Genealogi Pemikiran Martin Lings: Dari Orientalisme Menjadi Sufisme

Sebagian besar pengetahuan terkait kajian keislaman yang berakar dari orientalisme telah mendistorsi wajah Islam, baik sebagai agama maupun peradaban. Tak heran jika Islamophobia berkembang masif di kehidupan Kristen Barat. Islam dipandang sebagai agama keras, radikal, dan polemis, sehingga memunculkan ketakutan tersendiri pada bangsa Barat. Namun hal demikian merupakan fenomena yang terjadi saat orientalisme klasik berlangsung.

Seiring perkembangan zaman dalam dinamika kehidupan masyarakat, serta perkembangan media yang selalu mengikuti, telah memberikan perubahan pada pola pikir bangsa Barat. Sehingga bangsa Barat mulai terbuka terhadap kajian-kajian keislaman. Mereka pun mulai mempelajari Islam melalui referensi yang kredibel dan otoritatif secara komprehensif.

Hal tersebut yang kemudian menjadi awal dari berkembangnya orientalisme kontemporer. Dimana, semakin banyak sarjana-sarjana Kristen Barat yang mengkaji Islam secara sistematis dengan metodologi yang objektif. Sehingga orientalisme kontemporer yang berkembang hingga saat ini mampu memunculkan gagasan-gagasan baru tentang Islam yang sifatnya positif, begitu pula menambah khazanah intelektual kajian keislaman. Salah satu diantara banyaknya orientalisme kontemporer Barat adalah Martin Lings.

Martin Lings atau dikenal dengan nama Islamnya sebagai Abu Bakar Sirajuddin merupakan satu diantara banyak orientalis mualaf yang patut diteladani. Kesungguhannya dalam mencari kebenaran dilakukan semenjak usia muda. Sebagai pengkaji budaya dan agama, dalam perjalanan spiritualnya keyakinan membawanya kepada agama Islam.

Baca juga:  Tuan Guru dan Perkembang Islam di Pulau Lombok

Ia dilahirkan dalam keluarga penganut Kristen Protestan pada tahun 1909 di Burnage, Lancashire, Inggris. Meskipun dilahirkan di Inggris, Lings banyak menghabiskan waktu di Amerika bersama ayahnya. Beberapa tahun kemudian ia kembali ke Inggris untuk memperoleh pendidikan Protestan di Bristol.

Setelah itu, Lings melanjutkan pendidikannya pada bidang Sastra Inggris di Oxford University hingga mendapat gelar Bachelor of Art dan Master of Art (1932-1937). Di tahun sebelumnya ia juga sempat menjadi dosen Sejarah Anglo-Saxon, dan mengajar bahasa Inggris di Polandia dalam waktu singkat, lalu pindah ke Vytautas Magnus University, Kaunas, Lithuania untuk mengisi mata kuliah Bahasa Inggris hingga tahun 1939.

Dalam semangat keingintahuannya, Martin Lings melakukan perjalanan spiritual, mempelajari banyak agama hingga ia menemukan sesuatu yang ia cari. Perjalanan spiritualnya saat itu sampai ke negara-negara Timur termasuk India untuk mempelajari agama Hindu.

Dalam perjalanan itulah Martin Lings bertemu dengan ahli fisika sekaligus sufi Prancis yang bernama René Guénon di Mesir pada tahun 1940. Dari René Guénon, Martin Lings menemukan apa yang ia cari khususnya pada ajaran tradisional yang berisikan kritik terhadap sekularisasi dunia modern, yang berusaha memisahkan diri dari agama. Padahal agama merupakan keniscayaan yang diciptakan oleh Tuhan dalam hati manusia untuk membawanya pada kebenaran.

Baca juga:  Ulama Banjar (125): KH. Jamaluddin

Pada tahun 1959, perjalanan panjang yang dilakukan Martin Lings berakhir pada kesaksiaannya untuk memeluk Islam, dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di depan Syikh Isa Nur Al-Din atau yang populer dengan nama Frithjof Scoun. Frithjof Scoun sendiri merupakan tokoh perbandingan agama yang masuk Islam dan kemudian tertarik dengan tasawuf. Selama di Mesir, Martin Lings mendalami Islam dengan mendatangi para ulama sufi dan kemudian ia tergabung dalam tarekat Syadzilliyyah.

Pemikiran tasawuf Martin Lings sendiri banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sufi falsafi yakni Ibnu Arabi, Mansur Al-Hallaj, dan Abdul Karim Al-Jili. Dalam perkembangan tasawuf kontemporer di Barat, Martin Lings juga merupakan tokoh penting. Pemikiran-pemikirannya terkait tasawuf ia tuangkan dalam banyak karya tulis.

Tulisan-Tulisan Martin Lings kebanyakan berbicara temtang sufisme, sejarah, sastra hingga seni. Diantaranya karya tulis yang bertajuk “What is Sufism”, “A Sufi Saint of The Twentieth Century”, “The Book of Certainty, The Sufi Doctrine of Faith, Wisdom, and Gnosis”, dan karya fenomenalnya “Muhammad: His Life Based on The Earliest Source” salah satu buku tentang sirah nabi Muhammad yang dikenal dunia dan diterjemahkan dalam banyak bahasa termasuk bahasa Indonesia.

Muhammad Irham, dalam karya ilmiahnya yang berjudul “Buku Muhammad His Life Based on The Earliest Sources Karya Martin Lings: Sebuah Kajian Historiografi, juga mengungkapkan bahwa karya tulis Martin Lings dikemas dengan sangat menarik, kombinasi antara pujangga Barat dan Muslim Timur melebur menjadi satu. Tak heran jika karya tulis Martin Lings dipengaruhi sentuhan Islam dan esoterisme yang memukau.

Baca juga:  Selamat Jalan, Pak M. Nashihin Hasan

Dalam hidupnya, kontribusi besar diberikan Martin Lings sebagai pengkaji sekaligus pengamal keilmuan tasawuf. Kedalaman pemahamannya dalam nilai-nilai sufistik memudahkannya dalam menafsirkan dan menuliskan makna-makna terdalam dalam setiap karya yang dibuatnya.

Referensi:

Kiki, Diparakhmawan, “Diskursus Tasawuf di Barat: Membaca Pemikiran Martin Lings”, Jurnal Al-Adyan, Vol. 13, No.2 (2018).

Muhammad, Agus, “Buku Muhammad His Life Based on The Earliest Sources Karya Martin Lings: Sebuah Kajian Historiografi”, Historia Madania, Vol. 3, No.2, (2019).

Tariq Aziz, dkk, “Martin Lings on Prophet Muhammad A Critical and Analytical review of his book, “Muhammad: His Life Based on Earliest Sources”, Al-Qamar, Vol.4, Issue.2, (2021).

Michael Fitzgerald, “Michael Fitzgerald”, Vincit Omnia Veritas, II,1, (1909-2005).

https://alif.id/read/srn/genealogi-pemikiran-martin-lings-dari-orientalisme-menjadi-sufisme-b244582p/