Epistemologi Islam di Mata Para Filsuf Muslim

Epistemologi Islam dikenal sebagai ilmu yang membahas tentang apa itu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dalam Islam. Epistemologi berakar dari kata Yunani episteme atau pengetahuan dan logos yang berarti sistem/teori. Maka Epistemologi Islam dapat diartikan juga sebagai pengetahuan tentang pengetahuan Islam.

Ulama, sufi, dan filsuf Islam telah bersepakat bahwa pengetahuan adalah hal yang nyata adanya. Pengetahuan ini pun terbagi menjadi dua menurut bentuknya. Pengetahuan materiil bersumber dari tangkapan intelektual duniawi mengenai asal mula segala sesuatu yang diperoleh panca indera.

Beberapa filsuf seperti Ibnu Farabi percaya bahwa pengetahuan materiil ini kemudian berperan sebagai jembatan bagi manusia untuk menggapai pengetahuan nonmateriil yang sifatnya metafisika, teologis, dan mutlak berasal dari dari wahyu Allah sebagai entitas Tuhan Yang Maha Esa.

Epistemologi Islam telah dikaji oleh para cendekiawan muslim sejak awal mula penyebaran Islam. Seperti epistemologi lainnya, Epistemologi Islam tidak mengabaikan fakta ilmiah yang terjadi pada kehidupan duniawi. Namun, kajian intelektual para filsuf Islam didasarkan pada wahyu Allah pada kitab suci Islam Al-Quran dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Hal inilah yang membedakan Epistemologi Islam dengan hukum pengetahuan lainnya seperti di Barat maupun epistemologi kepercayaan lainnya. Meski para ulama, sufi, dan filsuf islam umumnya setuju akan adanya pengetahuan dan asal dari pengetahuan (Nature of Knowledge), mereka memiliki pendekatan yang berbeda untuk menghubungkan epistemologi Islam dalam penggunaan pikiran manusia secara empiris maupun spiritual.

Baca juga:  Yahudi sebagai Agama Resmi di Indonesia? 

Filosof Islam membagi tangkapan pengetahuan dalam pikiran manusia menjadi dua yaitu tasawwur dan tashdiq. Pembentukan konsep atau gambaran disebut dengan tasawwur. Konsep ini kemudian diolah secara logika dan kemudian dinilai atau dihukumkan. Misalkan didapatkan propisi (qadhiyyah) “Suara tartil tahfidz itu indah”. Pernyataan tersebut kemudian dinilai oleh manusia, dan apabila pernyataan dibenarkan, baik secara pasti (al-Jazm), sangkaan (zhann), maupun rasa ragu (al-Syakk) maka itu dinamakan tashdiq.

Properti logika inilah yang mengantarkan cendekiawan besar Islam, dimulai dari Al-Kindi menulis seputar fungsi dari pemikiran rasional / the role of the mind dalam memperoleh pengetahuan. Ibnu Sina menambahkan bahwa logika merupakan kunci dari pengetahuan yang tidak dapat tergantikan kecuali oleh petunjuk Allah SWT.

Apabila dijabarkan, pandangan Ibnu Sina mengenai petunjuk Allah sebagai kunci dari pengetahuan dapat dihubungkan dengan konsep ‘Ilmu datangnya dari Allah dan semua proses kehidupan dunia dikembalikan pada Allah’. Masih memiliki kesinambungan logika, Ilmu dalam Islam juga memiliki sifat universal dan berintegrasi pada Wahyu Tuhan.

Pengetahuan suci ini telah melewati proses luar biasa yang melebihi komprehensi logika manusia. Oleh karenanya Ilmu dalam Islam memiliki tempat tertinggi dan lebih detail daripada sains. Sederhananya, ilmu Islam memiliki sesuatu yang sains tidak punya. Para ulama modern tak jarang membuktikan tingginya hierarki pengetahuan Islam dengan sampel adanya konsep konsep sains modern yang baru ditemukan tertuang dalam ayat-ayat Al-Quran yang sudah berumur lebih dari 14 abad.

Baca juga:  “The Economics of Limit” (1): Menggali Gagasan Ekonomi al-Ghazali

Seiring berkembangnya kajian Islam, terbentuk tiga aliran epistemologi yang di gunakan oleh ulama, sufi, dan filsuf. Aliran-aliran ini terdiri atas Epistemologi Bayani, Burhani, dan Irfani.

Para mufassir yang menggali ilmu dari Al-Quran menggunakan kemampuan tafsirnya merupakan contoh aplikasi aliran Epistemologi Bayani. Singkatnya, Bayani berarti metode berpikir melalui teks (Nash). Dalam konteks pengetahuan Islam, Epistemologi Bayani menempatkan teks Al-Quran sebagai referensi yang suci, utama, dan otoriter. Segala kebenaran ada di Al-Qur’an dan segala yang ada di Al-Quran adalah benar.

Dalam Epistemologi Bayani pemikiran memiliki peran sebagai pengontrol. Contoh peran pemikiran ini misalnya membedakan isi Al-Quran mana yang makna dan yang wacana, mana yang temporal dan yang tetap, serta hubungan antar ayat yang diantaranya melalui proses ijtihad dan upaya analog (qiyas), dan diakhiri dengan pengambilan keputusan (istinbath).

Adapun Al-Burhan artinya jelas, yang berarti aliran Epistemologi Burhani berupaya mencari penjelasan dari segala sesuatu. Kejelasan ini didapatkan dengan melakukan investigasi dari suatu kejadian, lalu memanfaatkan instrumen indera manusia, telinga, mata, mulut, hidung, dan raba untuk memperoleh fakta. Epistemologi Burhani terbagi menjadi dua yaitu metode deduktif (umum-khusus) dan metode induktif (khusus-umum). Dapat dikatakan aliran ini merupakan aliran yang paling banyak menggunakan peran akal. Uniknya, Epistemologi Burhani tercermin pada pemikiran-pemikiran Aristoteles.

Baca juga:  Gus Yahya Emoh Jadi Menteri Agama

Pendapat Ibnu Farabi mengenai pengetahuan non-materiil memerlukan penjelasan dari pengetahuan materiil tercakup dalam aliran Epistemologi Irfani atau intuisi. Intuisi di sini merupakan pemikiran yang spontan didapatkan secara spiritual kemudian diolah dengan akal sehat untuk dibuktikan hingga masuk akal. Dengan demikian dapat dikatakan intuisi dapat diterima tanpa bantuan teks atau media lain. Pengaplikasian intuisi tanpa diolah dengan akal sehat akan beresiko terjadinya takhayul. Oleh karena itu aliran Epistemologi Irfani perlu dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

Dengan demikian terumuskan pengetahuan Islam merupakan kombinasi ketergantungan antara kebenaran, logika, dan wahyu Allah, dengan pengetahuan materiil berperan sebagai jembatan menuju pemenuhan pengetahuan nonmateriil. Epistemologi Islam terbagi menjadi tiga menurut alirannya yaitu Epistemologi Bayani, Burhani, dan Irfani. Harmoni antara filosofi dan spiritual nyata adanya dan setiap muslim bertanggungjawab dalam penggunaan proses pemikiran dalam penafsiran segala sesuatu yang berbentuk pengetahuan.

https://alif.id/read/nhm/epistemologi-islam-di-mata-para-filsuf-muslim-b246514p/