Laduni.ID, Jakarta – Suatu hari, seorang Darwisy (zahid/ugahari/bijak bestari) menemui “Amirul Mukminin” (pemimpin kaum muslimin) di istananya. Sang Darwisy sengaja diundang untuk dimintai nasihatnya. Ia kemudian mengatakan:
“Wahai Amirul Mukminin, aku baru saja pulang dari mengembara di negeri Cina. Pemimpin negeri itu mengalami sakit pendengaran sehingga tuli, dan tak bisa mendengar.”
“Suatu hari, aku mendengar dia menangis. Ketika ditanya mengapa menangis, dia menjawab: ‘Demi Tuhan, aku tidak pernah menangisi ketulianku. Aku telah menerima keputusan Tuhan atas diriku ini. Tetapi aku menangis karena melihat di depan pintu istanaku ada rakyatku yang hatinya sakit, karena teraniaya hak-haknya. Dia tampaknya menjerit meminta tolong, tetapi aku tidak mendengarnya. Meskipun demikian aku bersyukur kepada Tuhan karena mataku masih bisa melihat dengan jelas.”
Dikisahkan, suatu hari Pemimpin Cina itu memanggil para menterinya. Dia meminta mereka untuk mengumumkan kepada rakyatnya bahwa siapa saja di antara rakyat yang dizalimi agar mengenakan baju merah.
Sang pemimpin kemudian naik di atas punggung gajah dan berkeliling menyusuri jalan-jalan di pelosok-pelosok negeri itu. Manakala matanya melihat orang berbaju merah dia memanggilnya dan memintanya agar menceritakan nasib dirinya. Ia kemudian memerintahkan para menteri untuk segera memperhatikan pengaduannya dan menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang adil.