Oleh Dr. Abdul Wahab Ahmad, Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KH. Achmad Shiddiq Jember
Ilmu agama sangatlah beragam dan jenjang tingkatannya sangatlah luas, akan tetapi apa yang harus dipelajari oleh semua orang? Sampai kadar apa seorang muslim secara umum dianggap cukup mempelajarinya sehingga boleh berpindah untuk mempelajari beragam ilmu lainnya yang dibutuhkan sesuai tuntutan zaman masing-masing?
Jawaban para ahli atas pertanyaan itu mungkin beragam, akan tetapi saya tertarik untuk menukil pendapat seorang Ulama Nusantara dari tanah Madura yang kharismatik, yakni KH. Abdul Hamid Bin Itsbat, pendiri Pesantren Banyuanyar, salah satu pesantren sepuh di Pamekasan yang berdiri pada tahun 1700-an. Dalam kitabnya yang berjudul Tarjuman, beliau berkata dalam bahasa Madura yang artinya:
“Ketika si anak sudah bisa membaca al-Qur’an dengan benar, maka suruhlah ia mengaji kitab-kitab akidah, yaitu ilmu untuk meyakini berbagai sifat yang wajib, mustahil dan jaiz atas Allah Ta’ala dan para Nabi utusan Allah. Kemudian suruhlah mengaji tata cara berbakti kepada Allah lalu suruhlah mengaji ragam perbuatan maksiat anggota badan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Safinatun Najah, Bafadhal, Sullamut Taufiq, Bidayatul Hidayah dan kitab sejenisnya. Apabila terbuka akalnya (cerdas), maka suruhlah mengaji ilmu sharaf, nahwu, fikih, tafsir dan tasawuf agar menjadi wakil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sempurna, insya Allah.”
Dari uraian tersebut ada beberapa hal yang bisa disimpulkan:
Pertama, ilmu pertama yang wajib diajarkan adalah ilmu membaca al-Qur’an. Dengan kata lain, mengenalkan huruf arab dan tajwid untuk dapat membaca al-Qur’an adalah hal pertama yang harus diberikan pada seorang anak.
Kedua, setelah dapat membaca al-Qur’an, barulah belajar ilmu akidah. Dalam bahasan sebelumnya (tidak dinukil di sini), KH. Abdul Hamid merekomendasikan kitab Ummul Barahin karya Imam as-Sanusi dan kitab Kifayatul Awam karya Syaikh Muhammad Fudholi al-Azhari.
Kedua kitab tersebut adalah kitab dasar yang dengan baik menjelaskan bagaimana akidah islam Ahlussunnah wal Jama’ah dalam manhaj Asy’ariyah. Imam Sanusi merupakan salah satu mujaddid ilmu kalam yang mampu menyederhanakan bahasan ilmu kalam yang sebelumnya dibahas dengan rumit di era Imamul Haramain dan jauh lebih rumit lagi di era Imam ar-Razi. Ajaran ala Imam Sanusi (madrasah sanusiyah) inilah yang kemudian menjadi madrasah standar ilmu akidah islamiyah di berbagai penjuru dunia Islam.
Syaikh Muhammad Fudholi al-Azhari adalah salah satu ulama besar yang mengikuti jejak imam Sanusi ini. Beliau adalah guru dari Imam al-Bajuri, seorang Imam manhaj Asy’ariyah yang hidup dua abad lalu. Pemilihan dua kitab tersebut merupakan pilihan tepat dan teliti.
Ketiga, melanjutkan pengetahuan dasar yang wajib dipelajari semua orang, yakni ilmu peribadatan (fikih ibadah), pengetahuan tentang hal-hal yang haram agar dijauhi, ilmu akhlak dan amalan-amalan dasar seperti bacaan doa dan dan amaliyah sunnah sehari-hari. Kyai Abdul Hamid mencontohkan kitab-kitab di mana semua kebutuhan dasar dapat dipenuhi, yakni kitab Safinatun Najah karya Syaikh Habib Salim bin Sumair, Bafadhal (al-Muqaddimah al-Hadhramiyyah) karya Syaikh Habib Abdullah Bafadhal, Sullamut Taufiq karya Syaikh Habib Abdullah Ba‟alawi dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali.
Semua kitab tersebut adalah kitab dasar yang dipilih dengan cermat sesuai kebutuhan kaum muslimin. Kebanyakan isinya membahas fikih dasar seperti perkara najis, bersuci dari hadas, shalat, puasa zakat dan haji. Selebihnya adalah sedikit tentang akidah dan penyucian jiwa serta amalan sunnah. Ini adalah kadar yang wajib diketahui bagi muslim secara umum.
Ada kadar pembahasan yang saya kira perlu ditambahkan sesuai penjelasan Imam Ghazali dalam Ihya’, namun ini hanya wajib bagi yang berkutat di dalamnya, misalnya seorang muslim wajib belajar tentang hukum jual beli, sewa, gadai, bagi hasil dan seterusnya apabila dia hendak melakukan bisnis tersebut. Bila tidak terlibat dengan hal itu tentu tidak wajib.
Keempat, tahapan tingkat lanjut bagi mereka yang berniat menjadi wakil Rasul alias ulama. Tahapan ini hanya untuk mereka yang dianugerahi kecerdasan akal sehingga mampu mencapai kualifikasi yang dibutuhkan. Kualifikasi tersebut adalah ilmu alat seperti ilmu nahwu dan sharaf, lalu ilmu inti semisal ilmu fikih tingkat lanjut, ilmu tafsir, ilmu hadis dan ilmu tasawuf tingkat lanjut. Bagian ini adalah fardhu kifayah dalam arti tidak wajib dipelajari semua orang, namun dalam satu kelompok wajib ada yang mempelajari sehingga bisa mengajari orang lain.
Demikian yang bisa kita pahami dari nasehat KH. Abdul Hamid Banyuanyar yang dari keturunan dan para santrinya telah menyebar banyak sekali pondok pesantren di wilayah Madura dan Jawa Timur secara umum.