Yogyakarta—Kunjungan Abdulhakim Idris, Direktur Centre for Uyghur Studies di D I Yogyakarta tanggal 9 Desember 2023 disambut oleh beberapa organisasi kepemudaan berbasis keagamaan Islam dengan diskusi hangat di Ekstens Coffee, Banguntapan, Bantul. Pertemuan tersebut diantarkan oleh Yanju Sahara selaku Vice President Organization of Islamic Corporation Youth Indonesia (OIC Youth Indonesia) dengan diskusi bertema “Islam dan Kedamaian Dunia: Kamp Konsentrasi China atas Muslim Uyghur”.
Diskusi tersebut dibuka dengan ungkapan keresahan Abdulhakim Idris sebagai orang asli Uyghur yang sekarang berdomisili di Washington D.C. Dia bercerita tentang bagaimana keluarganya harus merasakan kerasnya kamp konsentrasi hingga satu persatu keluarganya menghilang. Kejadian tersebut membawanya kepada perjuangan untuk menjelaskan keadaan muslim Uyghur di dunia.
“Sejak belasan tahun yang lalu saya masih berusaha mencari keberadaan mereka. Dalam 4 tahun pertama akhirnya saya mendengar kabar bahwa ayah saya telah meninggal di kamp konsentrasi di Xinjiang. Sedangkan ibu saya, saudara-saudara saya hingga hari ini belum bisa saya temukan kabarnya.”
Peserta yang juga dihadiri pimpinan organisasi gerakan pemuda di Jogja, seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang D I Yogyakarta, Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Kota Yogyakarta, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Cabang Yogyakarta, dan Pengurus Wilayah Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU) DI Yogyakarta beranggapan sama. Hubungan sesama muslim melintasi batas negara. Masih banyak saudara sesama muslim yang sampai hari ini belum dituntaskan Hak Asasi Manusia-nya.
Yanju Sahara mengatakan fenomena kekerasan tidak hanya terjadi di Palestina, tetapi di Uyghur juga mengalami hal tersebut. Maka dia mengajak elemen gerakan, elemen mahasiswa bersama-sama, membangun solidaritas gerakan untuk membantu golongan manapun yang terkena tindak diskriminasi, kekerasan.
“Segala hal tentang kekerasan wajib dilawan! Ini harus terus disuarakan agar tidak terjadi hal serupa lagi, dan tentunya momentum di hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia ini kita ingin bersama-sama menegakkan HAM agar dunia tidak terjadi ketidakadilan” Katanya tegas.
“Oleh karena itu,” kata Wakil Presiden Representasi Indonesia Pemuda OKI tersebut, “yang diharapkan dari mahasiswa sebagai generasi muda terpelajar agar terus melakukan kajian secara akademik terkait isu kemanusiaan dan perdamaian, da aksi solidaritas di seluruh Indonesia.”
Gerakan tanpa pembacaan hanya akan menjadi muntahan emosi tanpa arah dan tidak bisa membunuh kaburnya informasi yang tersebar. Akhmad Mundhir, selaku Ketua Pengurus Cabang PMII DIY, berpendapat bahwa urgensi pertama kalangan gerakan mahasiswa muslim harus menolak kekerasan di Uyghur adalah bahwa kita diikat oleh ukhuwah Islamiyah, sehingga sudah seharusnya kita ikut tersakiti ketika saudara seiman diperlakukan dengan kejam.
“Selayaknya orang gerakan berbicara tentang ketertindasan. Kalangan masyarakat Ahlusunnah wal Jama’ah (Aswaja) An-Nahdliyah pernah punya sejarah kelam dengan pemberontakan fisik Partai Komunis Indonesia yang berusaha pelakukan penetrasi ideologi Komunisme,” ungkap Mundhir dalam diskusi tersebut, “dan sekarang masalahnya, pemerintah Tiongkok memperlakukan saudara kita dengan kekejaman yang hampir sama di Uyghur tapi kita seakan menutup mata.”
Gerakan harus mempunyai impact besar terhadap kesadaran rakyat terhadap isu Uyghur. Mundhir menghimbau semua gerakan mahasiswa lain untuk terlebih dahulu membuka selubung informasi sehingga gerakan tidak sekedar ujaran kebencian tak berdasar.
“Hal berdampak yang paling bisa kita lakukan adalah propaganda media. Namun terlepas dari gentingnya situasi Uyghur, pembacaan tetap harus dilakukan dan konsolidasi ke semua anggota organisasi masing-masing, agar gap informasi bisa hilang dan menjadi gerakan yang solid.” Kata Mundhir.
Pembacaan dan propaganda media disepakati semua peserta diskusi menjadi tindak lanjut untuk gerakan mahasiswa berbasis Islam terus menyoroti Kekerasan Muslim di Uyghur pasca diskusi. Abdulhakim berharap besar bahwa diskusi ini tidak berhenti hanya sebatan tukar pendapat.
“Saya harap diskusi ini tidak berhenti menjadi tukar pendapat. Tapi berbuah gerakan yang bisa membantu saya dan saudara kita di Uyghur. Jangan niatkan gerakan ini untuk menolong saya. Tapi niatkan ini menjadi jihad membela saudara seiman kita.” Ungkap Abdulhakim di akhir diskusi Islam dan Kedamaian.
Diakhir sesi, Abdulhakim Idris membagikan buku berjudul Kolonisasi China terhadap Dunia Islam dan Genosida Uyghur untuk menjadi salah satu bahan kajian di masing-masing Organisasi.
“Semoga Allah menjadikan literatur (buku) ini menjadi penyambung pertemuan kita selanjutnya.” Kata Abdulhakim Idris menutup diskusi.