Hukum Meminta Doa kepada Orang yang Sudah Meninggal

Assalamu’alaikum wr.wb min Mau nanya, gimana kalo kita saat berziarah ke maqam kita ngucapin, misal: “Mbah tolong doa’ain saya agar menjadi orang yang baik dan bla2” Itu gimana min bolehkah? (nadiasyifaa_17)

 

Jawaban

Wa’alaikusalam wr. wb. Penanya dan seluruh pembaca yang dirahmati Allah. Apa yang disebutkan dalam pertanyaan adalah salah satu cara tawasul dengan diri orang saleh. Dalam kitab Al-Ajwibah al-Gholiyah disebutkan:

 

س : ما كيفية التوسل ؟

ج : ذكر العلماء رحمهم الله أن التوسل بالذوات الفاضلة، كالنبي ﷺ وغيره من الأنبياء والصالحين، على ثلاثة أنواع

الأول : أن يسأل الله تعالى مستشفعاً بهم، كأن يقول المتوسل: اللهم إني أسألك بنبيك محمد، أو : بحقه عليك، أو : أتوجه به إليك في كذا

الثاني: أن يطلب من المتوسل به أن يدعو الله له في حوائجه، كأن يقول: يا رسول الله أَدْعُ الله تعالى أن يسقينا

الثالث: أن يطلب نفس الحاجة منه ومراده أن يتسبب في قضائها له من الله بشفاعته ودعائه ربه، فهو راجع إلى النوع الثاني

وهذه الأنواع الثلاثة ثابتة بالنصوص الصحيحة والأدلة الصريحة

 

Pertanyaan : Bagaimana cara bertawasul ?

Jawaban: Para ulama rahimahumullah menyebutkan bahwa tawasul dengan diri orang mulya seperti Nabi Saw dan lainnya, yaitu para nabi dan orang saleh ada tiga macam :

Pertama, memohon kepada Allah Taala dengan perantara syafaat mereka seperti orang yang bertawasul mengatakan; “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada-Mu dengan Nabi-Mu” atau “Dengan haknya kepada-Mu” atau “Aku menghadap kepadamu dengan beliau untuk permintaan begini…”

Kedua, memohon kepada orang yang dibuat tawasul agar mendoakan kepada Allah dalam memenuhi hajatnya semisal ia berkata, “Ya Rasulallah, berdoalah kepada Allah agar Ia memberi hujan pada kami.”

Ketiga,memohon hajatnya kepada orang yang dibuat tawasul. Maksud dari cara ini adalah membuat sebab tercapai hajatnya dari Allah dengan syafaat orang yang dibuat tawasul dan doanya kepada Tuhan. Pada hakikatnya, doa jenis ketiga ini kembali kepada jenis kedua.

Ketiga macam tawasul di atas sudah jelas disyariatkan berlandaskan nas-nas yang sahih dan dalil yang jelas.” (Al Habib Zainal Abidin Baalawy, Al-Ajwibah Al Gholiyah fi Aqidatil Firqah An Najiyah [Tarim, Darul Ilmi wad Dakwah:2007], halaman 88-89).

 

Tawasul secara sederhana dapat diartikan dengan upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui media, baik media itu berupa amal saleh yang kita lakukan atau orang-orang yang kita anggap saleh di hadapan Allah. 

 

Dalam bertawasul dengan orang saleh, hakikatnya kita meminta kepada Allah sedang melalui media orang saleh adalah bagian dari ikhtiar kita. Selain itu, kita juga mesti berkeyakinan bahwa yang memiliki kuasa untuk mengabulkan permintaan itu hanya Allah.

 

Perilaku tawasul ini mirip dengan yang dilakukan orang sakit. Pada hakikatnya ia mengharap kesembuhan dari Allah. Dalam mengharap kesembuhan, ia berikhtiar dengan melakukan berbagai cara, misalnya menemui dokter dan berkonsultasi kepadanya, meminum obat, slametan (bersedekah kepada sanak famili dan tetangga), meminta air dan memohon doa kepada Allah. 

 

Ketika Allah memberi kesembuhan, kita tak tahu ikhtiar mana yang menjadi jalan Allah memberi kesembuhan. Kita tak bisa memvonis obat yang menjadi jalan kesembuhan, atau sedekah, atau air doa, karena sesungguhnya Allah tidak terikat dengan media. Bahkan Allah berhak dan kuasa memberi kesembuhan tanpa media apapun, langsung memberikan kesembuhan.

 

Begitu pun tawasul dengan doa atau meminta kepada ahli kubur, ini adalah bagian dari ikhtiar. Sekali-kali kita tidak boleh punya keyakinan bahwa obat yang menyembuhkan, air doa yang menyembuhkan, seorang wali yang mengabulkan permintaan. Semua adalah kehendak Allah. Hanya saja, Allah berhak langsung memberikan kesembuhan atau mengabulkan permintaan secara langsung, berhak pula memberikannya setelah kita melakukan ikhtiar.

 

Meminta doa kepada orang yang sudah meninggal dan berhusnudhan bahwa beliau termasuk orang saleh adalah bagian dari ikhtiar kita karena yang mengabulkan adalah Allah. Tak ada perbedaan antara orang yang masih hidup atau sudah meninggal. Bahkan memohon doa kepada orang yang telah meninggal ini telah dicontohkan oleh sahabat, sebagai berikut:

 

أصاب الناس قحط في زمن عمر، فجاء رجل إلى قبر النبي ﷺ فقال: يا رسول الله استسق لأمتك فإنهم قد هلكوا، فأتى الرجل في المنام فقيل له: انت عمر فاقرئه السلام وأخبره أنكم مسقيون، وقل له: عليك الكيس، عليك الكيس، فأتى عمر فأخبره فبكى عمر ثم قال يا رب لا آلو إلا ما عجزت عنه

 

Artinya: “Masyarakat mengalami kekeringan di masa Umar. Kemudian seorang lelaki datang ke makam Nabi lalu berkata: Ya Rasulallah, mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa. Lelaki itu kemudian didatangi dalam mimpi, lalu dikatakan kepadanya: Datanglah kepada Umar. Sampaikan salam kepadanya dan berilah kabar bila kalian akan diberi hujan. Katakan kepadanya: Teruslah bersungguh-sungguh khidmah kepada umat. Kemudian lelaki tersebut mendatangi Umar dan menceritakan hal ini. Umar menangis lalu berkata: Wahai Tuhanku, aku tidak meninggalkan kecuali apa yang aku tidak mampu melakukannya.” 

 

Cerita di atas diriwayatkan oleh Imam Ibn Abi Syaibah, Al Baihaqi, dan lainnya serta disahihkan oleh Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dan Imam Ibnu Katsir. Dalam keterangan Ibnu Hajar menyitir dari Saif, lelaki tersebut adalah sahabat Bilal bin Al Harits al Muzani.

 

Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga tidak ada lagi keraguan untuk meminta doa kepada orang yang menurut husnudhan termasuk orang salih, baik yang masih hidup atau sudah meninggal. Siapa tahu, tawasul Anda termasuk ikhtiar dan menjadi jalan dikabulkannya permintaan oleh Allah Taala. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Muhammad Masruhan, Khodim PP. Al-Inayah Wareng Magelang.

https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/hukum-meminta-doa-kepada-orang-yang-sudah-meninggal-CDIza