Laduni.ID, Jakarta – NU saat ini, tokoh-tokohnya sudah tersebar dimana-mana. Ada yang di pemerintahan pusat, ada yang di jalur keilmuan, ada yang cenderung berargumen secara internal, ada yang cenderung berargumen dengan pihak lain, bantah-bantahan soal bid’ah misalnya.
Ada juga yang konsen memilih untuk mengkonsolidasikan serpihan-serpihan pendapat di bahtsul masail, itu dikumpulkan dan disosialisasikan.
Ada yang memilih untuk menjalin hubungan baik antara madzhab dan aliran, kemudian bagaimana bertoleransi dengan aliran-aliran dan madzhab-madzhab lain. Bahkan ada yang berteman baik dengan kalangan non-muslim.
Ada juga pembela utama doktrin ahlussunnah wal jamaah. Ada juga yang tidak mengerti ahlusunnah wal jamaah secara detil, tapi ikut tahlilannya, ikut istigotsahnya. Karena mengabdikan dirinya untuk kepentingan NU. Spektrumnya sangat luas.
Nah, karena itu dalam kepengurusan ke depan, PBNU harus merangkul tiga pihak.
Pertama, penjaga gawang aswaja. Mereka itu seperti Gus Baha, KH. Ma’ruf Khozin, yaitu ulama yang menjaga ideologi dan identitas ke-NU-an. Jadi perlu merangkul yang bersifat ideologis. Kita membutuhkan kealiman mereka.
Kedua, para pemikir yang visioner. Ini bersifat strategis. Ketum NU sebelum berangkat ke berbagai daerah, perlu ada kajian dari para pemikir NU yang visioner tentang apa yang dibutuhkan di daerah itu secara taktis-strategis.
Jadi nanti Ketum PBNU ke depannya tidak sekadar ceramah. Tapi PBNU bisa siapkan apa kebutuhan masyarakat setempat. Ada kajian yang sudah kita lakukan di daerah setempat. Kemudian dikumpulkan lalu disosialisasikan. Ketum PBNU bergeraknya ke area yang sifatnya strategis.
Ketiga, para praktisi di berbagai bidang atau kalangan profesional. Kita perlu perbaiki sistem keuangan di PBNU, misalnya. Koin-koin NU di berbagai cabang itu bagus tapi tidak cukup hanya itu. Kita harus punya sistem keuangan yang akuntable tapi juga aksesable.
Jumlah anggota NU sebut saja 80-90 juta, maka kita butuhkan support sejumlah pihak dalam berbagai bidang; ekonomi, politik, sosial, budaya. Olahragawan, IT yang mengelola big data, dan juga kaum milenial perlu dirangkul masuk kepengurusan PBNU.
Dengan demikian nanti yang masuk dalam kabinet PBNU jangan jatah-jatahan karena dia timses, dari partai tertentu, keluarganya, padahal tidak punya kapasitas, gak jelas pengabdiannya tiba-tiba masuk ke PBNU.
Jadi memang tidak sekadar memikirkan sosok ketum PBNU-nya, tapi juga komposisi teamnya. Di masa transisi menuju 2021-2026 ini di Muktamar nanti harus kita jadikan 3B: Muktamar yang Berkualitas, Bermartabat dan Bermanfaat.
Karena itu perlu ada cetak biru (blue print) yang nanti disosialisasikan di Muktamar untuk jadi panduan NU memasuki abad ke-2nya.
Kalau itu tidak kita lakukan di Muktamar nanti, dan kita hanya sibuk pada kontestasi siapa yang jadi pimpinan NU, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk mengantisipasi tantangan dan peluang NU di abad ke-2nya.
Itu sebabnya perlu terus didorong Muktamar NU nanti tidak seperti pilpres atau kubu-kubuan, sebab bisa pecah belah karena banyak sekali isu-isu yang sensitif yang akan dimainkan oleh semua pihak di arena Muktamar, baik internal-eksternal, kekuatan lokal maupun global. Ini harus jadi pertimbangan bersama demi menjaga keutuhan dan kebersamaan NU.
Mudah untuk dituliskan, namun butuh kerjasama dan komitmen semua pihak untuk mewujudkannya, bukan?
Tabik,
Oleh: Gus Nadirsyah Hosen
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/73418/gus-nadir-pbnu-perlu-rangkul-tiga-pihak.html