Terkadang keimanan seorang hamba itu diuji dengan pemikiran-pemikiran logikanya sendiri. Yang bahayanya jika tidak diarahkan pada dasar agama, jelas akan tersesat dan kemudian bisa mendoktrin orang lain dengan pemikirannya.
Pemikiran itu sumbernya dari akal, kemudian kembali pada diri masing-masing bagaimana cara kita mengelola hal-hal yang sekiranya menyesatkan. Kebanyakan hal ini berhubungan dengan ilmu kalam. Maka dari Imam Al-Ghazali membuat perkataan dalam kitabnya Bidayatul Hidayah bab Aqidah seorang Mukmin “walaupun dengan iman yang tak disertai dalil dan argumen, ia sudah merupakan mukmin. Rasulullah tidak membebani lebih dari itu”.
Sehubungan dengan pemikiran dan akal, berikut penjelasan Gus Baha tentang ketauhidan Islam dan Kristen yang dilansir dari cuplikan video.
Gus Baha ngendikan, “jadi tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad melalui akal itu kalian tanamkan karena itu yang bisa menyelamatkan di hari kiamat. Makanya bagi saya itu, semisal kalau Nabi Muhammad punya tongkat itu ya saya tidak suka, karena nanti umatnya dituntut punya tongkat seperti Nabi Muhammad sampai Sayyidina Umar guyon pada Nabi itu kayak gini “kamu sungguh hebat tidak seperti Nabi Musa yang membawa tongkat, seandainya engkau membawa tongkat akan mempersulit umatmu, sebab termasuk sunnah fi’liyah, jadi kemana-mana membawa tongkat”.
Saya merasakan hal ini sendiri, jadi tirakat akal itu luar biasa, ini kisah nyata. Jadi, ada guyonan anekdot tapi itu mengganggu, “katanya Muhammad itu kekasih tuhan, kenapa ketika perang Uhud kok bisa kalah? kalau kekasih-Nya kenapa kok dibikin kalah?” memang ini sedikit menyebalkan, kemudian umat islam menjawab “memang begitulah watak tuhan, melihat anaknya disalib saja Dia biarkan. Gimana toh? Bapak kok tidak peduli pada anaknya” artinya itu masuk akal, kalau sama-sama janggal (dua kejadian tersebut) maka logika ini juga janggal. Karena membiarkan anaknya (Yesus) disalib. Maka kemudian skornya 1-1 kan? Jadi itulah pentingnya akal. Artinya, orang islam bisa menjawab seperti itu ya barokahnya akal.
“Jadi barokahnya akal itu ila yaumil qiyamah, itu pula yang kemudian dipakai oleh ulama. Sayyidina Ali itu berkata, “saya itu sangat rindu sama Ummalullah (karyawan-karyawan Allah). Siapa itu karyawan Allah? Mereka itu yang menanamkan hujjah Allah dan mereka tidak mati sebelum teori hujjah Allah itu ditanamkan sama amtsalihi (yang sepadan dengan mereka/ulama)”
“Saya pernah ngaji kitab Asy-Syifa’ Fi Ta’rifi Huquqil Mustafa, sekarang kalian saya tanya, ketika kalian terlalu khusyu’ seperti Nabi Isa yang tidak pernah salah, terlalu sempurna, ternyata kemudian dikultuskan menjadi anak tuhan. Karena Nabi Isa juga tidak punya anak dan tidak punya istri. Sedangkan Nabi Muhammad mempunyai istri banyak juga mempunyai anak, terkadang juga doa nya tidak dikabulkan.
Saya cinta mati padanya, karena tampak sisi kehambaannya. Itu nanti di Akhirat, Nabi Muhammad tidak digojlok sebagaimana Nabi Isa As. Karena mempunyai poin-poin yang tidak sama dengan Allah. Kalau Isa karena tidak mempunyai anak dan istri sampai dianggap Tuhan. Makanya Nabi Isa digojlok sama Allah, “wahai Isa! Apakah kamu mengajak mereka untuk menyembahmu?” Nabi Isa membantah dengan keras akan hal itu.
Semisal Nabi Isa bukanlah nabi, mungkin perkataanya agak sinis seperti “seandainya itu benar, Engkau pasti tahu. Karena Engkau adalah Tuhan”. Sedangkan Nabi Muhammad tidak akan digojlok seperti itu. Antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad artinya tingkat mukholifatu lil hawaditsi-nya kan lebih jelas. Paham ya kalian? Makanya kalian ketika berdoa kemudian tidak dikabulkan, bersyukur saja, justru itu membuatmu terlihat sebagai hamba. Kalau dikabulkan ya bersyukur, kalau tidak dikabulkan pun bersyukur (tidak jadi masalah).
Salah satu do’a Nabi Muhammad yang tidak dikabulkan antara lain seperti, Nabi Muhammad berdoa agar Abu Thalib masuk Islam, tapi tidak dikabulkan Allah. Kemudian berdo’a agar Wahsyi dilaknat Allah, tapi malah Wahsyi masuk Islam. Nabi Muhammad ya tenang saja, karena dari situ kita bisa melihat tawakkalnya serang hamba. Itulah kuasa Allah. Terkadang yang baik menurut kita belum tentu baik juga menurut Allah, begitu pula sebaliknya”. Wallahhu a’lam.
https://alif.id/read/nfsm/humor-gus-baha-ketauhidan-islam-dan-kristen-b245934p/