Laduni.ID, Jakarta- Sahabat pembaca Laduni yang budiman, tidak sedikit kalangan remaja baik putra maupun putri setelah melewati akil baligh sudah mempunyai pikiran untuk menikah. Tetapi tidak jarang pula di antara mereka yang banyak pertimbangan, kapan persisnya waktu yang tepat untuk menikah. Apakah setelah berusia di atas 20 tahun? Ataukah setelah selesai menempuh masa pendidikan tinggi? Lalu, kapan pula seseorang itu dikatakan matang dan siap (mental, fisik, ilmu) untuk melanjutkan fase kehidupan menjalani biduk rumah tangga? Dan beragam pertanyaan lainnya. Berikut wejangan dari Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar dalam sebuah ceramahnya yang menyinggung perihal menikah di usia matang, dikutip dari video IG @ulama.nusantara, Rabu, 10 Agustus 2021.
Kalau kami-kami memahami nikah itu kan bukan sekedar memberi kesempatan laki-laki, perempuan, lawan jenis untuk melakukan hubungan biologis. Lebih dari itu, misi berkeluarga itu ingin melahirkan keturunan yang baik-baik, regenerasi, kaderisasi.
Kalau lewat lembaga keluarga ini, akhirnya keluarga itu mampu melahirkan anak yang bagus-bagus, pintar-pintar, imannya kuat, kuat pikirannya, kuat ekonominya, kuat fisiknya, kuat mentalnya. Harapannya setelah kita yang tua-tua ini mati, anak cucu mampu mengemban tugas dakwah, mampu mengemban tugas keimanan, mampu mengemban tugas pendidikan, perjuangan, dan seterusnya. Itu, keinginan kita berkeluarga itu seperti itu.
Nah karena misi berkeluarga itu untuk kaderisasi, regenerasi, cukup mampukah ibu yang masih berumur 12 tahun? Lalu, ketika punya anak mungkin masih berumur 13 atau 14 tahun. Cukup mampukah ibu yang berumur 14 tahun mendidik anak yang diharapkan anak nanti bisa menjadi kader? Saya kira, ibu yang berumur 14 tahun belum cukup punya wawasan. Mentalnya juga belum baik, belum cukup untuk mendidik dan mengkader anak, supaya nanti menjadi anak yang hebat-hebat.
Lain misalnya kalau mereka kita nikahkan, kebetulan ngajinya sudah bagus, agamanya bagus, syukur-syukur sudah tamat S1. Apalagi S1 Tarbiyah, Pendidikan, atau dia mondok di Lirboyo, Sidogiri dan seterusnya, sudah hafidz Qur’an. Mereka mental siap, fisik siap, ilmu juga siap. Kalau akhirnya nikah terus punya anak, dia punya anak itu ketika dia sudah punya wawasan bagaimana mendidik anak yang baik, bagaimana vitamin yang baik untuk anak, bagaimana kondisi keluarga yang baik untuk anak, bagaimana, macam-macam sudah. Sehingga kalau dari ibu yang berumur 21, 22, 23 tahun, yang punya wawasan pendidikan cukup, diharapkan nanti anaknya bagus-bagus, itu sangat mungkin.
Lah, kalau dinikahkan umur 12, di umur 13 sudah punya anak. Jangankan sampai wawasan untuk mendidik anak, memakaikan popok anak saja masih bingung, memandikan anak saja masih bingung. Akhirnya kalau terus modelnya begitu, kecil harapan untuk melahirkan generasi yang top-top, yang bagus-bagus. Paham ya…
Tulisan bersumber dari ceramah KH. Marzuki Mustamar (Ketua PWNU Jawa Timur)
Sumber : IG @ulama.nusantara
Editor : Ali Ramadhan
https://www.laduni.id/post/read/72871/hikmah-menikah-di-usia-matang.html