Read Time:4 Minute, 3 Second
Oleh Budi Marta Saudin
Beredar sebuah pesan curhat mahasiswa baru sebuah universitas di Arab Saudi, berisi keluhan tentang kondisi kurang menyenangkan yang dirasakannya.
Baru datang di Saudi, didapati tempat tinggalnya tidak bersih, makan harus bayar, dan jarak asrama dengan kampus jauh, sedangkan bus antar jemput terbatas jumlahnya. Penulis mengeluh, katanya masih enak kuliah di Indonesia.
Saudaraku, adik-adik mahasiswa baru, atau teman-teman yang sudah mendaftar kuliah di Saudi, atau yang ada keinginan belajar di Saudi. Perlu diperhatikan, hidup di negeri orang itu banyak tantangan dan hambatan, bukan hanya tentang enak-enak saja.
Apa yang disebutkan oleh mahasiswa baru tersebut sebenarya masih belum seberapa. Baru datang beberapa hari, tantangan tentunya masih terbilang sangat kecil. Cobalah hidup setahun, dua tahun, hingga beberapa tahun, tantangan akan semakin berat. Ada tantangan budaya, ekonomi, akademik, dll.
Berikut ini beberapa tantangan yang dihadapi mahasiswa Indonesia di Saudi pada umumnya:
1. Tantangan Bahasa
Hidup di Saudi, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab. Jumpa dengan banyak orang dari berbagai negara, komunikasi yang digunakan adalah bahasa Arab.
Bagi sebagian besar mahasiswa baru, ini jadi kendala serius, apalagi bagi yang tidak punya basik kuat berbahasa Arab.
Ngobrol dengan orang Arab, kadang sering loading karena mereka pakai bahasa amiyah (pasaran). Ngobrol dengan ekspatriat asal Asia Selatan, susah konek, karena mereka pakai bahasa Arab yang tidak pernah didapat dalam pelajaran di sekolah atau pesantren di Indonesia. Kita capek-capek ngobrol pakai bahasa Arab, mereka bilang, “Anta mafi ma’lum Arabi.”
2. Tantangan Agama
Bagi pemukim yang sudah lama, ini mungkin kurang menjadi kendala serius. Tapi bagi sebagian orang yang kurang terbiasa dengan cara beragama orang-orang di Saudi, akan jadi semacam beban.
Saudi bermadzhab Hambali sedangkan mayoritas masyarakat Indonesia bermadzhab Syafi’i. Di Saudi, aroma dakwah tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sangat terasa.
Yang terbiasa melakukan amaliyah zikir berjamaah, tahlilan, yasinan, dll., agak sulit mengamalkannya di Saudi.
3. Tantangan Sosial
Sebagai mahasiswa asing, akan bersentuhan dengan mahasiswa asal negara lain yang karakter dan tabiatnya berbeda.
Di beberapa kampus, dalam asrama ada yang 1 kamar berisi 2 atau lebih mahasiswa. Jika dapat sekamar dengan orang Afrika atau Asia Tengah, harus banyak-banyak legowo.
Cara ngomong berbeda. Cara makan berbeda. Cara tidur berbeda, dan banyak perbedaan lainnya. Ini kadang jadi penyebab konflik dengan orang terdekat.
Antar sesama orang Indonesia dari daerah yang berbeda saja seringkali bertengkar, apalagi dengan orang yang beda negara.
4. Tantangan Akademik
Saat masuk kuliah, kita akan bertemu dosen yang karakternya berbeda dengan para pengajar yang ada di Indonesia.
Mau protes tapi susah, karena bingung mulainya dari mana, apalagi ada kendala bahasa, sehingga masih belum pede untuk mengutarakannya.
Menghadapi para karyawan kampus juga harus sabar. Budaya “bukrah (nanti besok)” masih melekat pada mereka. Kadang ada proses akademik yang memakan waktu lama dan berbelit.
5. Tantangan Ekonomi
Hidup di negeri orang harus siap survive. Meskipun mahasiswa di Saudi diberi uang saku, tapi kendala ekonomi pasti ada. Uang saku yang diberikan kampus seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi bagi yang sudah berkeluarga, harus putar otak untuk dapat menafkahi anak dan istri.
Bagi mahasiswa yang ingin mengajak keluarga ke Saudi, aturan sekarang pun ketat. Di beberapa kampus, seperti UIM (Universitas Islam Madinah), harus menyerahkan uang jaminan sebesar 30 ribu riyal atau setara Rp120 juta. Jadi, kalau mau mengajak keluarga, harus ada uang sebesar itu. Belum nanti mikirin ngontrak rumah, kebutuhan hidup, dll..
6. Tantangan Lingkungan
Saudi ini bercuaca ekstrim. Jika musim panas akan terasa sangat panas, dan jika musim dingin akan terasa sangat dingin.
Banyak mahasiswa yang tak kuat kedinginan saat musim dingin tiba. Kangen kampung halaman, kangen anak, kangen bapak dan ibu, dan lain sebagainya.
Hidup di negeri Arab, makanan dan minuman pun berbeda. Kalau mau makan makanan Indonesia harus beli dengan harga mahal, atau masak sendiri. Jika masak, ini kadang menjadi sumber konflik dengan tetangga dari negara lain yang terkena aroma masakan kita.
Kalau sakit, ini berat sekali. Jauh dari keluarga, tak ada yang mijitin badan, tak ada yang urus. Rasanya, mau pulang saja kalau begini.
Daaan..
Masih banyak tantangan-tantangan lain yang harus dihadapi dengan tenang. Intinya, hidup di negeri orang tidak seperti hidup di negeri sendiri.
Tinggal di Madinah, Mekkah, Jeddah, Riyadh, dan kota-kota lainnya, jangan anggap sama seperti di Instagram, yang semua kehidupan dilalui dengan enak dan nikmat.
Kalau kamar asrama yang didapat kotor, tinggal dibersihkan saja. Kalau mau ke kampus tak ada bus, ya naik taksi. Di Saudi ada banyak taksi, dan sekarang ada juga bus umum.
Kalau mau makan, harus bayar. Ya, memang bayar. Tinggal cari cara agar hemat bagaimana. Kita ini masih hidup di dunia, yang pasti penuh penderitaan.
Kalau masih belum siap dengan tantangan-tantangan yang ada seperti di atas, lebih baik belajar di Indonesia saja, di kampus yang dekat rumah mamah dan papah. Kalau uang habis, tinggal minta ke mamah. Kalau mau makan enak, tinggal bilang ke mamah agar mbak pembantu di rumah masak makanan yang enak.[]
Riyadh, 8 Maret 2023