Dewasa ini musik menjelma seakan menjadi kebutuhan primer. ketika bekerja, santai bahkan ibadahpun tidak lepas dari musik. Mulai dari musik bergenre romansa, rock, dangdut sampai religi kini sangat mudah didapat.
Mudahnya mengakses informasi dari ruang platform google dan aplikasi gawai lainnya mempermudah setiap individu untuk mengakses pelbagai macam jenis musik itu.
Tidak hanya itu, muncul juga para pemuda yang masuk dan mulai berkecimpung di dunia musik. Mulai dari yang bergenre romantis sampai religius, lagu-lagu dibawakan mereka sebagai penghantar dan teman di masyarakat luas.
Musik dengan segala macam genrenya adalah hal yang biasa didengar (dalam hal ini mungkin mereka menganggap semua jenis musik itu mubah). Sebelum pandemi melandapun banyak konser-konser musik bertebaran di pelbagai penjuru seantero Indonesia. Fenomena seperti menonton konser musik atau nge-band dianggap sebagai hal yang biasa dikalangan masyarakat milenial. Konser shalawatan ataupun nge-band yang berhenti sejenak (karena pendemi ini) saya prediksi akan membludak lagi ketika pandemi telah selesai. (Dan mungkin sekarangpun masih ada beberapa yang membandel dengan masih menyelenggarakan konser atau kumpulan lainnya di tempat tertentu.
Setiap orang dengan berbagai masalah yang ia hadapi tak jarang memlilih musik menjadi tempat rekreasi pikiran ketika suntuk, menjadi penenang ketika gelisah atau hanya sekedar mendengarkannya sambil lalu karena untuk mengisi kejenuhan. Sayapun mungkin termasuk dari salah satu bagian di dalamnya.
Belakangan inipun industri musik menjadi salah satu minat anak-anak muda dengan segala potensinya menunjukan keterampilan-keterampilan bermusik. Terutama yang paling ngetrend belakangan dikalangan pemuda-pemudi Islam ialah grup musik gambus atau religi lainnya. Sebut saja Sabyan gambus atau yang lainnya adalah salah satu yang sempat viral di kancah permusikan Indonesia.
Hal inipun menarik minat banyak pemuda lain yang mungkin “sudah terlanjur” masuk ke dunia musik jenis lainnya untuk “hijrah” mencari peruntungan dengan masuk ke dalam dunia musik religi.
Ya, musik dengan segala misterinya memiliki kontribusi tersendiri terhadap kinerja hidup tiap individu manusia.
Dalam Islam, musik memiliki sejarah tersendiri. Dan tidak bisa lepas dari yang namanya perdebatan hukum di dalamnya. Sejak dulu ulama memperdebatkan kinerja dan kaitan serta hukum musik terhadap kehidupan komunal terutama orang-orang Islam.
Yang paling santer adalah perdebatan antara Kaum Sufis dan Fikih saya kira. Seakan menjadi perdebatan tiada akhir kedua kelompok tersebut kurang akrab jika mempersoalkan hukum dalam Islam. Terutama dalam hal ini adalah hukum bermusik itu sendiri. Ulama fikih dengan Konservatif-tekstualisnya dan Ulama tasawuf dengan analogi observatif sufistiknya.
Tulisan ini saya harap dapat menjembatani bagaimana menyikapi musik dalam Islam. Namun, sebelumnya karena dalam tradisi Islam terutama bangsa Arab yang menjadi pusat perkembangan Islam musik berkaitan dengan Sastra Syair. Saya akan mengulas Sastra Syair terlebih dahulu sebelum masuk lebih jauh mengenai musik.
Karena bagaimanapun juga Syair terutama Syair Arab dengan segala kerumitannya memberikan kontribusi yang sangat banyak terhadap perkembangan Musik dalam Islam.
Dengan harapan tulisan ini juga semoga menjadi wacana terhadap seni sastra (termasuk di dalamnya Sastra Syair dan yang lainnya) yang jarang sekali diminati. Terutama bagi anak-anak muda milenial yang selalu sibuk dengan gawai dan gadgetnya. Bahwa belajar sastra dengan segala interiornya itu menyenangkan (jika dinikmati).
Ya, Membahas sastra berarti juga membahas sejarah dan kebudayaan suatu bangsa. Karena seni adalah hasil dari cara berfikir dan merupakan implementasi corak kebudayaan suatu bangsa. Termasuk di dalamnya bangsa Arab dengan syairnya yang akan dibahas.
– 2 –
sedangkan watak kebanyakan manusia pada dasarnya memang selalu menginginkan kemudahan dan sesuatu yang instan. Inilah yang mungkin menjadi alasan kebanyakan pelajar kurang berminat mempelajari sejarah dan sastra.
Anggapan sulitnya memperoleh akses untuk mendapatkan informasi sejarah dan kebudayaan yang benar-benar riil dengan banyaknya riwayat, atau mungkin rasa bosan yang dirasakan para pelajar ketika mempelajari sejarah bisa menjadi salah satu alasan minimnya minat para pemuda penerus bangsa itu dalam mempelajari sejarah.
Memang, tidak semua pemuda memiliki rasa kurang minat terhadap sejarah. Dalam artian mungkin masih banyak yang memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap sejarah.
Sekali lagi, sebenarnya mempelajari seni atau apapun yang sering dianggap membosankan akan asyik jika dinikmati. Tergantung bagaimana kita mengatur mindset kita untuk menikmatinya.
Cari sesuatu yang menyenangkan di dalamnya, buat nyaman diri dengan menemukan sesuatu yang keren dan asyik. Contohnya mungkin ketika sedang bosan mempelajari materi seni (saya contohkan mungkin syair Arab) yang sulit, bisa beralih terlebih dahulu dengan mendendangkannya dengan teman atau hal-hal lain yang sifatnya positif.
Karena bagaimanapun juga mempelajari sejarah dan seni yang termasuk ke dalam bagiannya sangat penting untuk dilakukan. Sejarah adalah masa lalu yang akan selalu menjadi pembelajaran dan pilihan di masa depan. Mempelajarinya bagi generasi selanjutnya adalah sebuah kewajiban yang tidak tertulis.
Pilihan Redaksi
https://alif.id/read/aju/fenomena-musik-di-era-milenial-b242687p/