Gus Nadir: Iman dan Islam dalam Relasi sosial

Laduni.ID, Jakarta – Dalam sebuah petikan riwayat Hadits, Nabi berpesan:

‎وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا

“…dan berbuat baiklah kepada tetangga, maka kamu akan menjadi Mu’min, dan cintailah untuk manusia seperti apa yang kamu cintai untuk dirimu sendirimu, maka kamu akan menjadi Muslim.” (Musnad Ahmad, Hadis No 7748 dan Sunan at-Tirmidzi, HN 2227)

Riwayat hadits, yang bernilai hasan oleh Syekh al-Albani, ini memiliki kandungan relasi sosial yang luar biasa dalam Islam. Nabi Muhammad menegaskan, Keimanan dan keislaman kita tidak hanya dikaitkan dengan keyakinan akidah dan juga menjalankan Syariat, tetapi juga bercirikan relasi sosial yang baik kepada tetangga dan manusia pada umumnya.

Dalam kitab at-Taysir bi Syarh al-Jami’ al-Shaghir dijelaskan bahwa frase “takun mu’minan dan takun musliman” itu artinya sempurnanya iman dan Islam kita. Iman menjadi sempurna jika kita berbuat baik kepada tetangga. Islam kita menjadi sempurna jikalau kita mencintai umat manusia sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri.

Intinya, kita tidak bisa menjadi Mukmin dan Muslim yang baik kalau hanya mengandalkan ibadah semata dan melupakan relasi dengan sesama manusia. Semakin dekat kita kepada Allah, semakin baik hubungan kita dengan sesama. Kalau semakin rajin ibadah, tapi relasi sosial kita jelek, maka intropeksi dirilah.

Dalam kitab at-Tanwir Syarh al-Jami’ al-Shaghir dijelaskan bahwa tetangga dan umat manusia di sini bersifat umum, bukan hanya orang Islam. Kalau berbuat tidak baik kepada tetangga bukan merupakan ciri orang beriman, apalagi kalau kita mencelakakan tetangga. Ini bukan ciri orang beriman.

Banyak sekali riwayat hadits mengenai berbuat baik kepada tetangga. Misalnya HR Muslim:

‎مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbuat baik kepada tetangganya.”

Sekali lagi, perbuatan baik kepada tetangga dikaitkan dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir.

Riwayat di atas juga mencantumkan bahwa mencintai umat manusia sebagaimana kita mencintai diri kita merupakan ciri kesempurnaan keislaman kita. Meskipun dia orang kafir dan fasik sekalipun, kita tidak boleh mencelakakan, menyulitkan urusannya dan menyerang kehormatan dirinya. Itu semua bukan tanda cinta.

Kalau kita senang hidup kita mudah, dihargai orang lain, dan dibantu sesama, maka lakukanlah hal yang sama kepada orang lain. Sebagaimana kita ingin diperlakukan dengan baik, maka kita berprilaku pula yang baik.

Pesan kenabian ini sungguh luar biasa. Menembus batas ruang dan waktu.

Sekarang perhatikanlah kondisi tetangga kita. Adakah yang kelaparan atau kehilangan pekerjaan di masa pandemi? Lihatlah kanan-kiri kita, ketika banyak yang taat prokes demi menjaga keselamatan diri mereka, cintailah mereka dengan sama-sama mengikuti prokes dan juga ikut divaksin. Tebar cinta pada semuanya. Berbuat baik dan hormati semuanya.

Oleh: Gus Nadirsyah Hosen


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/72844/gus-nadir-iman-dan-islam-dalam-relasi-sosial.html