-Jawi. Ya, beliau adalah ulama nusantara yang menetap di Makkah. Beliau ahli Bahasa Arab dan mempunyai karya 40 judul, semuanya berbahasa Arab.
Kemudian, ulama asal dusun Tanara, Tirtayasa, Banten tersebut berangkat memenuhi undangan Raja Hijaz. Lalu beliau berdoa meminta hujan kepada Allah SWT di depan Kakbah. Anehnya, meski Syaikh Nawawi Banten mampu berbahasa Arab dengan fasih, di depan Kakbah itu justru beliau berdoa meminta hujan dengan memakai Bahasa Jawa. Meski demikian, para ulama Makkah dan Madinah yang berdiri di belakangnya, ikut mengangkat tangan sambil mengamini doa Syaikh Nawawi Banten.
Syaikh Nawawi mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, sampun dangu mboten jawah, kawulo nyuwun jawah.” (Ya Allah, sudah lama tidak hujan, kami minta hujan).
Aneh bin ajaib, seketika hujan turun. Padahal yang ulama sebelumnya banyak yang berdoa dengan berbahasa Arab yang fasih, tapi tidak mujarab. Sedangkan, Syaikh Nawawi berdoa dengan Bahasa Jawa malah justru ampuh. Masya Allah kana wa ma lam yasya’ lam yakun. Jika Allah sudah menghendaki terjadi, maka segalanya akan terjadi, dan jika tidak dikehendaki, maka tidak akan mungkin terjadi.
Jadi, berdoa memakai bahasa daerah dibolehkan, asalkan di luar shalat. Kalau berdoa di dalam shalat, wajib berbahasa Arab dengan tuntunan yang terdapat di dalam ilmu fiqih.
Banyak doa berbahasa Jawa yang diajarkan oleh para ulama nusantara. Berikut ini adalah contoh doa berbahasa Jawa yang diijazahkan oleh para kiyai dari berbagai daerah di Jawa, di antaranya adalah:
Doa Bahasa Jawa dari KH. Dalhar Watucongol Magelang yang mempunyai khasiat agar tekun bekerja dan diberi kelapangan rezeki. Doa ini diriwayatkan oleh KH. Ahmad Abdul Haq. Berikut bunyinya:
“Allahumma ubat-ubet, biso nyandang biso ngeliwet. Allahumma ubat-ubet, mugo-mugo pinaringan slamet. Allahumma kitra-kitri, sugih bebek sugih meri. Allahumma kitra-kitri, sugih sapi sugih pari.”
(Allahumma ubat-ubet, punya baju punya nasi. Allahumma ubat-ubet, semoga diberi selamat. Allahumma kitra-kitri, kaya bebek dan anaknya. Allahumma kitra-kitri, kaya sapi kaya padi)
Doa Bahasa Jawa dari KH. Achmad Chalwani Nawawi yang berkhasiat untuk keamanan atau penjagaan diri. Berikut bunyinya:
“Bismillahirrahmānirrahim. Kun Fayakun, rinekso dhening Allah, jinogo dhening moloekat papat, pinayungan dhening poro nabi, Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.”
(Bismillahirrahmanirrahim. Kun Fayakun, dikehendaki oleh Allah, dijaga oleh 4 malaikat, dipayungi oleh para Nabi, Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah)
Doa Bahasa Jawa dari KH. Ma’ruf Kedunglo yang dulu mempunyai khasiat suwuk untuk bekal pasukan Hizbullah dengan cara selepas membacanya lalu ditiupkan ke air. Berikut bunyinya:
“Allahumma sallimnaa minal bom wal bedil wal bunduq wal martil wa uddada hayatina”
(Ya Allah selamatkan kami dari bom dan senapan dan meriam dan jagalah hidup kami)
Doa Bahasa Jawa dari KH. Kholil Kasingan Rembang yang berkhasiat agar berhasil dalam menyapih bayi. Doa ini diriwayatkan oleh KH. Bisri Musthofa. Berikut bunyinya:
“Bismillahirrahmanirrahim. Cerma ratu, si bayi laliyo duduh susu, elingo sego lan banyu, adem asrep, saking Allah Ta’ala, Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah”
(Bismillahirrahmaanirrahiim, Cerma ratu, si bayi lupakan air susu, ingatlah nasi dan air, adem asrep, dengan kehendak Allah Ta’ala, Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah)
Selain doa untuk menyapih bayi di atas, KH. Bisri Musthofa juga meriwayatkan Doa Bahasa Jawa dari KH. Ma’ruf Kedunglo, yang berkhasiat agar orator atau orang yang akan berpidato di depan publik diberi kelancaran. Berikut ini doanya:
“Bismillahirrahmanirrahim, sang manik cemar uripmu wus kacekel. Diluk dingkul katungkul dingkul, (diwoco ping 3 tanpo ambekan) Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah”
(Bismillahirrahmaanirrahim, sang manik cemar hidupmu sudah kupegang. Diluk dingkul katungkul dingkul, (dibaca 3 kali tanpa bernafas) Laa ilaaha illallaah, Muhammadur Rasulullah”.
Setiap umat Islam dianjurkan berdoa kepada Allah SWT. Tidak hanya dalam rangka meminta, tapi doa juga menjadi media agar senantiasa terhubung kepada Allah SWT. Doa bisa menggunakan Bahasa Arab, sebagaimana diajarkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW, atau sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Tetapi, tidak ada larangan dalam berdoa dengan menggunakan bahasa tertentu di suatu daerah tertentu, seperti halnya berdoa dengan Bahasa Jawa. Allah pasti akan mendengar semua doa hambanya dan telah berjanji akan mengabulkannya. Dan syarat yang paling utama adalah yakin dalam berdoa bahwa Allah SWT akan menerima dan mengabulkannya. Wallahu ‘Alam bis Showab.
Semoga bermanfaat. []
Editor: Hakim
https://www.laduni.id/post/read/517488/doa-ampuh-berbahasa-jawa-dari-ulama-nusantara.html