Sekitar satu tahun yang lalu, saya berkesempatan untuk datang ke Kabupaten Pati di Jawa Tengah. Kabupaten yang memiliki semboyan “Pati Bumi Mina Tani” ini merupakan wilayah yang cukup penting dalam sejarah perkembangan Islam di Jawa. Pati adalah wilayah kuto songgo atau kota penyangga dari Demak pada era Kesultanan Demak Bintoro.
Sangat menarik untuk dikaji, sebab wilayah Pati ini sarat dengan lintasan sejarah kerajaan-kerajaan Jawa sejak masa Majapahit hingga Mataram Islam. Dengan demikian perjalanan saya ke Pati ini adalah perjalanan kebudayaan, yaitu berziarah, silaturahmi dan mengkaji persebaran Ilmu Hikmah yang dipelopori oleh Kiai Zahwan Anwar di desa Ngemplak Kidul, Margoyoso. Secara geografis desa tersebut mendukung untuk dikunjungi orang dari berbagai penjuru karena terletak di jantung Kecamatan Margoyoso dan berada di jalur utama penghubung Pati dengan Tayu.
Desa Ngemplak Kidul, letaknya bersebelahan dengan Desa Kajen yang mana dalam perjalanan sejarah Islam dua desa tersebut menjadi pusat peradaban santri. dari dua desa tersebut lahir banyak para ulama dan tokoh nasional, antara lain KH. Abdullah Salam (w. 2001) yang tinggal di Desa Kajen dan KH. Zahwan Anwar (w. 1998) di Desa Ngemplak Kidul. Kendati kedua tokoh ini memiliki kealiman dalam semua ilmu agama, tapi masyarakat kerap mengidentikkan kepakaran fikih dan tasawuf kepada KH. Abdullah Salam, dan keahlian dalam bidang ilmu hikmah kepada KH. Zahwan Anwar.
Masyarakat Ngemplak Kidul dan sekitarnya mengakui kealiman Kiai Zahwan Anwar dalam berbagai bidang disiplin ilmu, namun yang paling spesial dari semuanya adalah Ilmu Hikmah. Ilmu tersebut tidak hanya didapatkan secara instan, beliau belajar dari ayahnya yaitu Kiai Anwar yang sebelumnya juga dikenal dengan ahli hikmah. Dari sebagian sumber, Justru Kiai Zahwan mendapatkan Ilmu Hikmah bukan dari ayahnya melainkan dari Kiai Junaidi di Senori Tuban. Mengingat sepeninggal ayahnya, Kiai Zahwan belum terlalu tertarik dengan Ilmu Hikmah. Dalam perjalanan ini saya dipertemukan dengan Gus Adib (Cucu Kiai Zahwan) dan beberapa santrinya untuk menggali informasi terkait kisah spiritual Kiai Zahwan.
Karya-Karya Kiai Zahwan Anwar tentang Ilmu Hikmah
Kiai Zahwan Anwar sebagai kiai yang memiliki keahlian di bidang Ilmu Hikmah ia juga mengabadikannya dengan menulis beberapa karya atau kitab. Ada empat kitab karangan beliau yang terdokumentasi yaitu 1) Jaljalut, 2) Mahabbah, 3) Mujarrobat al-Kubro, dan 4) Jalbu ar-Rizqi. Tujuan Kiai Zahwan menulis kitab-kitab tersebut yaitu supaya para santri senang berzikir, dan agar para santri semakin mendekatkan dirinya kepada Allah melalui wiridan atau berzikir meski hanya mengamalkan satu shalawat. Kiai Zahwan juga tidak pernah mengharapkan para santrinya harus menjadi orang yang serba bisa, yang terpenting baginya adalah santri dapat menggapai keselamatan di dunia dan akhirat, sehat dan tenteram dalam mengarungi samudera kehidupan.
Kitab Jaljalut
Kitab Jaljalut merupakan induk dari seluruh kitab karya Kiai Zahwan Anwar. Di dalamnya terdapat 60 bait. Ada dua kitab Jaljalut hingga saat ini dengan masing-masing pengarang yang berbeda. Pertama, Jaljalut Kubro yang ditulis oleh Kiai Romli dari Pamekasan. Kiai Romli adalah teman seperguruan Kiai Zahwan Anwar ketika belajar di pesantren dahulu. Kedua, Jaljalut karangan Kiai Zahwan Anwar yang biasanya disebut Jaljalut Shughro. Sebenarnya pembedaan istilah Kubro dan Shughro ini hanya sebutan untuk membedakan kedua kitab Jaljalut dengan pengarang berbeda. Inisiatif Kiai Zahwan menulis kitab Jaljalut berangkat dari keresahan beliau melihat kitab Jaljalut karya Kiai Romli, yakni Jaljalut Kubro yang hanya disimpan para santrinya secara pribadi. Akhirnya beliau menulis kitab Jaljalut Shughro tersebut supaya dapat dibaca masyarakat secara luas. Menurut penuturan Rusmanto, salah seorang santri Kiai Zahwan, kitab Jaljalut Kubro memang lebih simpel. Sementara Jaljalut Shughro karangan Kiai Zahwan Anwar lebih umum dan mencakup doa-doa mujarrobat yang beraneka ragam. Di dalam Jaljalut Kubro terdapat 30 bait saja. Rusmanto bercerita bahwa persebaran kitab Jaljalut milik Kiai Zahwan Anwar diketahui mulai Jawa Timur, Jawa Barat hingga Luar Jawa.
“Yang terkenal di Jawa Timur, Jawa Barat maupun Luar Jawa, yang dikenal orang-orang saya, tamu saya, itu kebetulan hanya Jaljalut yang dari Margoyoso Pati,” cerita Rusmanto.
Salah satu pesantren yang ada di Bojonegoro bahkan mewajibkan para santrinya mengamalkan Jaljalut. Pada tahun 1994 Kiai Zahwan didatangi rombongan tamu satu bus dari Siman, Bojonegoro, Jawa Timur. Rombongan para santri bersama pengasuhnya tersebut bermaksud meminta ijazah kitab Jaljalut langsung dari Kiai Zahwan. Kepada rombongan dari Bojonegoro itu, Kiai Zahwan menyampaikan, bahwa kitab Jaljalut sudah umum dan boleh diamalkan siapa saja.
Dengan segenap rasa rendah hati, pengasuh dari pondok tersebut menjawab, bahwa kedatangannya supaya lebih memantapkan di dalam mengamalkan isi yang ada di dalam kitab Jaljalut. Tidak bisa menolak permintaan dari para tamunya, Kiai Zahwan lantas mengijazahkan kitab Jaljalut dan memerintah mereka untuk mengahafal 60 bait yang ada di dalamnya seketika langsung.
Kitab Mahabbah
Kitab Mahabbah ditulis Kiai Zahwan Anwar dengan tujuan agar ketika seseorang mencintai sesuatu, tidak lupa kepada Allah. Jika seseorang cinta terhadap sesuatu dan dekat dengan Allah, maka Allah pasti akan mengabulkannya.
Kitab Mujarrobat Kubro
Kitab Mujarrobat Kubro di dalamnya menerangkan amalan-amalan yang digunakan untuk perlindungan diri ketika menjalani kehidupan di masyarakat.
Kitab Jalbu Ar-Rizqi
Jalbu ar-Rizqi secara literal bermakna menarik rezeki. Maksud dari rizqi di sini bukan semata-mata harta benda atau uang semata, tapi segala sesuatu yang diberi oleh Allah. “Kalau kamu sukanya uang, uang itu buatannya manusia. Uang bisa habis, sementara rizqi Allah itu tidak. Justru bertambah,” kata Kiai Zahwan suatu waktu ditirukan oleh Rusmanto.
Dari berbagai kitab Kiai Zahwan tersebut, sebagaimana telah dijelaskan di atas, terdapat lafal-lafal atau bagian-bagian khas (umum). Pada setiap bagian kata, kalimat dan bait mengandung khashaish (kekhususan- kehususan) bagi orang yang mempunyai hajat tertentu. Namun bagi siapa saja yang hendak mengamalkannya, alangkah baiknya mengamalkan yang ‘amm. Sebab yang khas harus mendapat ijazah langsung dari dzurriyyah (keluarga) Kiai Zahwan atau murdinya yang telah mengamalkan. Kepada para santrinya yang sudah berkeluarga, Kiai Zahwan sering berpesan agar tidak meninggalkan membaca wirid meski itu hanya satu.
“Umpamanya ketika malam Jumat tidak kamu amalkan karena keberatan sebab sudah hidup berumah tangga, ya minimal baca satu saja. Itu insya Allah mencakup semua,” Kata Kiai Zahwan seperti diceritakan Rusmanto.
Kitab karya Kiai Zahwan yang sering diamalkan para santrinya yaitu Mujarrobat, karena kitab ini memuat hal ihwal berumah tangga. Jika Mujarrobat sudah berjalan, bergeser mengamalkan Jalbu ar-Rizqi. Bait-bait atau lafal wirid lazimnya diamalkan setelah shalat maktubah atau shalat sunnah apapun.
Lumrahnya para kiai ia ingin para santri dan masyarakatnya mendapatkan keberkahan dan kemudahan dalam menjalani kehidupan. Secara filosofis keempat kitab karangan Kiai Zahwan ini membentuk pyramid clas culture atau segitiga yang menggambarkan kelas seorang hamba kepada keabadian untuk dijadikan bekal dalam keseharian. Rusmanto menyebutkan, untuk para pemula yang belum berumah tangga baiknya mengamalkan kitab Jaljalut sebagai pondasi kemudian ketika berumah tangga amalkan Mujarrobat untuk memudahkan jalanya dalam bermasyarakat, setelah itu amalkan Jalbu Rizqi untuk memudahkan jalanya rizqi dan terakhir Mahabbah untuk pengakuan bahwa semuanya sebagai kecintaan kepada Allah Swt.