Doa Kiai versus Kaki Polisi: Catatan Kecil Konsultan Haji di Kota Madinah

Buku Doa Kiai versus Kaki Polisi ini secara garis besar berisi sejumlah kisah nyata yang ditulis di media sosial oleh Helmi Hidayat ketika bertugas sebagai konsultan ibadah haji di kota suci Madinah, pada tahun 2019 lalu. Sedangkan sisanya adalah tulisan-tulisan lepas yang sebagian besar juga merupakan kisah nyata dengan misi yang sama yang ditulis di Jakarta, Belitung dan beberapa kota lainnya.

Dalam kata  pengantar buku ini, Helmi Hidayat mengaku bahwa tradisi menulis dari Madinah itu melanjutkan tradisi menulis yang ia lakukan pada 2018 ketika ia dipercaya untuk kali pertama menjadi konsultan ibadah haji dan ditempatkan di Makkah. Laporan haji dari Makkah yang ia tulis di Facebook juga telah dibukukan dengan judul Ketika Allah Cemburu Kabah.

Tulisan lulusan The University of Hull, Inggris, ini banyak digemari para pembaca setia tulisannya. Tulisan berjudul Kaki Polisi versus Doa Kiai, misalnya, per 11 Februari 2020 disukai oleh 2.200 ikon simpatik, dikomentari oleh 417 facebookers, dibagikan sebanyak 1.300 kali. 

Tulisan Cinta Jumiatin tak Surut Dihardik Polisi Arab, disukai oleh 12 ribu, dikomentari oleh 1.500 facebookers, dan dibagikan sebanyak 8.300 kali. Rasanya jarang sebuah tulisan di Facebook dibagikan hingga ribuan.

Selain dua cerita di atas, kita juga akan menemukan cerita-cerita menarik lainnya, seperti Di Arafah, Guru Spiritualku Muallaf Keturunan Cina, atau Aku, Keluargaku, dan Keturunan Tionghoa Katolik Itu…, atau Khatib Keturunan Tionghoa dan Cinta Indonesia

Sementara itu, anjing dan babi yang selama ini sering dikesankan makhluk buruk, padahal mereka juga ciptaan Allah, dikisahkan dengan sangat menarik dalam tulisan “Kisah Anjing yang Rajin Bersedekah dan Menjadikan Babi Sebagai Mahar Nikah”. Bagaimana mungkin anjing bersedekah? Bagaimana mungkin babi dijadikan mahar untuk menikah? Akhirnya, pikiran ekstrem juga kerap menempatkan orang gila di sisi buruk, kalau perlu mereka dianggap layak kena bully. Ini bukan menjadi ciri ajaran Islam. Di mata Allah orang gila pun punya hak yang sama, layaknya melakukan wukuf di Arafah. Kita bisa membacanya dalam tulisan “Wukuf Bersama Orang Gila”.

Doa Kiai versus Kaki Polisi

Nenek itu terus menjerit-jerit di dalam kamar mandi. la panik terkunci dari dalam. Kunci kamar mandi di hotel mewah di Madinah rupanya terlalu canggih buat dirinya yang datang dari salah satu kampung kecil di pojok Indonesia. Bisa jadi ini kali pertama dia keluar dari Indonesia, atau bahkan baru kali ini keluar dari kabupaten tempat kelahirannya. Profil nenek terkunci ini mewakili sebagian jemaah haji Indonesia yang kini mengepung kota Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah saw.

Kawan-kawannya sesama jemaah haji yang tinggal di lantai V Hotel Mawaddah Al-Safwa itu tentu saja ikut panik. Mereka khawatir sang nenek panik lalu pingsan. Apalagi sang nenek tidak membawa handphone ke kamar mandi untuk mempermudah komunikasi. Untuk itu mereka memanggil petugas hotel. 

Awalnya satu petugas datang, lalu dua petugas datang lagi, tapi semuanya gagal membuka pintu kamar mandi itu. Sementara dari kamar mandi, sang nenek tak berhenti menggedor-gedor pintu sambil berteriak-teriak dengan bahasa daerahnya.

Hampir satu jam berkutat mengutak-atik pintu, para petugas akhirnya menyerah. Sementara teriakan sang nenek nyaris tak terdengar lagi. Ini menambah kalut para jemaah haji yang berkerumun di lokasi kejadian. Kekhawatiran mereka sang nenek mati lemas hampir mendekati bibir kenyataan jika saja mereka tak mendengar suara nyaring menghentak mereka.

Minggir, minggir…!

Rupanya itu suara Iptu Amiruddin, Kepala Urusan Personalia Bagian Sumberdaya Manusia Polres Metro Bekasi Kota, Indonesia. Lho, apa urusan polisi Bekasi menangani kasus nenek terkunci di negeri Arab?

Rupanya Amiruddin adalah bagian dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2019, yang diserahi tugas melindungi jemaah dari berbagai marabahaya. Unit ini disebut Linjam-perlindungan jemaah. Kementerian Agama, sebagai penyelenggara haji nasional, merekrut para petugas Linjam ini dari unsur kepolisian Republik Indonesia serta ketiga angkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Tugas mereka adalah memberi perlindungan kepada semua jemaah haji Indonesia, mulai dari mengantar jemaah tersasar ke hotel masing-masing, mengayomi jemaah kecopetan, merangkul jemaah korban hipnotis lalu dirampok, sampai menolong jemaah terkunci di kamar mandi seperti yang sedang kita bahas.

“Ada apa ini?” tanya Amiruddin tegas kepada kerumunan massa. “Nenek-nenek mandi Pak,” jawab seseorang. “Iya, tahu, emang kenapa kalau nenek-nenek mandi?” “Sekarang terkunci Pak. Mungkin gak ngerti buka kunci kamar mandi.”

Sebagai polisi, Amiruddin dilatih berpikir cepat dalam kondisi mendesak. Pelan-pelan, polisi yang ditugaskan di Sektor II Daker Madinah ini mundur selangkah, bersiap-siap menendang pintu kamar mandi itu dengan tenaga Gundala. Tapi, sesaat sebelum tendangannya menggelegar, tiba-tiba terdengar suara berwibawa seorang lelaki dari belakang kerumunan. “Sebentar, sebentar, coba beri saya jalan,” kata lelaki itu kepada kerumunan. 

Begitu lelaki itu muncul menyeruak kerumunan, Amiruddin mengaku langsung menganggapnya sepele. Lelaki itu bukan cuma sudah tua, tapi jalan pun susah. Apa yang bisa dia lakukan untuk membuka pintu terkunci? Maka, ketika lelaki tua yang ternyata sangat ditokohkan oleh para jemaah di lantai lima hotel itu mengangkat tangan untuk berdoa.

Amiruddin semakin meremehkannya. “Masa pintu terkunci diselesaikan dengan doa?” kata ayah dua anak ini menceritakan kembali kisah yang membuatnya terkesan itu. “Saya sudah gak sabar ingin nendang pintu itu.”

Tapi sungguh ajaib. Doa masih dibacakan, kedua tangan kiai masih diangkat, ketika tiba-tiba saja pintu kamar mandi yang tadi begitu susah dibongkar petugas hotel terbuka sendiri pelan-pelan. Semua mata yang menyaksikan kejadian itu terbelalak. Maka, ketika semua yang hadir di sana sama membaca “alhamdulillaaaaah,” Amiruddin justru berkali-kali mengucapkan “astaghfirullaaah.”

Polisi terbaik versi Polda Metro Jaya pada 2006 ini sadar bahwa dia baru saja bersikap sombong dengan kekuatan kakinya. Dia lupa kini ia berada di Tanah Suci. Di kota suci ini, getaran doa sang kiai bisa jadi jauh lebih dahsyat dibanding tendangan kaki polisi.

Saat pintu dibuka lebar-lebar, si nenek ditemukan terduduk lemas. Sambil terus beristighfar, Amiruddin membopong nenek-nenek itu ke tempat tidurnya. “Kalau teringat kejadian tadi siang, saya bergidik. Saya sadar tadi siang saya sudah sombong, padahal ini kan Tanah Suci,” jelas Amiruddin ketika menceritakan kisah itu kepada rekan-rekannya sesama petugas.

Kata “Tanah Suci” yang diungkapkan Amiruddin berkali-kali itu saya garis bawahi. Di Tanah Suci ini, adalah hak prerogatif Allah untuk menjawab doa-doa. Entah itu dibacakan di Raudhah, di ujung Masjid Nabawi, di kaki Gunung Uhud, atau di depan kamar mandi. (hal. 2-6)

Dengan membaca buku ini, kita akan menemukan berbagai kisah bijak penuh keteladanan dan inspiratif. KH. Mustafa Bisri atau yang lebih akrab dipanggil dengan Gus Mus, saat mengomentari buku ini mengatakan bahwa buku ini tidak hanya sekedar berisi kisah-kisah nyata yang menarik dari Tanah Suci, tapi di dalamnya terkandung pesan-pesan dan pelajaran berharga yang kita perlukan dewasa ini bagi pergaulan hidup bersama.

Identitas Buku   

Judul Buku: Doa Kiai versus Kaki Polisi
Penulis: Helmi Hidayat
Tahun: 2020 M    
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Tebal: 176 hlm   
ISBN: 9786230016738
Peresensi: M. Ryan Romadhon, Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo

https://www.nu.or.id/pustaka/doa-kiai-versus-kaki-polisi-catatan-kecil-konsultan-haji-di-kota-madinah-ldUZY