LADUNI.ID, Jakarta – Banyak anggapan bahwa memiliki istri lebih dari satu (poligami) adalah dalam rangka mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beberapa kemudian melabeli status hukum poligami sebagai sunnah. Sejauh ini sunnah dipahami sebagai sesuatu yang disarankan, diupayakan, atau ditekankan untuk dilaksanakan dan mendapat pahala di kemudian hari. Benarkah anggapan semacam itu? Tulisan berikut, dengan segala kekurangannya, dimaksudkan untuk mendiskusikan hal tersebut.
Para pendengki membicarakan agama ini dengan menyembunyikan berbagai fakta untuk mengaburkan Islam, dengan mencaci-maki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena poligami beliau. Ini adalah kebiasaan para orientalis Yahudi dan Nashara yang mengada-adakan kedustaan dengan pernyataan mereka: “Poligami ini tidak lain hanyalah karena kekuatan seksualnya serta kecintaannya kepada syahwat, kelezatan dan kesenangan nafsu.” Ini adalah metode membalikkan fakta kepada kebathilan terhadap generasi kita, terutama kalangan yang mengklaim berbudaya Eropa dan membenarkan pemikiran-pemikiran ini, setelah mengenyam pemikiran-pemikiran mereka yang beracun.
Inilah salah seorang dari mereka yang mengklaim sebagai muslim, mengatakan tentang poligami, “Jelas sekali bahwa poligami adalah penghinaan yang keras kepada wanita [1].”[2]
Kita katakan kepada mereka yang otak mereka telah dicuci dengan pemikiran misionoris Barat-Kristen lagi pendengki dan para musuh Islam lainnya: “Poligami Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sebagaimana yang mereka nyatakan. ‘Poligami ini tidak lain hanyalah rahmat dari Allah, dan poligami Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu usaha dakwah.”
Kita katakan kepada mereka, sebagai penolakan atas anggapan bahwa poligami Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah karena kesenangannya pada syahwat saja:
1. Seandainya beliau menyukai keinginan syahwat sebagaimana yang mereka katakan, niscaya Allah tidak mengharamkan beliau untuk menceraikan di antara mereka atau menikah lagi.
2. Jika hal itu untuk kecenderungan dan kesenangan, mengapa beliau tidak menikah dengan selain Khadijah sebelum Islam? Kenyataannya, beliau menghabiskan masa mudanya bersama Khadijah. Beliau berumah tangga bersama Khadijah Radhiyallahu anhuma selama 25 tahun.
Al-Qurthubi berkata, “Seandainya yang dituju dari pernikahan beliau adalah syahwat, kenikamatan atau bersenang-senang dengan wanita, niscaya beliau menikah dengan wanita-wanita muda atau menikah dengan gadis-gadis remaja. Dan inilah yang dinyatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang Sahabatnya, “Apakah engkau sudah menikah?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Dengan gadis atau janda?” Ia menjawab, “Bahkan dengan janda.” Beliau bersabda, “Mengapa tidak dengan gadis, sehingga engkau dapat bermain-main dengannya dan dia bermain-main denganmu?”[3]
3. Semua yang dinikahi oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan gadis, kecuali ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.
4. Kebanyakan dari mereka adalah para wanita yang menghibahkan diri mereka, karena mereka tidak mempunyai siapa-siapa yang dapat menolongnya. Lalu mereka mempunyai suami yang setia, ikhlas dan penyayang.
5. Dakwah menuntut kekuatan dan bantuan dari orang-orang yang mempunyai kedudukan di tengah kaumnya, terutama dalam kabilah-kabilah Arab. Dengan hikmah inilah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikat hubungan dengan kaum Quraisy, sebagian kabilah Arab dan suku Yahudi, agar dakwah tersebut berdampak luas dalam menjinakkan hati untuk masuk ke dalam Islam.
6. Poligami Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga 11 isteri bukan bertujuan untuk kesenangan syahwat atau nafsu, tetapi hanyalah bertujuan untuk menyatukan hati di atas Islam. Terbukti, sebagian kabilah Arab yang menentang dapat dikalahkan dengan cara demikian.
Seorang pemikir mengatakan : “Sebagian perkawinan beliau merupakan amal kebajikan dan kasih sayang kepada janda-janda fakir yang ditinggal oleh suami mereka yang notabene adalah para pengikut dan kawan beliau. Sebagiannya adalah pernikahan strategis, seperti pernikahan beliau dengan Hafshah binti ‘Umar yang dimaksudkan untuk mengukuhkan hubungan beliau dengan ayahnya, dan seperti pernikahan beliau dengan puteri Abu Sufyan untuk memperoleh persahabatan dari musuh lamanya. Mungkin juga motivasi sebagian pernikahannya adalah harapannya untuk mem-peroleh anak.[4]
7. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan umatnya bagaimana memperlakukan wanita. Beliau mengajarkan kepada mereka, baik ucapan maupun perbuatan, sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ.
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik orang di antara kalian kepada keluargaku.”[5]
8. Rumah-rumah isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lain merupakan pusat ilmu dan pendidikan bagi orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Rumah-rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa terbuka untuk orang-orang yang bertanya, baik laki-laki maupun perempuan.
Inilah nama-nama isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
1. Khadijah binti Khuwailid.
2. Saudah binti Zam’ah.
3. ‘Aisyah binti Abi Bakar.
4. Hafshah binti ‘Umar bin al-Khaththab.
5. Zainab binti Khuzaimah (Ummul Masakin).
6. Hindun binti Abu Umayyah.
7. Zainab binti Jahsy al-Asadiyyah.
8. Juwairiyah binti al-Harits al-Khuza’iyyah.
9. Shafiyyah binti Huyay bin Akhthab.
10. Ummu Habibah Ramlah binti Abi Sufyan.
11. Maimunah binti al-Harits.
Kita nukilkan sebuah hadis dari ribuan hadis yang diriwayatkan Aisyah Ummul mukminin, beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُقَبِّلُ إِحْدَى نِسَائِهِ وَهُوَصَائِمٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mencium salah seorang istrinya saat beliau sedang berpuasa.” (HR. Muslim no. 2568)
Hadis yang ringkas ini, menunjukkan betapa baiknya pergaulan Rasulullah shollallohu’alaihi wasallam dalam rumah tangga beliau. Rumah tangga yang penuh keharmonisan dan kebahagiaan.
Sebagaimana hadits ini juga menunjukkan bolehnya seorang yang berpuasa mencium istrinya. Serta faedah faedah lain.
Pernikahan Kanjeng Nabi bukanlah semata-mata hasrat nafsu birahi, akan tetapi adalah titah Allah SWT sebagai sarana dakwah yang menjunjung tinggi agama-Nya dan gerakan humanisme yang memperjuangkan martabat serta hak-hak wanita saat itu. Semoga kita dimudahkan untuk mencintai Rasulullah shollallohu’alaihi wasallam dan ajaran beliau, hingga kita dipertemukan nanti di Jannah Allah Ta’ala.
Footnote :
[1]. Al-Mar-atul Jadiidah (Qasim Amin).
[2]. Limaadzal Hujuum ‘alaa Ta’addud az-Zaujaat (hal. 35).
[3]. Telah disebutkan takhrijnya.
[4]. Dinukil dari Limaadzal Hujuum ‘alaa Ta’addud az-Zaujaat.
[5]. Telah disebutkan takhrijnya.
Sumber : Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq.
https://www.laduni.id/post/read/517135/hikmah-poligami-nabi-shallallahualaihi-wa-sallam.html