Laduni.ID, Jakarta – Hukum puasa pada Hari Tasyrik adalah haram, karena sebagaimana sabda Rasulullah SAW hari Tasyrik adalah hari makan dan minum.
عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Dari Nubaishah, ia berkata, Rasulullah bersabda: Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum”
Dalam kitab Al Fiqh ‘Alaa Madzaahib Al-Arba’ah dijelaskan
ولو صام وجاء يوم الفطر أو النحر أو أيام التشريق فإن صيامه يبطل
“Bila seseorang puasa dan tiba di tengah puasanya hari Idul Fitri, Idul Adha atau Hari-hari Tasyrik maka puasanya batal”
Baca Juga: Menguak Rahasia Hari Tasyrik
Namun bagaimana jika ada yang berpuasa selama Hari Tasyrik seperti karena nadzar, apakah sah atau tidak puasanya?
Terdapat beberapa riwayat yang menyatakan bolehnya berpuasa pada Hari Tasyrik dengan beberapa kondisi sebagaimana hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدْ الْهَدْيَ
“Dari Ibnu Umar RA, ia berkata: “Hari-hari Tasyriq itu tidak dimurahkan (tidak diperbolehkan) untuk dipuasai selain bagi orang yang tidak mempunyai binatang hadyu (hewan sembelihan)”
Berikut penjelasan dari para ulama madzhab terkait puasa di Hari Tasyrik.
مِنَ الأَْيَّامِ الَّتِي نُهِيَ عَنِ الصِّيَامِ فِيهَا أَيَّامُ التَّشْرِيقِ ، فَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : أَيَّامُ مِنًى أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٌ لِلَّهِ
“Termasuk hari-hari yang dilarang puasa adalah hari Tasyriq, tersebut dalam shahih Muslim Rasulullah SAW. Bersabda “Hari-hari Mina adalah hari makan, minum dan berdzikir pada Allah”
إِلاَّ أَنَّهُ يَجُوزُ لِلْمُتَمَتِّعِ أَوِ الْقَارِنِ الَّذِي لَمْ يَجِدِ الْهَدْيَ أَنْ يَصُومَ هَذِهِ الأَْيَّامَ ؛ لِمَا رُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمْ أَنَّهُمَا قَالاَ : لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلاَّ لِمَنْ لَمْ يَجِدِ الْهَدْيَ
وَهَذَا عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ وَالْمَالِكِيَّةِ ، وَفِي الْقَدِيمِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ
“Menurut kalangan Hanbaliyah, Malikiyyah dan Qaul Qadimnya Syafi’iyyah bagi orang yang menjalankan haji Tamattu’ dan Qiran saat tidak menemukan hadiah diperbolehkan berpuasa dihari-hari tersebut berdasarkan sebuah riwayat hadits dari Ibn Umar dan ‘Aisyah ra “Tidak ada kemurahan dihari-hari taysriq untuk dipuasai kecuali bagi orang yang tidak menemukan hadiah”
Sedangkan menurut Imam Ahmad bahwa kalangan Hanafiyah dan Qoul Qodimnya Syafi’iyyah mengatakan bahwa puasa pengganti hadiah tetap tidak diperbolehkan.
Baca Juga: Keutamaan Hari Arafah
وَرُوِيَ عَنِ الإِْمَامِ أَحْمَدَ أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ صِيَامُ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ عَنِ الْهَدْيِ
وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ ، وَفِي الْجَدِيدِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ : لاَ يَجُوزُ صَوْمُهَا لِلنَّهْيِ الْوَارِدِ فِي ذَلِكَ
“Sedang menurut Imam Ahmad, Kalangan Hanafiyyah dan Qaul Qadimnya Syafi’iyyah puasa dihari-hari tasyriq sebagai pengganti hadiah diatas tetap tidak diperbolehkan berdasarkan larangan hadits yang pertama”
Lalu bagaimana dengan puasa orang yang memiliki nadzar?
وَمَنْ نَذَرَ صَوْمَ سَنَةٍ لَمْ يَدْخُل فِي نَذْرِهِ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ ، وَأَفْطَرَ وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ ؛ لأَِنَّهُ مُسْتَحِقٌّ لِلْفِطْرِ وَلاَ يَتَنَاوَلُهَا النَّذْرُ
وَهَذَا عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ
“Kalangan Hanbaliyah, Syafi’iyyah dan Malikiyyah berpendapat “Barangsiapa bernadzar menjalani puasa dalam satu tahun, tidak masuk dalam nadzarnya hari-hari tasyriq, berbukalah dan tidak ada qadha baginya karena hari-hari tasyriq memang hari berbuka dan tidak dapat disentuh oleh nadzar sekalipun”
وَهُوَ قَوْل زُفَرَ وَرِوَايَةُ أَبِي يُوسُفَ وَابْنِ الْمُبَارَكِ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ ، وَرَوَى مُحَمَّدٌ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ أَنَّهُ يَصِحُّ نَذْرُهُ فِي هَذِهِ الأَْيَّامِ ، لَكِنِ الأَْفْضَل أَنْ يُفْطِرَ فِيهَا وَيَصُومَ فِي أَيَّامٍ أُخَرَ ، وَلَوْ صَامَ فِي هَذِهِ الأَْيَّامِ يَكُونُ مُسِيئًا لَكِنَّهُ يَخْرُجُ عَنِ النَّذْرِ
“Abi Yusuf, Ibn Mubaarak dan Muhammad meriwayatkan dari Imam Abu Hanifah: Nadzarnya sah hari-hari tasyrik tersebut hanya yang lebih baik ia berbuka dan berpuasa dihari-hari lainnya, bila ia berpuasa hari-hari tasyrik ini dirinya dianggap jelek tapi ia sudah keluar dari nadzarnya”
وَرُوِيَ عَنِ الإِْمَامِ مَالِكٍ أَنَّهُ يَجُوزُ صَوْمُ الْيَوْمِ الثَّالِثِ مِنْ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ لِمَنْ نَذَرَهُ
“Diriwayatkan dari Imam Malik Boleh hukumnya bagi orang yang berpuasa dihari ketiga dihari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah) bagi orang yang menadzarinya”
Wallahu A’lam
Referensi:
1. Dikutip dari Berbagai Sumber
https://www.laduni.id/post/read/58923/hukum-menjalankan-puasa-di-hari-tasyrik.html