Laduni.ID, Jakarta – Imam Ibnu Qasi Al-Ghazi didalam kitabnya Al Bajuri menyatakan bahwa di antara syarat dua orang yang menjadi saksi adalah dapat mendengar, dapat melihat, dapat berbicara, tidak pelupa, mengetahui lisan dua orang yang sedang melaksanakan ijab qabul, dan tidak menjadi wali nikah
Beliau juga menuturkan bahwa disyaratkan dalam bentuk kalimat yang dipergunakan (shighat) akad nikah sebagaimana syarat bentuk kalimat yang dipergunakan dalam jual beli. Dan bentuk kalimat yang dipergunakan harus menunjukkan terhadap pernikahan walaupun tidak menggunakan bahasa Arab yang dapat dipahami dan dimengerti oleh dua orang yang melaksanakan akad juga oleh dua orang saksi dan walaupun mampu mempergunakan bahasa Arab.
Syaikh Zainuddin Ibnu Abdu Al Aziz Al Malibary juga menyatakan bahwa pernikahan dengan menggunakan terjemah dari salah satu dua kata (tazawwajtuha dan ankahtuha) menggunakan bahasa apapun walaupun dari orang yang mampu menggunakan bahsa Arab dengan baik adalah sah. Namun disyaratkan untuk mendatangkan penterjemah untuk menjelaskan bahasa yang mereka pergunakan. Hal yang semacam ini diperbolehkan jika antara dua orang yang melakukan akad memahami antara satu dengan yang lain, juga dapat dipahami oleh dua orang saksi. Al Malibari juga mengutip pernyataan Imam Al Taki Al Subuki didalam kitab Syarah Al Minhaj yang menyatakan bahwa jika penghuni sebuah daerah sepakat untuk menggunakan sebuah kata dalam sebuah prosesi pernikahan tanpa menjelaskan terjemahnya, maka prosesi pernikahan menggunakan kata semacam itu adalah tidak sah. Al Malibari menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan terjemah adalah terjemah tentang arti nikah secara bahasa yang berarti berkumpul. Maka tidak sah sebuah prosesi pernikahan menggunakan bahasa yang tidak menunjukkan terhadap arti nikah secara bahasa (berkumpul, bersetubuh) walaupun kata tersebut populer dipergunakan untuk pernikahan sebagaimana yang telah difatwakan oleh guru Al Zamzami.
Jika seorang penghulu menikahkan dengan menggunakan bahasa Arab terhadap orang yang tidak berkebangsaan Arab (ajami) yang tidak mengerti arti secara lafadz namun ia tau bahwa kata tersebut dipergunakan untuk prosesi akad nikah, maka hukumnya adalah sah. Sebagaimana yang telah difatwakan oleh guru kami Syekh ‘Athiyah.
Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaili juga menegaskan bahwa mayoritas Ulama’ ahli Fiqh sepakat bahwa orang ajam (bukan orang Arab) yang tidak mampu mengucapkan bahasa Arab sah melaksanakan akad nikah dengan menggunakan bahasanya sendiri yang dipahaminya, karena yang menjadi pertimbangan dalam aqad adalah makna. Dan juga karena orang yang tidak mampu berbahasa Arab adalah seperti halnya orang gagu. Dengan demikian ia harus menggunakan makna pernikahan dengan bahasanya yang sekira mengandung makna lafadz Arab.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, hukum penikahan yang disaksikan oleh orang yang tidak mengerti arti dari kosa kata yang dipergunakan oleh dua orang yang sedang melaksanakan akad nikah, namun ia tahu bahwa kata-kata tersebut dipergunakan untuk prosesi akad nikah, maka hukumnya adalah sah. Wallahu a’lam bis shawab.
Sumber: Dari berbagai sumber
https://www.laduni.id/post/read/80911/hukum-saksi-nikah-yang-tidak-mengerti-artinya.html